Apakah demonstrasi tanggal 5 Mei masih perlu dilakukan?
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Wakil Presiden Jusuf “JK” Kalla meminta agar hasil sidang kasus Ahok diserahkan ke pengadilan.
JAKARTA, Indonesia – Jelang sidang putusan kasus Gubernur DKI, Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama, Ormas Gerakan Nasional Pengawal Fatwa-Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) kembali menggelar aksi pada Jumat, Mei 5 atau yang disebut “505”. Ketua Umum GNPF-MUI Ustadz Bachtiar Natsir mengaku kecewa dengan keputusan jaksa penuntut umum (JPU) yang hanya mendakwa Ahok dengan pasal 156 KUHP tentang keanggotaan kelompok.
Menurut jaksa, Ahok tidak terbukti melakukan penodaan agama sesuai pasal 156a. Di mata Bachtiar, hal itu adalah permainan hukum.
“Drama sidang yang tercium sejak awal hendak memindahkan pasal 156a ke pasal 156, namun nyatanya terjadi. “Tidak hanya bermain-main dengan hukum, tapi juga mengganggu rasa keadilan umat Islam Indonesia,” kata Bachtiar saat memberikan keterangan pers di gedung AQL Center, Selasa, 2 Mei seperti dikutip. media.
Dia menilai tuntutan jaksa melemahkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Saat ini, dia sedang mengajukan surat pemberitahuan penindakan ke Mapolda Metro Jaya, Selasa malam lalu.
Meski dilakukan berdekatan dengan sidang penjatuhan hukuman Ahok, Bachtiar membantah tindakan tersebut untuk memberikan tekanan kepada hakim atau mengintervensi nanti dalam pengambilan keputusan. Sama seperti aksi sebelumnya, GNPF-MUI mengajak umat Islam berkumpul di Masjid Istiqlal.
Usai menunaikan salat Jumat, mereka akan melakukan prosesi panjang menuju Mahkamah Agung.
Harus ada batasan
Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf “JK” Kalla menilai aksi demonstrasi pada 5 Mei tidak diperlukan. JK meminta masyarakat menyerahkan hasilnya ke proses pengadilan.
Pemerintah menilai hal itu tidak perlu lagi karena pengadilan adalah urusan mereka, kata JK usai membuka acara Kebebasan Pers Dunia di Jakarta, Rabu, 3 Mei, seperti dikutip. media.
Meski demikian, JK mengaku tidak bisa melarang masyarakat untuk melakukan aksi unjuk rasa. Namun masih ada batasan antara lain waktu, lokasi dan jumlah peserta. Jika protes berakhir ricuh, polisi akan bertindak.
Himbauan serupa juga disampaikan Kapolri Tito Karnavian. Ia mengatakan, tidak perlu ada aksi unjuk rasa lagi karena akan mengganggu ketertiban umum.
“Meskipun demonstrasi diperbolehkan sebagai bagian dari negara demokrasi, namun undang-undang sendiri menentukan ada empat batasan yang tidak diperbolehkan, yaitu mengganggu ketertiban umum, tidak dapat mengganggu hak asasi orang lain, tidak mencemarkan nama baik, dan tidak mencemarkan nama baik. perhatikan etika dan moral,” ujarnya. Tito saat ditemui di Mapolres.
Ia juga meminta masyarakat yang tidak berkepentingan untuk tidak datang secara massal. Sebab jika semua orang turun ke jalan, bisa mengganggu ketertiban umum.
Tito juga mengingatkan, aksi demonstrasi tersebut bukan untuk memberikan tekanan kepada hakim dalam persidangan kasus Ahok. Sebab melanggar pasal 6 UU nomor 9 tahun 1998.
“Hakim tentunya bebas mengambil keputusan dan dijamin oleh undang-undang berdasarkan minimal dua alat bukti, amanah dan tanggung jawab memutus perkara kepada Tuhan Yang Maha Esa,” ujarnya. – Rappler.com