Tidak perlu adanya peraturan baru untuk payung hukum transportasi berbasis online
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menilai regulasi yang ada sudah cukup.
Jakarta, Indonesia – Ketua Komisi V DPR Fary Djemi Francis mengaku siap menerima usulan pemerintah untuk memberikan payung hukum transportasi berbasis aplikasi. on line. Salah satunya dengan merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Komisi V siap menyambut usulan pemerintah jika ingin melakukan revisi, ujarnya dalam keterangan tertulis yang diperoleh Rappler, Rabu, 23 Maret 2016 pagi. Menurutnya, pemerintah terlalu lambat dalam merespon perkembangan transportasi berbasis aplikasi.
Akibatnya, timbul konflik antara transportasi yang ada dan yang baru muncul. Permasalahan perbedaan perlakuan perizinan, persyaratan dan tarif menjadi sumber kesulitan. Penerapan angkutan umum berbasis teknologi dinilai melanggar peraturan angkutan umum.
Politisi Partai Gerindra ini meminta pemerintah menciptakan industri jasa angkutan umum yang mengutamakan keselamatan, keamanan, dan kenyamanan. Juga mematuhi standar pelayanan dan persaingan yang sehat sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku. “Termasuk penyedia jasa transportasi on line,” dia menambahkan.
Tidak perlu aturan baru
Meski demikian, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menyatakan tidak akan membuat atau mengubah aturan yang ada. Menurut dia, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) sudah cukup.
“Tidak perlu persiapan, aturannya sudah ada,” ujarnya.
Undang-undang ini memuat persyaratan bagi badan hukum, termasuk uji KIR. Jonan menilai persyaratan tersebut penting agar kendaraan tercatat dalam data pemerintah untuk menjamin keselamatan dan keamanan transportasi.
Namun, dia tidak berkomentar mengenai pengaturan tarif angkutan tersebut.
Organda meminta keadilan tarif
Adrianto Djokosoetono, Ketua Umum DPP Organda, secara terpisah menyatakan akan membahas perubahan tarif dengan pemerintah. Adanya transportasi berbasis on line dengan tarif yang tidak diatur memerlukan perlunya perubahan pada sektor ini.
“Kita akan membahasnya nanti,” kata salah satu petinggi penyedia layanan taksi Blue Bird.
Hal senada juga diungkapkan Direktur PT Blue Bird Noni Purnomo. Mereka tidak peduli terhadap persaingan dengan teknologi aplikasi, namun akan menuntut keadilan dalam regulasi tarif.
Tangkapan: kami tidak harus mengikuti ketentuan tarif
Managing Director Grab Indonesia Ridzki Karmadibrata mengatakan aturan penetapan tarif Grab Car dan Grab Bike berbeda dengan taksi. Sebab izin yang mencakup keduanya berbeda.
“Usai pertemuan, pemerintah menyarankan agar mitra pengemudi Grab mengajukan izin sewa angkutan umum,” ujarnya saat dihubungi Rappler, Rabu, 23 Maret 2016.
Hal ini berbeda dengan izin taksi konvensional, yang memiliki batasan tarif lebih rendah. Oleh karena itu, lanjut Ridzki, pembatasan tarif seperti ini tidak berlaku bagi kendaraan yang bermitra dengan Grab. Tarif akan tetap berdasarkan memasok Dan pertanyaan yang berlangsung menurut mekanisme pasar. Respon dan minat masyarakat menjadi tolak ukur apakah tarif yang berlaku sudah sesuai atau belum. -dengan laporan dari Antara/Rappler.com
BACA JUGA: