• November 27, 2024

Harapan Indonesia di ASEAN Para Games 2017

SOLO, Indonesia – Ni Nengah Widiasih mencium bendera Merah Putih dengan haru pada Selasa, 12 September di Solo, Jawa Tengah.

Hari itu, Imam Nahrawi, Menteri Pemuda dan Olahraga, dibebaskan kontingen yang akan mengikuti ASEAN Para Games (APG) 2017 di Kuala Lumpur, 17-23 September dan Nengah merupakan salah satu atlet yang dikirimkan Indonesia.

TTujuannya hanya satu: memperdengarkan lagu Indonesia Raya di arena olahraga penyandang disabilitas se-Asia Tenggara. Tapi dia memang benar Saya tidak akan puas jika hanya mencapai target medali emas. Ia ingin memecahkan rekor atas namanya sendiri mulai dari APG 2014 di Myanmar hingga APG 2015 di Singapura.

“Rekor terakhir saya ada di angkatan angkat 95 kilogram, dan saya ingin memecahkannya lagi di Kuala Lumpur. “Saya akan coba, kita lihat saja nanti,” kata Nengah.

Peraih perunggu Paralimpiade 2016 Rio de Janeiro cabang angkat besi ini merupakan salah satu andalan Indonesia yang diharapkan bisa menyumbang medali emas pada pesta olahraga dua tahunan yang digelar usai Sea Games tersebut.

Nengah merupakan salah satu dari 196 atlet yang dipilih National Paralympic Committee (NPC) untuk berangkat ke Malaysia. Mereka akan mempertandingkan sebelas cabang olahraga yakni atletik, angkat besi, bulutangkis, catur, goal ball, sepak bola Cerebral Palsy, panahan, renang, tenis meja, bowling, dan voli duduk.

NPC menargetkan kontingen Indonesia meraih 107 medali emas dari cabang unggulan seperti atletik, renang, panahan, tenis meja, dan angkat besi. Organisasi yang menaungi olahraga atlet berkebutuhan khusus ini juga menargetkan juara umum, mengulangi kesuksesan Indonesia di Myanmar tiga tahun lalu.

“Target ini tidak berlebihan jika melihat persiapan, cabang olahraga yang dipilih, dan prestasi para atlet. “Semuanya terukur, sudah kami hitung, hanya perlu kerja keras dari para atlet di arena,” kata Senny Marbun, Ketua NPC.

Jika melihat penampilan di tiga APG terakhir, Indonesia punya rekor yang patut dibanggakan meski harus selalu bersaing dengan Thailand. Indonesia keluar sebagai runner-up Solo 2011 dan Singapura 2015, serta menjadi juara umum Naypyidaw 2014.

Dari delapan kali digelar, Negeri Gajah Putih paling mendominasi APG dengan mengoleksi enam kali juara umum. Indonesia dan Malaysia masing-masing satu kali.

Perjuangan atlet Indonesia tidak akan mudah karena selain Thailand, Malaysia diperkirakan akan menjadi pesaing berat sebagai tuan rumah. Apalagi jika menilik pelaksanaan Sea Games 2017 di Kuala Lumpur yang beberapa kali dinodai oleh keputusan wasit dan juri di arena yang dinilai tidak adil.

Oleh karena itu, Menpora Imam Nahrawi mengingatkan seluruh atlet agar tidak mudah terprovokasi dengan tindakan tidak adil yang menguntungkan tuan rumah yang disinyalir akan terulang kembali. Ia menyarankan agar atlet, pelatih, atau ofisial tim mencatat peristiwa tidak olahraga dan nama wasit atau juri agar dapat memberikan masukan kepada penyelenggara.

“Jangan goyah dan patah semangat meski ada ‘tekanan’ di arena. Catat dan segera protes jika ada wasit dan juri yang tidak adil. “Kami juga akan memastikan mereka tidak diundang untuk mengikuti Asian Games dan Asian Para Games di Indonesia tahun depan,” kata Imam.

Selain itu, tuan rumah dinilai terlalu mengambil keuntungan dengan menyisihkan banyak cabang olahraga dan event yang kurang baik bagi Malaysia sehingga memicu protes dari beberapa negara peserta. Misalnya catur yang sempat dihapus dari daftar cabang olahraga oleh penyelenggara, dan akhirnya dimasukkan kembali setelah mendapat protes dari Indonesia.

