• November 26, 2024

Imigrasi mencegah Fredrich Yunadi dan Hilman Mattauch meninggalkan negara itu

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Pencegahan ke luar negeri itu atas perintah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut dugaan terhambatnya penyidikan kasus korupsi KTP Elektronik.

JAKARTA, Indonesia – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta imigrasi mencegah empat orang yang diduga menghalangi proses penyidikan Setya Novanto pergi ke luar negeri. Keempat orang tersebut adalah mantan pengacara Setya, Fredrich Yunadi; asisten Setya, Reza Pahlevi; Pengemudi Toyota Fortuner, M. Hilman Mattauch; dan Achmad Rudyansyah.

Nama terakhir melaporkan empat orang yang berasal dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai dari tingkat penyidik ​​hingga pimpinan Bareskrim Mabes Polri.

“Mereka dilarang keluar negeri selama enam bulan terhitung sejak 8 Desember 2017. Alasannya, diperlukan informasi terkait untuk proses penyidikan. “Jadi ketika informasi ini dibutuhkan, kami berharap mereka tidak berada di luar negeri,” kata Febri Diansyah, Juru Bicara KPK, di Kantor KPK, Selasa, 9 Januari.

Menurut Febri, keempatnya diperiksa penyidik ​​karena diduga terlibat menghalangi proses penanganan kasus KTP Elektronik dengan terdakwa Setya Novanto. Pada 16 November 2017, penyidik ​​lembaga antirasuah kesulitan menangkap Ketua DPR nonaktif tersebut di kediamannya di Jalan Wijaya nomor XIII, Jakarta Selatan. (BACA: Drama Penangkapan Setya Novanto yang Berakhir Gagal)

Saat penyidik ​​tiba di kediaman Setya, pria berusia 62 tahun itu sudah menghilang. Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) pun telah menetapkan mantan Ketua Umum Partai Golkar itu sebagai buronan. Keesokan harinya, Setya tiba-tiba mengalami kecelakaan di kawasan Permata Hijau. (BACA: Drama Setya Novanto: Mengalami Kecelakaan dalam Perjalanan ke KPK)

Toyota Fortuner bernomor polisi B 1732 ZLO dikendarai mantan jurnalis Metro TV Hilman Mattauch. Diakuinya, mobil yang dikendarainya menabrak tiang lampu. Setya pingsan dan mengalami luka memar, sedangkan Hilman dan asistennya tidak terluka sama sekali.

Fredrich saat itu menyebut mantan kliennya mengalami kecelakaan serius saat berangkat ke kantor KPK dan menyerahkan diri.

KPK mengingatkan, jika terbukti ada hambatan dalam proses penyidikan kasus Setya, ada ancaman hukum 12 tahun menunggu sesuai Pasal 12 ayat (1) huruf b UU KPK.

Kecelakaan murni

Sementara itu, polisi menyatakan kejadian yang dialami Setya pada 16 November 2017 hanyalah kecelakaan belaka. Itu diambil dari hasil kasus dengan tersangka kasus kecelakaan, Hilman Mattauch. Padahal, masyarakat menilai ada beberapa kejanggalan dalam kejadian tersebut.

Berdasarkan keterangan saksi, tersangka, proses ICP, hasil pemeriksaan APM dan visum, kami nyatakan (kejadian) murni kecelakaan lalu lintas, kata Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Halim. . Pagarra di Mabes Polda Metro Jaya pada 6 Desember 2017 seperti dikutip media.

Menurut Halim yang mengutip saksi ahli, airbag mobil Fortuner tidak mengembang karena kecepatan mobil sekitar 21 kilometer per jam.

“Kecepatan awal diperkirakan 50 km/jam, lalu menabrak aspal, lalu pelek pecah, lalu pecah. Kemudian mengurangi kecepatannya dan menabraknya dari pohon, lalu mengecil lagi dan menabrak tiang lampu jalan umum. Jadi tidak ada kondisi open air bag,” ujarnya dan menjelaskan.

Lantas, apakah laporan tersebut dibagikan kepada lembaga antikorupsi? Menurut Febri, tim Polda Metro Jaya mendatangi kantor KPK untuk menanyakan Setya terkait kecelakaan tersebut. Namun, dia mengingatkan, kejadian mobil Setya menabrak tiang lampu dan proses menghalangi penyidikan adalah dua hal yang berbeda. Padahal pokok bahasannya sama.

“Kewenangan investigasinya berbeda-beda. Polisi punya kewenangan fokus mengusut kecelakaan, sedangkan KPK menyaksikan peristiwa yang diyakini menghambat penyelidikan. Bahwa prosesnya (dilakukan) pada saat kecelakaan, itu yang harus kami jelaskan,” kata mantan aktivis antikorupsi itu. – Rappler.com

judi bola