Bagaimana netizen melihat tragedi 1965?
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Kami bertanya kepada netizen tentang pandangan mereka terhadap tragedi 1965.
Dalam Sesi I Simposium Nasional 1965 hari kedua, 19 April 2016, Direktur Center for Southeast Asian Studies-Indonesia (CSEAS-Indonesia) Yosef Djakababa memberikan pandangan umum masyarakat Indonesia terkait tragedi 1965 yang diucapkan. Kenangan tragedi tersebut diarahkan pada peristiwa berdarah 1 Oktober, dengan tujuan menjaga keberlangsungan rezim.
Menurut Yosef, ada 4 pandangan umum terhadap Orde Baru, yaitu:
- Mereka yang masih percaya dengan narasi bentukan Orde Baru
- Siapa yang melihat tragedi 1965 dari sudut pandang korban
- Mereka yang masih bingung harus percaya dengan narasi Orde Baru atau kenangan para penyintas
- Siapa yang tidak peduli dan mengabaikannya
Di era Orde Baru, wacana peristiwa berdarah ini seolah bungkam. Banyak generasi yang tumbuh pada saat itu tidak mengetahui tentang pelanggaran HAM yang terjadi.
Rappler Indonesia melakukan jajak pendapat di Twitter untuk mengetahui bagaimana reaksi pengguna Twitter terhadap tragedi 1965. Alhasil, banyak yang melihatnya dari sudut pandang korban. Hal ini menunjukkan bahwa netizen semakin kritis terhadap pertanyaan kebenaran sejarah.
Menurut Yosef Djakababa, ada 4 pandangan umum terhadap Orde Baru. Kamu yang mana? https://t.co/EbfU8iiYVU
— Rappler Indonesia (@RapplerID) 19 April 2016
Namun, ada juga yang percaya dengan narasi Orde Baru.
Narasi Orba @RapplerID karena saya lahir di zaman Orde Baru, bukan korban.
— Ahmad Komaini (@Komaini_ahmad24) 19 April 2016
Video pembacaan puisi Taufiq Ismail mendapat banyak reaksi.
Pembacaan puisi Taufik Ismail mendapat protes dari keluarga korban #simposium65 Itu disebut provokator pic.twitter.com/KgirJ5kR4y
— Rappler Indonesia (@RapplerID) 19 April 2016
Netizen terbagi: beberapa merasa kasihan pada para penggemar:
Tentu saja Anda masih bisa diundang. https://t.co/OeK2nnsz7N
— Gita Hastarika (@hastarika) 19 April 2016
Mengapa Anda tidak bermaksud melakukan rekonsiliasi? Jika kedua belah pihak, saat protes, bagaimana cara berdamai? https://t.co/4qTXjEpuP8
— Bhakti Pradana (@PradanaBhakti) 19 April 2016
Saya sudah tua dan masih suka provokasi 🙁 https://t.co/pWQBuI1IV0
— Jokondokondo (@adhityasth) 19 April 2016
Namun banyak juga yang mendukung penyair yang ikut merintis Manifes Kebudayaan (Manikebu) tersebut.
Tidak ada tempat bagi Komunis @rapplerid. Di Bumi Pertiwi, rakyat Indonesia lah yang menjadi korban kekerasan. Inilah orang-orang yang patut menggugat keluarga PKI
— DIRMPSGRND (@Dirman2562) 19 April 2016
@RapplerID Alhamdulillah Pak Taufik… pembantaian yang dilakukan PKI terhadap umat Islam tidak akan pernah bisa dilupakan @DPP_FPI @syihabrizieq pembantaian PKI
— Devin R (@DevinRmd) 19 April 2016
@RapplerIDJangan takut Pak Taufik Ismail, terus siarkan anti PKI karena di usia bapak kami sangat merasa tindakannya keji.
— Rudi Mulawarman (@IMulawarman) 19 April 2016