Pelatih tenis meja Rima Ferdianto mengakui penghapusan nomor sengketa tersebut merupakan kerugian bagi Indonesia karena panitia menghapus sepuluh nomor ganda. Meski demikian, ia tetap optimistis 31 atlet cabang unggulan tersebut setidaknya bisa meraih 12 medali emas.

“Semua orang siap bertarung. “Kami hanya akan bersaing ketat dengan Thailand dalam perebutan emas, karena cabang ini bukan favorit tuan rumah,” kata Rima.

Bukan atlet ‘kelas dua’

Selain APG, para atlet juga sudah dipersiapkan sejak kecil untuk menghadapi Paralimpiade tingkat Asia tahun depan. Apapun hasil akhirnya di Malaysia, itu bukanlah prestasi akhir melainkan hanya target sementara dan tolak ukur para atlet untuk membidik prestasi lebih tinggi saat Indonesia berpeluang menjadi tuan rumah Asian Para Games 2018.

Para atlet tersebut sudah hampir setahun menjalani pemusatan latihan nasional (pelatnas) di Solo. Kota yang pernah menjadi tuan rumah APG 2011 ini dipilih karena mendukung fasilitas yang memadai bagi penyandang disabilitas.

Tak hanya sarana olah raga umum, di kota ini juga terdapat fasilitas penunjang berupa Gedung Prof. Dr. RS Ortopedi Soeharso dan Pusat Pembinaan dan Pelatihan Rehabilitasi Sumber Daya Masyarakat (PPRBM) – merupakan pusat rehabilitasi fisik tempat sejumlah atlet Paralimpiade menjalani terapi dan pembedahan.

Meski banyak orang yang tampil di pertandingan dan kejuaraan internasional, atlet penyandang disabilitas masih dipandang sebagai atlet ‘kelas dua’. Prestasi yang mereka raih di kejuaraan internasional kurang mendapat perhatian media atau respon masyarakat.

Mereka kalah terkenal dibandingkan para atlet bulu tangkis yang kembali ke Indonesia dengan membawa emas. Padahal, atlet penyandang disabilitas juga merupakan pahlawan olahraga yang membela dan mengharumkan nama Indonesia.

Bahkan, ketika performa Indonesia di ajang olahraga internasional menurun, para atlet penyandang disabilitas kerap mencari pelipur lara dengan meraih banyak emas. Kali ini mereka akan membuktikan bahwa atlet-atlet berkebutuhan khusus di Indonesia bisa berkarya dan meraih prestasi di Malaysia, seperti yang dikatakan Prof Dr Soeharso “cacat atau tidaknya bukan ukuran kemampuan seseorang”.

Untuk menghilangkan anggapan atlet ‘kelas dua’, pemerintah memberikan fasilitas, perlakuan, dan penghargaan yang setara bagi atlet penyandang disabilitas. Misalnya, Presiden mengundang Widiasih ke Istana segera setelah lifter nomor tiga dunia itu kembali ke negara asalnya usai berlaga di Brasil.

Sementara untuk angkutan APG 2017, Kemenpora untuk pertama kalinya menggandeng Garuda Indonesia yang melayani penerbangan langsung rute Solo-Kuala Lumpur untuk mengangkut kontingen pulang pergi. Penyewaan maskapai penerbangan ini dimaksudkan untuk memberikan pelayanan nomor satu bagi para atlet penyandang disabilitas.

Selain itu, yang terpenting adalah pemberian hak kepada mereka yang berprestasi berupa bonus tunai dan kesempatan menjadi PNS – dengan syarat usia maksimal 35 tahun. Imam menjamin besaran bonus tunai yang diterima setara dengan 35 tahun. . – Permainan atlet sama dengan atlet pada umumnya, tidak ada diskriminasi penghargaan. .

“Apakah ada bonus sebelumnya yang belum dibayarkan? Apakah sudah diterima sepenuhnya di akun pribadi Anda? Jika ada yang tidak beres, laporkan saya sekarang. Karena komitmen Presiden untuk memberikan apresiasi kepada seluruh pejuang Merah Putih, kata menteri Partai Kebangkitan Bangsa itu. – Rappler.com

sbobet wap