Kartini Kendeng yang dijanjikan berdialog dengan Jokowi mengakhiri aksinya dengan menancapkan kakinya di semen
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Sejak hadirnya pabrik semen di Pegunungan Karst Kendeng, air dan tanaman di sekitarnya tercemar. Warga juga wajib membeli air minum pada musim kemarau.
JAKARTA, Indonesia – Sembilan perempuan asal Kendeng, Jawa Tengah, mengakhiri aksi menanam kaki dengan semen pada Rabu malam, 13 April, setelah berjanji akan berdialog dengan Presiden Joko “Jokowi” Widodo. Janji itu disampaikan Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki saat menyapa sembilan perempuan tersebut di luar Istana Negara.
“Tn. Presiden sudah beberapa kali bertemu dengan perwakilan warga yang menentang pembangunan (pabrik) semen ini dan kebetulan jadwal hari ini padat,” kata Teten yang didampingi Menteri Negara Pratikno.
Jadi, lanjut Teten, pertemuannya akan dijadwalkan lain waktu. Sementara menunggu waktu pasti untuk berkomunikasi dengan Jokowi, Teten mengaku akan terus berdialog dengan warga untuk memahami apa saja tuntutan mereka dan opsi yang bisa dibicarakan sebagai solusi.
“Soal tanggalnya (pertemuannya), kami belum tahu, karena sampai akhir bulan ini dia (Presiden) akan berada di luar negeri,” ujarnya.
Sementara itu, Koordinator Aksi Tanam Kaki Semen, Gunretno mengatakan, mereka siap mengakhiri aksi tersebut karena masih percaya pada pemerintah.
“Kami tetap yakin pemerintah akan berdialog dengan masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan di pegunungan Kendeng,” kata Gunretno.
Simak di bawah ini video pembongkaran semen yang mengikat kaki sembilan perempuan asal Kendeng, diambil dari Facebook KontraS:
Aksi sembilan perempuan tersebut bermula dari penolakan pembangunan pabrik semen yang dilakukan PT Sahabat Mulia Sakti (PT SMS), anak usaha Indocement. Akibat pembangunan pabrik tersebut, alam di pegunungan karst Kendeng bisa saja tercemar.
Ambarwati, salah satu dari sembilan perempuan yang ikut menanam kakinya dengan semen, mengatakan kepada Rappler bahwa pasokan air ke sawah kini terganggu. Alih-alih didengarkan oleh Bupati Pati tempat pabrik itu dibangun, pabrik tersebut malah diberikan izin lingkungan (AMDAL).
Ambarwati mengaku rela merekatkan kedua kakinya dan menahan rasa sakit demi memperjuangkan kehidupan cucunya di masa depan.
“Bagaimana dengan pabrik semen,” ujarnya.
Hal senada juga disampaikan Deni Yulianti. Ia mengatakan, sejak hadirnya pabrik semen tersebut, tanaman dan sumber air yang menjadi sumber kehidupan masyarakat tercemar.
“Kami berhak untuk hidup, begitu pula anak cucu kami. Pegunungan adalah sumber air kami, namun selama dua tahun terakhir masyarakat Grobogan harus membeli air di musim kemarau panjang karena adanya pembangunan pabrik semen,” ujarnya..- dengan laporan Febriana Firdaus, ANTARA/Rappler.com
BACA JUGA: