• November 24, 2024

Ormas di Bandung membubarkan aksi monolog Tan Malaka dengan kekerasan

Sosok Tan Malaka yang mempelopori gerakan sayap kiri dinilai merupakan cerminan ideologi komunis sehingga membahayakan situasi kondusif di Bandung.

BANDUNG, Indonesia – Puluhan orang yang tergabung dalam Forum Komunitas Anti Komunis Bandung membubarkan aksi kekerasan monolog Tan Malaka bertajuk “Aku Rusa Berbulu Merah” di Institut Francaise D’Indonesie (IFI) Bandung, Jalan Purnawarman Bandung. pada hari Rabu 23 Maret. Pihak penyelenggara Mainteater dan IFI Bandung justru membatalkan pementasan pada Rabu malam tersebut.

Meski demikian, lokasi acara masih banyak dikunjungi oleh para artis dan pengunjung yang hendak menyaksikan acara tersebut. Karena batalnya pementasan teater, pengunjung pun akhirnya berbincang spontan yang membahas sosok Tan Malaka.

Hal inilah yang menuai kemarahan Forum Komunitas Anti Komunis Bandung. Mereka membubarkan diskusi yang berlangsung di halaman IFI Bandung. Kekacauan tidak bisa dihindari.

Massa forum yang mengatasnamakan ormas Islam itu meneriakkan kata-kata “Gulingkan PKI”.

“Semua orang berpencar. Bersih (tempat ini). Kenapa kalian berkumpul disini lagi? Telah diumumkan bahwa acara tersebut telah dibatalkan. Jadi semuanya sudah berakhir. “Saya tunggu kalian bubar,” kata seseorang yang berada di barisan depan massa ormas tersebut.

“Saya tidak melarang kesempatan Anda. Namun melarang acara-acara yang berbau komunis. “Kita juga tahu sejarah, kita tahu siapa Tan Malaka,” sahut yang lain.

“Kami seniman, kami bukan komunis,” jawab peserta percakapan.

Suasananya kacau. Pertengkaran kedua kubu terdengar gila.

Sayangnya, suara tangis anak kecil terdengar di tengah kerumunan. Untung saja langsung diamankan.

Acara yang tidak sah?

Kerusuhan akhirnya dibubarkan oleh Kapolsek Sumur Bandung, Kompol Wadi Sa’bani. Dia meminta kedua belah pihak bubar.

Kepada penyelenggara, Wadi mengkritisi acara yang dianggapnya tidak berizin.

“IFI telah beberapa kali mengadakan acara tanpa izin. Kami telah ditegur beberapa kali. Dampaknya seperti ini. “Mengingat kondisi seperti ini, sebaiknya acara tersebut tidak diadakan,” kata Wadi.

Pihak penyelenggara akhirnya mengikuti permintaan polisi, namun meminta jaminan keamanan.

“Jujur saja pak, kami selalu merasa diteror dengan kepindahan mereka,” Wawan Sofwan, sutradara monolog Tan Malaka, “Saya rusa berbulu merah.”

Direktur IFI Bandung, Melanie Martini, meminta polisi segera menutup dan menghentikan aktivitas di dalam gedung tersebut.

“Demi keselamatan semua orang, kita semua akan pulang malam ini. Jangan bergabung dengan permainan mereka. “Kita ikuti saja cara yang cerdas,” ujarnya.

Sayangnya dibatalkan

Menanggapi situasi tersebut, Wawan Sofwan mengaku sedih.

“Sedih sekali. Kita sudah tidak punya rasa aman untuk berekspresi seni. Rasanya kita tidak punya negara. Ketika kita butuh aparat pemerintah untuk menjamin hal itu bisa terlaksana, sepertinya mereka tidak ada di sini.” Bagi saya , sungguh menyedihkan,” kata Wawan.

Ia pun membenarkan pementasan karyanya pada Kamis, 24 Maret 2016 juga dibatalkan.

“Dibatalkan. (Pertunjukan) besok juga tidak mungkin dimainkan dengan tenang,” ujarnya.

Pembatalan pementasan monolog kisah Tan Malaka mengecewakan banyak pihak. Bahkan, pihak penyelenggara berhasil menjual 150 tiket. Setiap tiket dijual seharga Rp 30 ribu.

Salah satu calon penonton, Selly Martini mengaku kecewa dengan pembatalan tersebut.

“Sebagai masyarakat umum, jarang sekali kita menemukan karya berkualitas yang mengandung nilai-nilai kebaikan. Sudah jarang, pokoknya dilarang. Larangan juga TIDAK masuk akal Katakanlah komunis, siapa yang pertama kali berjuang untuk negara? Tan Malaka adalah pahlawan nasional. Mereka (ormas) ibarat pemilik negara. Kasus seperti ini terus berulang. Kemarin Turn Left Fest saat film Pulau Buru sekarang karya Kang Wawan, mengikuti mungkin kita,” jelas Selly.

Sementara itu, Dedi Subuh, Ketua Forum Masyarakat Anti Komunis Bandung Raya, mengatakan pihaknya tidak menolak seni teater, namun tidak mengusung tokoh komunis. Ideologi komunis, lanjut Dedi, jelas dilarang dalam TAP MPR No. 25 Tahun 1966.

Tokoh Tan Malaka jelas merupakan tokoh sayap kiri, kata Dedi.

Dedi mengklaim, 100 orang Forum Masyarakat Anti Komunis Bandung Raya dikerahkan untuk membatalkan pertunjukan monolog Tan Malaka. Menurut dia, kericuhan yang terjadi disebabkan adanya pembahasan mengenai Tan Malaka, meski telah disepakati pembatalan acara tersebut.

“Itu membuat kami kesal. Kami sama-sama cinta Bandung. Jangan jadikan Bandung yang sudah kondusif menjadi kurang kondusif dengan peristiwa-peristiwa yang mengusung ideologi komunis. “Itu bertentangan dengan NKRI,” ujarnya.

Tan Malaka adalah seorang pionir sayap kiri yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia melawan penjajah Belanda. Tan Malaka pun dinyatakan sebagai pahlawan nasional pada era pemerintahan Presiden Sukarno Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 53 yang ditandatangani pada tanggal 28 Maret 1963. – Rappler.com

BACA JUGA:

Hongkong Prize