• November 26, 2025
Registrasi kartu prabayar wajib, konsumen mengkhawatirkan perlindungan data pribadi

Registrasi kartu prabayar wajib, konsumen mengkhawatirkan perlindungan data pribadi

YOGYAKARTA, Indonesia – Kementerian Komunikasi dan Informatika mewajibkan pelanggan kartu seluler prabayar untuk mendaftarkan nomornya pada Nomor Induk Kependudukan dan Kartu Keluarga. Kebijakan ini akan berlaku mulai 31 Oktober hingga Februari tahun depan.

Sejumlah akademisi, pakar, dan konsumen telah membahas reaksi terhadap peraturan tersebut, yang menurut banyak pihak memiliki kesenjangan dalam perlindungan data pribadi konsumen.

“Saya bingung, ada kelompok yang kesulitan mendapatkan KTP. “Haruskah mereka sekarang dicabut haknya untuk menggunakan kartu seluler prabayar,” kata Ning Fero, aktivis kelompok marginal asal Bantul, Sabtu 28 Oktober.

Perempuan tersebut mengatakan, ada sejumlah waria, kelompok adat, dan penyandang disabilitas yang sengaja disembunyikan oleh keluarganya dan hingga saat ini tidak memiliki KTP.

“Apakah ada mekanisme lain yang disediakan pemerintah untuk orang-orang ini? Tanpa KTP banyak hak yang terampas dan ketika terjadi bencana nasibnya akan semakin terpinggirkan karena berbagai kebijakan selalu bertumpu pada satu data itu, kata Ning dalam diskusi publik bertajuk “Regulasi Seluler: Wajib Registrasi, Perlindungan Tidak Pasti?” yang berlangsung di ballroom Hotel Universitas Negeri Yogyakarta.

Selain Ning, beberapa peserta diskusi lain yang digelar Combine Resource Institution juga mengungkapkan keprihatinan dan pengalamannya terhadap KTP. Ada peserta yang khawatir data pribadinya akan mudah dilihat oleh operator selain yang berwenang atau tercantum dalam aturan.

Ada pula yang khawatir datanya disalahgunakan untuk keperluan iklan berbagai barang dan jasa seperti perbankan. Ada kekhawatiran bahwa aktivitas penggunaan Internet yang merupakan bagian dari privasi akan mudah diketahui tanpa sepengetahuan pengguna.

“Istri saya pernah menerima telepon dari pemasok yang menanyakan nama lahir ibu saya. Saya sudah lama mendaftarkan kartunya dan baru belakangan ini mendapat telepon. Artinya operator bisa mengakses data pribadi saya, kata salah satu peserta diskusi.

Kewajiban perlindungan data tanpa hukum

Tiga pembicara dihadirkan dalam diskusi tersebut, antara lain Kepala Dinas Kominfo DIY Rony Primanto, Kepala Cyber ​​Law Center Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Sinta Dewi Rosadi, dan CEO Kumparan Heru Tjatur.

Tiga sumber sepakat bahwa peraturan yang berasal dari Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika nomor 14 tahun 2017 ini memiliki banyak kekurangan.

“Kami dari Pemprov belum pernah melakukan sosialisasi mengenai daftar ulang ini. “Saya mencari tahu dari berbagai media apa yang bisa saya temukan,” kata Rony Primanto, kepala departemen komunikasi dan informasi do-it-yourself. Sepengetahuannya Kominfo daerah hanya sebatas pengawas. Segala permasalahan, jika ada, akan dilaporkan ke pusat.

Menurut dia, pendaftaran pelanggan pascabayar sudah dilakukan. Salah satu alasan wajibnya registrasi adalah demi keamanan pelanggan.

“Kami sering menerima SMS berisi penipuan. “Pendaftaran ini salah satu alasannya demi keamanan dan kenyamanan pelanggan,” ujarnya.

Dari sisi kepercayaan, yang ditawarkan pemerintah saat ini adalah komitmen bahwa data akan aman dan tidak disalahgunakan. “Ada komitmen data tersebut digunakan untuk verifikasi ulang. “UUnya belum ada,” ujarnya.

Bagi Sinta Dewi Rosadi, Permenkominfo hanya memberikan perlindungan yang minim. Sementara itu, hasil penelitian yang ada tidak menunjukkan adanya korelasi antara penurunan angka kejahatan melalui registrasi kartu seluler dan kartu seluler. Menurutnya, hal ini menyebabkan peraturan serupa dicabut di Meksiko setelah diberlakukan.

“Peraturan menteri tersebut tidak menerapkan standar yang digunakan di seluruh dunia mengenai jaminan prinsip perlindungan data. Misalnya saja terkait transfer data antar instansi atau luar negeri. Peraturan Menteri tersebut belum mengatur apakah terjadi penyalahgunaan data. “Karena tidak mungkin bisa diselesaikan secara administratif,” ujarnya.

Kirim SMS ke ibu untuk minta pulsa dan berbagai penawaran produk

Menurutnya, data pribadi merupakan bentuk hak asasi manusia yang paling mendasar. Data pribadi yang dapat dibaca melalui KTP dan KK akan melekat pada orang tersebut hingga orang tersebut meninggal dunia.

Di negara lain, aturan serupa muncul setelah undang-undang data pribadi sebelumnya. Sementara di Indonesia, undang-undang yang sering dijadikan rujukan adalah Undang-undang nomor 23 tahun 2013 tentang kependudukan.

“120 negara telah mengatur perlindungan data pribadi melalui undang-undang khusus. Sebab di era ekonomi digital, informasi data pribadi sangatlah penting. Dalam aturan tersebut, misalnya, tidak disebutkan bagaimana data akan dihapus oleh operator jika kita berhenti menjadi pelanggan. Lalu bagaimana kalau datanya bocor, ujarnya.

Secara pribadi, Sinta menilai akan lebih baik penerapan aturan tersebut ditunda hingga ada undang-undang yang mengatur tentang perlindungan data pribadi. Menurut dia, undang-undang ini sudah berjalan selama tiga tahun terakhir, namun belum masuk dalam daftar prioritas pembahasan DPR dan pemerintah pada tahun ini.

“Bagi pemerintah, UU ini penting karena banyak negara di Eropa yang sudah menerapkan General Data Protection Regulation. Mereka hanya akan bekerja sama dengan negara-negara yang memiliki prinsip dasar pengaturan data sesuai standar mereka. Artinya ada potensi kolaborasi di lapangan perdagangan elektronik yang akan hilang jika standar tersebut tidak dipenuhi,” ujarnya.

Heru Tjatur juga mengamini perlunya mekanisme transparansi yang menjamin perlindungan data pribadi. Peraturan tersebut harus memiliki instruksi yang jelas, protokol yang transparan sehingga teknis pelaksanaannya dapat divalidasi bersama.

“Lembaga harus melakukan evaluasi secara berkala untuk melindungi privasi konsumen. Di Kenya misalnya, sudah ada nomor portabel. Jika Anda tidak menyukai layanan dari operator tertentu, Anda dapat berpindah ke operator lain dengan nomor yang sama. Bukan di sini,” katanya.

Menurut dia, hal yang paling meresahkan selama ini adalah banyaknya tawaran dari berbagai pelaku industri barang dan jasa yang tiba-tiba mengirim pesan atau menelepon ke nomor ponselnya.

“Yang menjengkelkan sebenarnya bukan SMS Ma yang minta kredit, tapi tawaran kredit rumah tanpa agunan dan sebagainya,” kata Heru seraya mendukung pemerintah melindungi konsumen dari berbagai tawaran seperti itu. —Rappler.com

situs judi bola online