• September 29, 2024

Manchester United Tak Cukup Cetak Gol, Apakah Jamie Vardy Solusinya?

Perekrutan bomber Leicester City pun tak akan mampu menyelesaikan masalah produktivitas gol Manchester United asuhan Louis Val Gaal. Setan Merah perlu mengevaluasi filosofi bermainnya

JAKARTA, Indonesia — Kegagalan Manchester United di Liga Champions harus diikuti dengan fokus mereka pada sisa gelar utama: Liga Premier Inggris. Sayangnya, hanya beberapa hari setelah tersingkir dari Liga Champions, United kalah 1-2 melawan klub kecil Bournemouth pada Minggu 13 Desember.

Kekalahan ini belum menjadi bencana bagi United. Setidaknya mereka masih berada di empat besar. Bandingkan dengan Chelsea yang sudah terpuruk dan masih mendekam di dasar klasemen.

(BACA: Hasil Liga Inggris: Manchester City Kembali ke Puncak, MU Kalah)

Chelsea duduk di peringkat 14 dan fans masih percaya pada manajer mereka, Jose Mourinho. Mereka bahkan membentangkan spanduk bertuliskan: “Dia salah satu dari kami.”

Mari kita lihat kondisi United lebih dalam. Hingga mencapai Liga Inggris Hari pertandingan 16, Manajer United Louis van Gaal menjadikan pertahanan United terkuat di Liga Inggris. Mereka hanya kebobolan 12 gol. Paling sedikit dari semua tim.

Lalu kenapa fans sangat membencinya Pak Van Gaal?

Penyebabnya adalah produktivitas gol. Tim berjuluk Setan Merah ini lebih terobsesi menguasai bola ketimbang melakukan tembakan.

Dalam beberapa laga, United hanya mampu melepaskan satu tembakan akurat, yakni saat melawan Tottenham Hotspur, Manchester City, Crystal Palace, dan West Ham United.

Melawan tim tangguh seperti City dan Spurs, wajar jika United hanya mampu melepaskan satu tembakan. Tapi Crystal Palace dan West Ham?

(BACA: Paul Scholes: Manchester United Tak Punya Kreativitas)

United jarang melakukan tembakan musim ini. Total tembakan mereka hanya 178 kali. Bandingkan dengan tetangganya yang berisik, Manchester City, yang membombardir lawannya dengan 272 tembakan. Itu hampir 1,5 kali lipat!

Produktivitas gol United pun menurun tajam pada musim ini. Mereka hanya mampu mencetak 21 gol. Jumlah tersebut bahkan lebih sedikit dibandingkan West Ham United (25 gol). Tak heran jika manajer West Ham, Slaven Bilic, dengan lembut menggoda United.

“Pada masa Sir Alex Ferguson, United selalu membombardir lawannya dengan banyak tembakan. Mereka bermain cepat dan berbahaya.” dia berkata.

Musim lalu, di pekan yang sama, jumlah gol yang dicetak juara Liga Inggris 20 kali itu lebih baik. Mereka mengoleksi 29 gol.

Jika United finis di posisi keempat kompetisi musim lalu, bagaimana para penggemar bisa mengharapkan mereka bersaing dalam perebutan gelar juara ketika produktivitas gol Setan Merah –julukan United– justru menurun?

Fanatik ‘penguasaan bola’

Van Gaal sangat mendasarkan permainan timnya pada soliditas pertahanan. Sama seperti salah satu muridnya, Jose Mourinho. Seperti ungkapan yang sudah lama melekat pada manajer asal Portugal tersebut, “Serangan memenangkan pertandingan, tetapi pertahanan memberi Anda gelar.”

Namun, fokus pada pertahanan saja tidak cukup, menurut mantan pelatih Barcelona dan Bayern Munich itu. Perlu menambahkan kontrol bola. Sebagai produk sekte sepak bola total Van Gaal pun menegaskan obsesi besarnya terhadap Belanda penguasaan bola.

Semua prinsip dasar filsafat ini diperkuat dengan penekanan yang sering ia sebut “secara kolektif“. Tidak ada pemain yang menonjol. Semua orang fokus pada soliditas permainan secara keseluruhan.

Alhasil, United menjadi tim yang punya angka lewat terbanyak di Premier League (8.662 assist). Mereka juga menjadi satu tim dengan penguasaan bola tertinggi ke Arsenal. Soalnya penguasaan bola membuat Arsenal menjadi senjata yang efektif dengan kemampuan penyerangnya mencetak gol.

Situasi ini sempat disindir Sir Alex Ferguson pada September lalu. Saat menghadiri forum pelatih yang diadakan Federasi Sepak Bola Eropa (UEFA), ia mengatakan ada saatnya penguasaan bola sudah tidak relevan lagi yaitu ketika umpannya tidak signifikan bagi hasil serangan tim.

Atau bahasa lebih lugasnya, pass hanya terjadi di zona aman saja. Bukan umpan yang menembus ruang tamu lawan.

Jamie Vardy juga tidak bisa membantu United

Meski kerap melakukan umpan-umpan, namun United tidak banyak melakukan umpan-umpan terobosan yang berbahaya. Mereka juga tidak memiliki kemampuan melakukan serangan balik yang tepat. Faktanya, forum UEFA menyatakan hal tersebut sedang menjadi tren penguasaan bola zaman mendapatkan tiket Barcelona hampir berakhir. Muncul tren baru yakni serangan balik.

Itu berdasarkan statistik gol yang dicetak sepanjang Liga Champions 2014-2015. Sebanyak 20,6 persen gol terjadi lewat serangan balik.

Di Liga Inggris, Leicester City menjadi tim yang paling mampu melancarkan serangan balik berbahaya. Terlebih lagi, mereka punya sayap cepat Riyad Mahrez (10 gol, 6 membantu) dan striker lincah Jamie Vardy (14 gol, 2 membantu).

(BACA: Kisah Jamie Vardy: Dari Biasa Menjadi Raja)

Bagaimana jika kedua pemain tersebut baru saja pindah ke Manchester United? Konon, United mengincar Vardy dan bomber Tottenham Hotspur, Harry Kane. Peter Schmeichel ragu apakah ‘efek Vardy’ akan mampu membantu United.

“Jamie Vardy adalah pemain yang cepat. Ia harus bermain di tim yang mengandalkan serangan balik luar biasa. United bermain terlalu lambat. Vardy tidak akan bisa berkembang di sana,” kata Schmeichel dalam wawancaranya Olahraga Langit.

Jika teman sekelas Vardy dan Harry Kane tidak bisa membantu mereka, siapa yang bisa? — Rappler.com

BACA JUGA:

Pengeluaran Sidney