Polemik saksi ahli pidana dan keraguan jaksa
- keren989
- 0
“Kalau soal niat, yang tahu hanya Tuhan dan pelakunya.”
JAKARTA, Indonesia – Kehadiran pakar hukum pidana Edward Omar Sharif Hiariej yang dihadirkan tim penasihat hukum Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama menuai protes dari Kejaksaan Agung (JPU). Sebab, Edward merupakan ahli pidana yang diwawancarai jaksa saat penyidikan.
“Pada sidang terakhir kami memutuskan untuk tidak menghadirkan ahli berdasarkan berbagai pertimbangan kami menerima laporan dari anggota kami. Ahli mengatakan: ‘Kalau JPU tidak menghadirkan (saya), saya akan dihadirkan oleh kuasa hukum.’ “Ini semacam ultimatum,” kata Jaksa Agung Ali Mukartono dalam sidang di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa 14 Maret 2017.
Menurut dia, sikap tersebut seolah menunjukkan telah terjadi komunikasi antara kuasa hukum terdakwa dengan Edward. Sikap tersebut dinilai tidak etis karena Guru Besar Hukum UGM itu sudah mengetahui berita acara pemeriksaan (BAP) penyidik, namun memberikan kesaksian untuk membebaskan terdakwa.
Namun, kuasa hukum Ahok menilai protes tersebut tidak relevan karena keputusan menghadirkan Edward sebagai saksi ahli sudah dikomunikasikan kepada jaksa. Oleh karena itu, tidak ada lagi hal yang perlu digugat dalam persidangan.
Dalam bantahannya, pengacara menyebut somasi Edward telah disepakati pihak mereka dengan jaksa penuntut umum pada 28 Februari. Saat itu tidak ada keberatan dari jaksa. Tiba-tiba ada masalah di sini, menurut kami tidak beritikad baik, kata salah satu pengacara.
Keberatan JPU ditolak oleh Ketua Dewan Hukum Dwiarso Budi Santiarto yang menyatakan Jaksa tidak memiliki saksi tambahan untuk dihadirkan pada persidangan sebelumnya. Apapun keterangan Edward sebagai saksi ahli yang meringankan akan menjadi pertimbangan majelis hakim untuk digunakan atau tidak dalam putusan berikutnya.
Keraguan Jaksa
Dalam keterangannya, Edward lebih menekankan soal niat Ahok menghina agama. Menurut dia, selain kesengajaan, juga harus ada unsur kesengajaan untuk memastikan unsur pidana pasal 156a KUHP dipatuhi.
“Pasal 156 dan 156a KUHP mensyaratkan harus ada kesengajaan, kesengajaan untuk memusuhi atau menghina agama,” ujarnya. Faktor niat bersifat subjektif sedangkan intensionalitas bersifat objektif. Menurutnya, tidak mudah untuk membuktikan faktor kesengajaan tersebut.
Unsur kesengajaan ini terlihat pada saat persidangan atau persidangan terhadap terdakwa. Dalam perkara ini, dia menilai Ahok tidak ada niat mencemarkan nama baik atau menghina agama. Oleh karena itu, ia menyarankan masukan dari ahli lain seperti bahasa tubuh dan agama untuk memperkuat penilaian ini.
“Kalau soal niat, hanya Tuhan dan pelakunya yang tahu. “Tidak semudah melihat kata-kata yang keluar dari mulut, tapi juga hal-hal lain,” ujarnya. Unsur ini mencakup keseharian terdakwa selama berinteraksi dengan kelompok terkait.
Selain itu, Edward juga melihat keraguan jaksa dalam memutus dakwaan. Mereka mengklaim pasal alternatif yakni pasal 156 atau 156a bukan pasal berlapis.
Menurut dia, hal itu menunjukkan jaksa seolah ragu apakah pasal tersebut pantas untuk didakwakan. Apabila terjadi penodaan agama, dipastikan digunakan Pasal 156a.
“Kecuali PNPSnya dicabut, bisa pakai 156,” ujarnya.
Jaksa menolak mempertanyakan Edward tentang kesaksiannya. Ali mengatakan, sikap tersebut merupakan bentuk konsistensi anak asuhnya. Namun, dia siap menjelaskan di luar sidang.
Ali menjelaskan, penerapan pasal alternatif merupakan bagian dari sistem penuntutan, dan bukan merupakan bentuk keraguan jaksa terhadap suatu tindak pidana. Hakim dapat memutuskan tindak pidana apa yang akan diputuskan oleh majelis hakim.
“Kemudian terserah kepada majelis hakim untuk mengambil keputusan. “Dia otonom dan mandiri dalam mengambil keputusan,” ujarnya. Jaksa mengatakan, segala kesimpulan nantinya akan dituangkan dalam keputusan majelis hakim.
Sidang berakhir sekitar pukul 15.00 dan mulai minggu depan penasihat hukum akan menghadirkan saksi ahli lainnya untuk pembela. Mereka berencana mendatangkan banyak ahli agama karena menganggap materi persidangannya serius, bukan pidana.
—Rappler.com