Buni Yani tidak bisa dihukum
- keren989
- 0
BANDUNG, Indonesia – Pada Selasa, 12 September, Penasihat Hukum Buni Yani menghadirkan ahli hukum dan konstitusi Yusril Ihza Mahendra sebagai saksi ahli dalam sidang dugaan pelanggaran UU ITE di ruang sidang Gedung Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Bandung. Kehadiran Yusril sebagai saksi ahli digugat oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Jawa Barat.
“Setelah mendengarkan saksi ahli yang dihadirkan oleh kuasa hukum terdakwa, khususnya saksi ahli konstitusi dan hukum negara, kami mengajukan keberatan dengan alasan tidak ada keterkaitan antara UU ITE dengan konstitusi dan hukum negara, sehingga keterangan ahli tidak dapat diambil. . ,” kata Ketua Jaksa Andi M. Taufiq saat sidang.
Keberatan JPU langsung diklarifikasi oleh kuasa hukum Buni Yani. Kepala Penasihat Hukum Aldwin Rahadian menjelaskan, kehadiran Yusril bukan sebagai saksi ahli hukum tata negara, melainkan sebagai ahli teori dan filsafat hukum.
“Klarifikasi. Ia dihadirkan sebagai ahli teori hukum dan hal itu terkait dakwaan jaksa penuntut umum dengan Pasal 28 ayat 2 dan Pasal 32 ayat 1 UU ITE. “Jadi sebagai ahli teori hukum dan filsafat hukum akan mengkaji teori hukum yang mendasari dakwaan JPU,” jelas Aldwin.
Menanggapi perdebatan tersebut, Ketua MK M. Saptono memutuskan agar keterangan Yusril tetap didengarkan selama persidangan dan meminta persidangan dilanjutkan. Sementara itu, keberatan jaksa akan diberitahukan.
Dalam buktinya, Yusril menyatakan pasal 28 ayat 2 UU ITE merupakan penjabaran lebih lanjut dari pasal 28 F UUD 1945 yang berbunyi: “Setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyebarkan informasi melalui segala jenis saluran yang tersedia.
Terkait pasal tersebut, kuasa hukum mencontohkan kalimat yang sama persis dengan unggahan Buni Yani di akun Facebook miliknya yang menjadi awal mula kasus ini. Kalimat tersebut hanya sedikit berubah dari unggahan Buni Yani yang berbunyi ““LASFEMIA TERHADAP AGAMA? “Bapak ibu (pemilih muslim) dibohongi dalam surat Al Maidah 51”. (dan) “akan masuk neraka (juga bapak dan ibu) telah tertipu.” Sepertinya sesuatu yang buruk akan terjadi dengan video ini.”
Penasehat hukum kemudian meminta jawaban Yusril soal contoh hukuman tersebut. Menurut Yusril, hukuman tersebut masih memenuhi unsur kebebasan berpendapat sebagaimana diatur dalam Pasal 28 UUD 1945. Kalimat tersebut juga tidak termasuk tindak pidana sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 28 ayat 2 UU ITE.
“Jika penulisan contoh kalimatnya masih berupa tanda tanya, tidak bisa dikualifikasikan sebagai perbuatan sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 28 ayat 2 UU ITE. Karena ada yang patut dipertanyakan, sebagai tanggapannya apakah dianggap penodaan agama atau tidak, jelas Yusril.
“Jadi kalimat ini masih memenuhi unsur kebebasan mempertanyakan sesuatu. “Kalau ada yang bertanya seperti itu, tidak bisa digolongkan sebagai kebencian,” ujarnya.
Pasal 28 ayat 2 UU ITE sendiri berbunyi: ““Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang bertujuan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).”
Selain pasal di atas, Buni Yani juga dijerat Pasal 32 ayat 1 UU ITE yang berbunyi: ““Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengubah, menambah, mengurangi, mentransmisikan, merusak, menghapus, memindahkan, menyembunyikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik umum.”
Terkait pasal yang didakwakan, Yusril mengatakan, tidak ada unsur pidana dalam pasal 32 ayat 1 UU ITE kecuali Sebagai ditautkan dengan pasal 32 ayat 3 UU ITE yang berbunyi: ““Mengenai perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan pengungkapan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bersifat rahasia dapat diakses oleh masyarakat dengan integritas data yang tidak sebagaimana mestinya.”
“Jadi itu harus dokumen rahasia. Sedangkan video yang dimuat di website Pemda DKI dan YouTube bukan bersifat rahasia melainkan sudah menjadi milik umum, kata Yusril.
Menanggapi pernyataan Yusril, jaksa menanyakan jika dokumen tersebut tidak dirahasiakan, apakah ada yang bisa dihukum?
“SSepanjang tidak memutarbalikkan fakta atau menimbulkan kebencian, pencemaran nama baik sebenarnya tidak seperti yang ditulis pihak pertama, tidak ada unsur pidana. Kecuali dia mengutip, mengutip atau memfitnah atau menimbulkan kebencian, dia harus dihukum. Tapi pidananya tidak menggunakan unsur Pasal 32 ayat 2, jawab Yusri.
Dakwaan jaksa lemah
Usai persidangan, Yusril menilai dakwaan JPU memiliki beberapa kelemahan, yakni Pasal 32 ayat 1 UU ITE yang tidak bisa dijadikan dasar untuk mengkriminalisasi Buni Yani, serta Pasal 28 ayat 2 UU ITE.
“Kalau Buni Yani didakwa sebelum keputusan Pak Ahok, saya bisa maklum. Tapi keputusan melawan Tuan. Ahok sudah berlaku, mempunyai kekuatan hukum tetap dan keputusan ada di tangan Pak. Kasus Ahok sama sekali tidak ada kaitannya dengan kasus Buni Yani. Jadi hanya berdasarkan website Pemda DKI dan YouTube. Jadi yang dianggap melanggar Pasal 156 A adalah ucapan Pak Ahok, bukan ucapan Buni Yani, jelas Yusril.
Meski demikian, Yusril menyerahkan seluruh putusan terkait hal tersebut kepada majelis hakim.
“Hakim tidak bisa menolak kasus yang diajukan kepada mereka. Lemah atau kuatnya dakwaan itu tergantung pihak-pihak yang terlibat dalam perkara ini, yaitu jaksa dan pembela. Apakah jaksa berhasil membuktikan perkaranya, atau pengacara akan membantahnya, ujarnya.
Soal alasan bersedia menjadi saksi ahli untuk Buni Yani, Yusril mengaku selalu diminta menjadi ahli jika bisa menjelaskan sesuatu. Sebagai ahli, Yusril menegaskan dirinya berada pada posisi netral.
“A“Ahlinya disumpah untuk memberikan keterangan sesuai ahlinya,” kata Ketua Umum Partai Bulan Bintang itu.
Sebelum bersaksi, Yusril biasanya berdiskusi terlebih dahulu dengan pihak yang meminta dirinya berperan sebagai saksi ahli.
“Saya mengundang orang-orang yang menghadirkan saya sebagai ahli untuk berdiskusi. Pernyataan saya seperti ini lho TIDAK bisa menuntunku kesana kemari. Jika saya memberikan informasi seperti ini mungkin akan merugikan anda, aduh kalau saya juga begitu TIDAK Karena itu. Dan itu sering terjadi,” ujarnya.
Yusril merupakan satu dari tiga saksi ahli yang dihadirkan kuasa hukum Buni Yani dalam sidang kali ini. Saksi ahli lainnya adalah sosiolog Musni Umar dan pakar komunikasi Ibnu Hamad. – Rappler.com