• May 14, 2025

Tiga negara sepakat untuk melakukan patroli air bersama

Saat ini, Panglima Angkatan Bersenjata tiga negara sedang menyusun prosedur operasi standar (SOP) patroli perairan.

YOGYAKARTA, Indonesia – (UPDATED) Pemerintah Indonesia, Filipina dan Malaysia akhirnya sepakat untuk melakukan patroli bersama di wilayah perairan masing-masing untuk mencegah kejahatan transnasional termasuk pembajakan. Demikian salah satu pokok kesepakatan yang dicapai pada Kamis 5 Mei dalam pertemuan tripartit di Gedung Agung, Yogyakarta.

Selain poin-poin tersebut, ada tiga poin lain yang disepakati, yaitu:

1. meningkatkan koordinasi dalam pemberian bantuan cepat kepada warga dan kapal yang mengalami kesulitan

2. meningkatkan kerja sama dalam pertukaran informasi dan intelijen, serta memperkuat dan memastikan efektivitas kerja sama dalam keadaan darurat dan ancaman keamanan

3. formasi saluran telepon panas komunikasi antara ketiga negara untuk meningkatkan koordinasi jika terjadi keadaan darurat dan ancaman keamanan

Pertemuan tripartit ini hanya berlangsung satu jam, lebih cepat dari perkiraan. Menurut Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, hal itu disebabkan sebelumnya sudah ada pertemuan di Jakarta dengan dua menteri luar negeri dan Panglima TNI untuk membahas empat poin tersebut.

Pertemuan tripartit tersebut diprakarsai pemerintah Indonesia setelah 10 awak kapal tunda Brahma 12 dan kapal Anand 12 diculik oleh kelompok milisi Abu Sayyaf. Peristiwa pembajakan tersebut juga berdampak pada 4 awak kapal asal Malaysia dan 1 warga Filipina.

Retno menjelaskan, patroli bersama diperlukan untuk memastikan warga di kawasan ASEAN aman saat beraktivitas di kawasan tersebut. Selain itu, DAS Sulu-Sulawesi telah menjadi jalur perairan ekonomi yang strategis.

“Lebih dari 18 juta orang melintasi perairan ini. “Kami meyakini jika ancaman perompakan di laut, penyanderaan, dan kejahatan lintas negara lainnya tidak segera diatasi, maka akan berdampak pada tingkat kepercayaan di sektor perdagangan,” kata Retno saat memberikan siaran pers. .

Selain Menlu Retno dan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, pertemuan tersebut juga dihadiri Menteri Luar Negeri Filipina Jose Rene D. Almendras dan Menteri Luar Negeri Malaysia Dato’ Sri Anifah Aman. Panglima Angkatan Darat Malaysia Tan Sri Dato’ Sri Gend. Zulkifeli Mohd. Zin, dan Penjabat Panglima Angkatan Bersenjata Filipina Laksamana Muda Caesar C. Taccad menemaninya.

Bisa lintas negara

Kini persoalannya bagaimana menerapkan patroli militer gabungan di perairan tersebut? Gatot menjelaskan, tim dari ketiga negara tersebut saat ini masih membahas Standar Operasional Prosedur (SOP) patroli tersebut.

Bulan ini rencananya akan selesai SOPnya, kemudian kita lanjutkan dengan pertemuan di Jakarta, kata Gatot.

Hal lain yang ditanyakan masyarakat adalah mengenai kapal dari tiga negara dapat memasuki wilayah negara lain untuk tujuan kemanusiaan. Misalnya ketika seseorang atau kapal tenggelam, kapal dari negara lain bisa melintasi perbatasan dan memberikan bantuan.

Menurut Gatot, kesepakatan tersebut dilakukan karena adanya kesepahaman antara ketiga negara bahwa jika menyangkut masalah kemanusiaan, tidak lagi diketahui batas wilayahnya.

Saat kita berada di Indonesia, kita melihat sebuah kapal Filipina tenggelam di dekat kita di perairan mereka. Bisakah kita diam saja? “Kami bisa masuk ke perairan Filipina untuk memberikan bantuan,” ujarnya.

Hormati konstitusi negara tetangga

Menurut pengamat hukum internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, pembuatan SOP harus dilakukan secara hati-hati dan menghormati konstitusi negara tetangga seperti Filipina. Dalam konstitusinya, Filipina tidak mengizinkan pasukan militer asing memasuki wilayahnya.

“Jika ini dilanggar, presiden berpotensi dibunuhmenuduh oleh parlemen,” kata Hikmahanto kepada Rappler melalui telepon, Kamis, 5 Mei.

Mantan Dekan Fakultas Hukum ini sejak awal mengatakan, patroli bersama bukanlah solusi untuk mencegah kejahatan di perairan Kalimantan bagian utara. Menurutnya, sebagian besar aksi perompakan terjadi di perairan Filipina. Sementara dari peristiwa pembajakan 10 awak kapal yang menarik Brahma 12 dan Anand 12, awalnya diketahui bahwa mereka bukanlah sasaran pembajakan. Tapi seorang pengusaha asing berkulit putih.

Sedangkan secara de facto perairan yang sering dijadikan wilayah bajak laut sudah dikuasai oleh kelompok milisi dan pemberontak. “Jangan memberi kesan Indonesia memihak kelompok militer Filipina,” ujarnya.

Sebab, lanjut Hikmahanto, dalam proses pembebasan 10 WNI kemarin, kelompok penculik mengaku menghormati posisi Indonesia yang sangat membantu proses perdamaian di Filipina Selatan. Ia berharap upaya patroli militer gabungan ketiga negara tersebut tidak menghilangkan strategi penjangkauan budaya yang menurutnya dapat membebaskan 10 awak kapal WNI dari kelompok milisi. —dengan laporan Santi Dewi/Rappler.com

BACA JUGA:

Keluaran HK Hari Ini