Lawan Liverpool, Arsenal Siap Kurangi ‘gegenpressing’
- keren989
- 0
Jakarta, Indonesia – Tekanan balik, Strategi andalan Jurgen Klopp di klub-klub yang dikelolanya mempunyai premis dasar: Musuh yang kehilangan bola di areanya akan lebih mudah ditembus.
Oleh karena itu, dalam implementasinya, strategi ini memerlukan implementasi tekanan ketat terhadap lawan karena bola masih berada di areanya. Hal ini akan membuat lawan terpojok dan bola bisa langsung direbut.
Namun ada harga yang harus dibayar dalam strategi ini. Salah satunya, fisik pemain. Pemain berlari tekanan balik perlu berlari lebih banyak. Mereka terus menekan dan mengikuti arah umpan lawan hingga bola berhasil ditangkap.
Dengan permainan yang lebih mengandalkan fisik, tubuh pemain pun harus memikul beban yang berat. Alhasil, badai cedera menimpa Liverpool, klub yang saat ini dilatih Klopp. Setidaknya tujuh pemain cedera. Tiga di antaranya mengalami luka-luka melumpuhkan.
Di antara mereka yang masuk daftar cedera adalah pemain andalan: Philippe Coutinho, Martin Skrtel dan Daniel Sturridge. Belum termasuk bek-bek yang cedera seperti Dejan Lovren dan Mamadou Sakho.
“melumpuhkan adalah kata-kata terkutuk tahun ini bagiku,” katanya dalam wawancara setelah menang tipis 1-0 melawan Leicester pada 26 Desember.
Harga yang dibayar tekanan balik itu terlalu mahal. Kecuali pemainnya turun karena cedera, kemenangan masih jauh untuk diraih.
Sejak kedatangan manajer asal Jerman tersebut, Liverpool hanya berhasil meraih 5 kemenangan dari 12 pertandingan di bawah asuhan Klopp. Selebihnya, mereka lebih banyak seri (3 kali) dan kalah (4 kali). Faktanya, kekalahan tersebut harus diderita klub-klub yang di atas kertas kualitasnya inferior, seperti Crystal Palace (1-2), Newcastle (0-2), dan Watford (0-3).
Namun, bukan berarti Klopp tidak membuat perbedaan di Anfield—markas Liverpool. Permainan klub nama panggilan Kepala sekarang lebih terorganisir. Mereka juga lebih ganas di lini tengah. Tekanan balik memudahkan dan mempercepat Liverpool merebut bola dari lawannya.
Kalau mereka sendiri, mereka lebih dominan. Sepanjang 12 pertandingan bersama Klopp, mereka selalu punya keunggulan dalam penguasaan bola. Hanya sekali saja mereka kehilangan dominasi yakni saat mengalahkan Manchester City 4-1. Kepemilikan Si Merah—Julukan Liverpool—saat itu hanya 41 persen.
Ditambah lagi, strategi tekanan balik yang memudahkan mereka mengalahkan klub-klub besar. Di antara raksasa Inggris yang tumbang di tangan Liverpool adalah Chelsea (3-1), Manchester City (4-1), dan pemuncak klasemen lima pekan berturut-turut Leicester City (1-0).
Lalu bagaimana dengan Arsenal? Pasukan Arsene Wenger bertamu ke Anfield pada Kamis 14 Januari dini hari pukul 03:00 WIB. Apakah nama panggilan tim Penembak apakah ini akan menjadi bencana kolosal keempat bagi Liverpool?
Arsenal Siap Kurangi ‘Gegenpressing’
Salah satu penyebab kehancuran Manchester City di tangan Liverpool adalah blunder pertahanan. Tekanan tinggi dalam strategi tekanan balik bek kanan Bacary Sagna kehilangan bola di areanya sendiri dan menghasilkan gol.
Arsene Wenger tentu memahami situasi ini. Alhasil, manajer asal Prancis itu seharusnya menginstruksikan anak buahnya untuk secepat mungkin mengeluarkan bola dari area pertahanannya. Dengan begitu tekanan tinggi Liverpool bisa diredam.
Meski begitu, meski bola tertahan di tengah, masih ada lini belakang yang langsung memberikan tekanan kepada Jordan Henderson dan kawan-kawan untuk merebutnya kembali.
Upaya untuk melakukannya sangat mudah bagi Arsenal. Musim ini, klub asal London Utara itu bukan lagi tim yang bermain sepak bola menyerang dengan keras kepala. Mereka lebih mudah beradaptasi. Mereka juga tidak segan-segan menunggu di belakang (jatuh dalam-dalam) setiap kali melawan tim yang maniak penguasaan bola.
Saat mengalahkan duo Manchester, Manchester United dengan skor 3-0 dan Manchester City 2-1, Per Mertesacker dan kawan-kawan justru mengeksekusi skema serangan balik.
Mereka membiarkan lawannya mendominasi dan menunggu waktu yang tepat untuk melakukan serangan balik dengan cepat. Maka tak heran jika penguasaan bola Arsenal di bawah 40 persen melawan duo Manchester.
Upaya menerapkan skema seperti itu kembali terbuka lebar bagi Arsenal. Memang, mereka pernah mengalami badai cedera yang sama seperti Liverpool. Tapi, komposisi mulai sebelas dalam beberapa minggu terakhir sudah cukup mumpuni.
Pemain sayap cepat seperti Theo Walcott dan Joel Campbell bisa kembali. Begitu pula para pengrajin membantu Mesut Oezil. Olivier Giroud yang baru menemukan ketajamannya musim ini pun siap menempati posisi ujung tombak.
Liverpool hancur karena badai cedera
Di sisi lain, Klopp harus khawatir dengan komposisi pemain yang terus berganti akibat cedera. Absennya Coutinho membuat ia harus menggantikan Roberto Firmino sayap tertinggal dalam formasi 4-3-3.
Susunan bek yang ditinggalkan Skrtel dan Dejan Lovren juga kemungkinan besar akan kehilangan Mamadou Sakho dan Kolo Toure yang diragukan tampil.
Jika memang tak bisa dimanfaatkan, Klopp bisa saja memaksa pemain lain untuk menjadi bek, seperti bek sayap Jose Enrique, gelandang bertahan Lucas Leiva, atau pemain minim pengalaman Thiago Illori.
Belum selesai soal komposisi pemain, Klopp juga harus menghadapi kenyataan bahwa performa penyerangnya sangat buruk. Mereka adalah klub Premier League terburuk dalam hal penyelesaian akhir.
Rasio konversi mereka (rasio antara peluang dan gol tercipta) adalah yang terburuk di liga. Hanya 10,2 persen. Bandingkan dengan klub yang saat ini berjuang di zona degradasi, Sunderland. Mereka memiliki tingkat keberhasilan yang lebih baik, yaitu 14,2 persen.
Dengan situasi ini, Arsenal memang pantas menjadi favorit. Tapi, Wenger tak mau acuh tak acuh. Ia menilai lawatan ke Anfield selalu tidak mudah. Siapapun pelatihnya.
“Pertarungan di Anfield selalu sulit. Dengan Brendan Rodgers (mantan manajer Liverpool) kami merasa sangat sulit menghadapi mereka. Apalagi dengan Klopp yang punya karakter bermain unik, kata Wenger seperti dilansir BBC. —Rappler.com
BACA JUGA: