Mahasiswa NTT Kabur, Pedagang Malang Keluhkan Penjualan Lambat
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
“Ada yang bilang mereka sudah pulang dan tidak akan kembali ke sini lagi. Maaf, semua langganan saya hilang.’
MALANG, Indonesia – Muji, seorang pedagang bakso di Kota Malang, terlihat duduk di pinggir Jalan Locari di Desa Sekarpuro, Kabupaten Malang, pada Kamis, 24 Maret. Gang yang biasanya ramai dikunjungi pelajar asal Nusa Tenggara Timur (NTT), tampak sepi.
“Sejak mereka berangkat sepi, banyak langganan saya yang hilang,” kata Muji, seorang perantau yang tinggal di sekitar Desa Sekarpuro.
Anda bisa melihat siomay dan aneka gorengan serta lidah pinggang memenuhi rak-rak di toko bakso. Penjual bakso yang sudah berjualan selama beberapa tahun terakhir ini mengaku sedih dan khawatir pelanggannya tidak akan kembali lagi.
“Ada yang bilang mereka sudah pulang dan tidak akan kembali ke sini, jadi miris, langganan saya semua hilang,” ujarnya.
Langganan yang dimaksud Muji adalah ratusan mahasiswa asal NTT yang ditampung di Desa Sekarpuro terpaksa mengungsi pada Rabu, 23 Maret, karena takut diserang mahasiswa asal Maluku Tenggara akibat tewasnya Sasehen Leplepen, salah satu STIMIK. Mahasiswa Asia, Malang.
Winda, warga Jalan Locari, mengatakan, siswi asal NTT berkumpul di satu tempat pada Selasa malam dan tidur di rumah tersebut. “Para siswi tersebut berkumpul dan tidur di asrama putri di Jalan Kenanga sejak Selasa malam. “Rabu pagi mereka kembali dan membawa semua barangnya, jadi asrama sepi,” kata Winda.
Winda mengaku belum mendengar rumor atau ancaman kerusuhan. Rumah Winda memang tidak disewakan, namun banyak rumah di sekitarnya yang ditempati mahasiswa NTT.
“Saya tidak tahu kenapa mereka pergi, tapi semua yang ada di sini kosong. Rumah yang bersebelahan dengan Pak. Muri hanya punya satu orang Madura yang tersisa. “Ada anak kos yang punya bayi, dia juga pergi membawa barang-barangnya,” ujarnya.
Supri, anak Muri membenarkan, kediaman orangtuanya sepi. Dari empat kamar tersebut, hanya satu kamar yang masih ada penghuninya. Pria yang sehari-harinya berjualan siomay mie di Jalan Locari ini mengatakan tarif walk in-nya adalah Rp 300.000 per bulan.
“Sekarang sepi, tapi kalau kembali tidak apa-apa, asal mulai dari awal lagi dengan menunjukkan identitasnya,” kata Supri.
Selain itu, kepulangan ratusan pelajar NTT ini diakuinya juga dirasakan oleh para pedagang di pasar Madyopuro yang menjadi tempat mereka berbelanja berbagai kebutuhan.
“Sekarang sepi, orang-orang di pasar hanya mengeluh karena sepi. Tapi tidak masalah, nanti biaya yang kosong pasti diisi orang lain,” ujarnya. – Rappler.com
BACA JUGA: