Konsumen Indonesia masih rentan terhadap eksploitasi
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Indeks keberdayaan konsumen Indonesia masih rendah yakni 34,17 dari nilai maksimal 100. Menteri Tom Lembong mengajak konsumen untuk memperjuangkan haknya.
Jakarta, Indonesia – Konsumen Indonesia nampaknya masih termasuk dalam kategori miskin jika berhadapan dengan produsen dan penyedia jasa. Tingkat keluhan konsumen juga relatif rendah. Kebanyakan juga tidak meluangkan waktu untuk membaca deskripsi produk.
Konsumen Indonesia harus sadar akan kualitas produk sehingga mendorong industri dalam negeri untuk meningkatkan kualitas, kata Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong pada puncak perayaan Hari Konsumen Nasional, Selasa, 26 April.
Menurut Tom Lembong, konsumen yang cerdas juga mampu membatasi diri dengan hanya mengonsumsi seperlunya saja. Pemerintah juga akan memanfaatkan informasi digital untuk mengedukasi konsumen dan mempercepat penyebaran informasi.
Hasil pemetaan Indeks Pemberdayaan Konsumen (IHK) Indonesia yang dilakukan Kementerian Perdagangan menunjukkan skor IHK Indonesia pada tahun 2015 hanya sebesar 34,17 dari nilai maksimal 100. Nilai tersebut masih jauh lebih rendah dibandingkan nilai IKK kalkulasi 29 negara Eropa pada tahun 2011 yang mencapai 51,31.
Mendag Tom menjelaskan, skor IKK sebesar 34,17 menunjukkan pemberdayaan konsumen Indonesia hanya pada tingkat pemahaman. Artinya konsumen Indonesia telah mengakui dan memahami hak dan kewajibannya sebagai konsumen, namun belum sepenuhnya mampu melaksanakan dan memperjuangkannya. Akibatnya konsumen Indonesia sangat rentan terhadap eksploitasi.
“Pemerintah mengajak seluruh konsumen Indonesia untuk menjadi konsumen kritis dan berperan aktif dalam memperjuangkan hak-haknya sebagai konsumen,” kata Tom.
Fakta tidak bisa diperjuangkannya hak-hak konsumen Indonesia salah satunya terlihat dari perilaku konsumen yang mengeluh ketika terjadi permasalahan. Dari 1 juta penduduk Indonesia, jumlah pengaduan konsumen hanya 4,1.
Sementara di Korea Selatan, jumlah pengaduan konsumen per 1 juta penduduk mencapai 64 pengaduan. Hal ini menunjukkan konsumen Korea Selatan tidak segan-segan menyampaikan keluhan.
Jika ditelusuri lebih lanjut, rendahnya pelaksanaan pengaduan konsumen disebabkan oleh kurangnya pengetahuan konsumen terhadap lembaga perlindungan konsumen yang ada. Dari survei lain yang dilakukan Kementerian Perdagangan, diketahui hanya 22,2% masyarakat Indonesia yang mengetahui tentang lembaga perlindungan konsumen, termasuk fungsi dan perannya.
Sebanyak 38,6% masyarakat Indonesia hanya mengenal lembaga perlindungan konsumen, namun belum mengetahui fungsi dan peran lembaga tersebut. Faktanya, sebanyak 39,2% masyarakat Indonesia tidak mengetahui sama sekali mengenai lembaga perlindungan konsumen.
Terkait hal tersebut, Mendag Tom menegaskan, lembaga perlindungan konsumen masih perlu diperkuat agar lebih dikenal dan dapat memberikan manfaat nyata bagi konsumen Indonesia. – Rappler.com
BACA JUGA: