Kami melakukan diplomasi real-time di Kementerian Luar Negeri
- keren989
- 0
Diplomasi di era digital memerlukan respons segera, terutama jika terjadi krisis yang mengancam keselamatan warga negara Indonesia
JAKARTA, Indonesia – “Saya punya dua item ini. Saya selalu meletakkannya di pangkuan saya. Ketika saya tidur, saya meletakkannya di sisi kanan kepala saya. “Sebenarnya agak berlebihan, tapi kalau ke kamar mandi pun saya bawa barang ini,” kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi kepada sekitar 70 pemimpin perempuan yang menghadiri acara bertajuk “Integrasi Perempuan dan Teknologi, untuk dihadiri” a Indonesia lebih sejahtera”, tepat di Hari Kartini, 21 April. Acara ini diselenggarakan oleh Rappler Indonesia bekerja sama dengan Ikatan Alumni Eisenhower Fellowship, Google Indonesia dan GoWork Coworking and Office Space.
Barang yang dimaksud Retno adalah dua buah telepon seluler yang setia mendampingi menteri luar negeri perempuan pertama Indonesia itu. (BA: 10 perempuan inspiratif Indonesia berbicara tentang peran teknologi)
Sebagai diplomat karir, Retno mengatakan dirinya dan rekan-rekannya diajarkan untuk selalu siap bekerja 24/7, dalam situasi kerja yang tidak mengenal batas waktu.
“Saat kita mau istirahat, diplomat kita di kawasan Eropa baru bangun. Kami mau tidur, perwakilan di AS baru saja bangun. “Apalagi dalam situasi krisis, teknologi komunikasi melalui telepon seluler memegang peranan yang sangat penting,” kata Retno.
Di era yang serba cepat dengan dukungan teknologi canggih ini, rasanya aneh jika para diplomat tidak memanfaatkannya. Menurut Retno, diplomasi di era digital perlu direspon segera. Semuanya cepat.
“Di lingkungan Kementerian Luar Negeri, saya sering mengatakan hal ini harus kita lakukan waktu sebenarnya diplomasi, reaksi sungguh waktu sebenarnya. Segera,” kata ibu dua anak itu.
Salah satu contoh betapa pentingnya merespons krisis dengan segera adalah ketika pemerintah Indonesia harus mengevakuasi WNI melalui Kementerian Luar Negeri saat konflik di Yaman. (BA: Situasi aman, WNI tetap berada di Yaman)
“Begitu terjadi serangan atau krisis teroris, saya harus bisa mendapat laporan dari duta besar dalam hitungan menit, berapa jumlah penduduk WNI di negara tersebut, berapa orang yang menjadi korban, apakah ada WNI yang menjadi korban. korbannya, apakah ada yang menghubungi pihak berwenang setempat? Cuma, apakah langsung mencari WNI di rumah sakit, dll. “Dalam hitungan menit saya bisa laporkan ke publik,” kata mantan duta besar Indonesia untuk Kerajaan tersebut. dari Belanda.
Menlu Retno mencontohkan situasi sempit yang terjadi di lapangan ketika diplomat Indonesia bekerja sama mengevakuasi ribuan WNI dari Yaman pada tahun 2015. Rombongan tersebut dicegat, rompi keselamatannya diambil dan dilarang menaiki pesawat untuk tiba di Yaman. mengangkut WNI dari lokasi konflik.
“Saya hampir tidak bisa tidur selama dua malam. Diplomat kita menjaga WNI, menjemput, mengantar ke suatu tempat, dan memastikan mereka dikeluarkan dari sana. Sulit dipercaya. Alhamdulillah kami juga bisa membantu warga negara lain yang terjebak di sana, karena negaranya tidak bisa masuk ke Yaman, ujarnya.
Di saat seperti ini, diplomat Indonesia bekerja dengan mengedepankan prinsip kemanusiaan. Siapapun yang ingin keluar dari wilayah konflik dibantu. Menteri luar negeri negara lain menghubungi Retno dan meminta bantuan agar warganya juga bisa dievakuasi.
“Dalam situasi krisis, kita semua bekerja dengan bantuan Gawai Ini. Berjalan telepon. “Ini merupakan contoh penting peran teknologi di era diplomasi digital,” kata Retno.
Karena dukungan teknologi, Retno tidak mempermasalahkan kinerja diplomat perempuan di Kementerian Luar Negeri. “Wanita mempunyai kekuatan, ketahanan. Teruslah bergerak maju dengan mendobrak hambatan. Tidak ada kematian. Jadi dalam semangat Hari Kartini, saya setuju perempuan Indonesia bisa berbuat apa saja, ujarnya lagi. (BA: Menlu Retno: Kualitas perempuan tidak boleh kalah dengan laki-laki)
Melakukan diplomasi digital berarti menggunakan seluruh saluran media sosial yang dianggap efektif dalam menjawab pertanyaan dan menyampaikan pesan kepada masyarakat. Akun Twitter @Portal_Kemlu_RI yang memiliki lebih dari 92.500 pengikut, misalnya, merupakan saluran tercepat dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat, yang juga digunakan oleh media sebagai sumber informasi resmi.
“Salah besar jika kami para diplomat tidak menggunakan media sosial dalam bekerja. “Informasi penting juga biasanya kita dapatkan dari media sosial,” kata Retno.
Meski demikian, ia mengingatkan pentingnya verifikasi dan validasi informasi yang berkembang di dunia maya. – Rappler.com