Identitas baru Si Nyonya Tua
- keren989
- 0
Tak ada lagi sisa-sisa kejayaan Conte di Juve. Segalanya kini menjadi milik Allegri.
JAKARTA, Indonesia – Saat Massimiliano Allegri ditunjuk sebagai pelatih Juventus, banyak pihak Juventus yang mengkritik keputusan manajemen tersebut. Rekam jejak Allegri yang kurang meyakinkan belakangan ini di AC Milan membuat mereka mempertanyakan apakah ia mampu mempertahankan apa yang telah dibangun Antonio Conte.
Tak hanya menolak namanya, Juventus malah melontarkan hinaan menanggapi kehadirannya. Mereka melemparkan telur busuk saat Allegri pertama kali menginjakkan kaki di markas klub Turin.
Tiga musim berselang, nampaknya para fans harus menelan kembali ucapannya. Allegri adalah pilihan terbaik Bianconeri. Juve tak tergoyahkan dominasinya di Serie A.
Musim ini mereka akan menang untuk ketiga kalinya scudetto berselisih dengan pelatih kelahiran Livorno itu. Gelar keenam berturut-turut Juve jika dihitung sejak era kebangkitan mereka setelah skandal dan sanksi.
Artinya, nyaris tak ada masalah sejak tongkat estafet kepelatihan dilimpahkan dari Conte ke Allegri.
Faktanya, bersama Allegri mereka punya “bonus” yang tidak bisa diberikan Conte: konsisten berada di empat besar Liga Champions dalam tiga musim terakhir. Faktanya, dua musim lalu, atau tepatnya di musim pertama Allegri menjabat, Juve langsung menjadi pemuncak klasemen Si Kuping Besar meski dikalahkan 1-3 oleh Barcelona.
Allegri pun terbukti menjadi juru taktik yang matang. Ia bukan tipe pelatih yang egois dan memaksakan pola bermain kesukaannya pada tim. Pada musim pertamanya, mantan pelatih Cagliari dan Sassuolo itu tidak banyak melakukan perubahan. Sebaliknya, ia membangun Juve baru dengan gaya, pemain, dan fondasi yang ditinggalkan Conte.
Perubahan membutuhkan waktu. Dan Allegri sangat menikmati waktunya. Perlahan dia mengubah wajahnya Wanita tua. Kepergian Andrea Pirlo, pemain yang “warisanConte di Juve, menjadi tanda perubahan sedang terjadi. Begitu pula masuknya Sami Khedira, Gonzalo Higuain, Paulo Dybala, dan Dani Alves.
Juve yang di era Conte lebih banyak bermain dengan umpan-umpan panjang kini lebih bervariasi. Mereka juga memiliki lebih banyak variasi skema mengatur permainan di area terakhir. Kehadiran Paulo Dybala, pemain yang punya kelebihan besar menggiring bolayang memberi dimensi lain pada kotak terlarang lawan.
Juve baru di bawah asuhan Allegri lebih mampu melakukan banyak hal dibandingkan era Conte yang monoton.
Jika era Conte identik dengan sistem tiga bek, Allegri lebih fleksibel. Dia bisa bermain 4-2-3-1 atau juga 3-5-2. Tak hanya itu, ia juga kerap melakukan perubahan sistem di tengah pertandingan. Melawan Barcelona di perempat final misalnya. Juve beberapa kali berpindah dari sistem tiga bek ke sistem empat bek.
“Dengan dia kami tidak hanya terpaku pada satu formasi. “Kami bisa mengubah karakter permainan meski pertandingan sedang berlangsung,” ujar gelandang Claudio Marchisio seperti dikutip These Football Times.
Kemampuan beradaptasi itulah yang tidak dimiliki Conte, namun Allegri kuasai. Bersama Conte, lanjut Marchisio, formasi dan skemanya mengatur permainan lebih terencana. Penerapan di lapangan juga lebih disiplin—tidak bisa disebut kaku. Allegri lebih fleksibel, katanya.
Allegri lebih mampu beradaptasi
Adaptasi memang menjadi salah satu permasalahan Conte. Meski Chelsea kini berada di puncak klasemen Liga Inggris, namun tim asal London biru itu kerap kebingungan saat menghadapi tim yang sangat paham karakternya. Mereka sulit merespons perubahan.
Pada laga melawan Manchester United pada Minggu 16 April misalnya. Conte dibuat bingung dengan reaksi mengejutkan formasi 3-5-2 yang dimainkan United. Victor Moses dan Cesar Azipilicueta harus berganti posisi agar lepas dari cengkeraman pasukan Jose Mourinho.
Selain itu, kelebihan lain dari pelatih berusia 49 tahun itu adalah dalam hal rotasi pemain. Allegri mampu menangani tim “gemuk” seperti Juve dengan baik. Mereka memiliki striker dengan perbedaan kualitas yang tidak terlalu drastis seperti Mario Mandzukic dan Gonzalo Higuaian, atau di lini tengah seperti Claudio Marchisio dan Sami Khedira.
Manajemen pemain Allegri terbukti sukses dalam mencetak gol. Gol Juve di Liga Champions dicetak oleh 11 pemain berbeda. Dan hampir semua lini menyumbang gol
Statistik tersebut menunjukkan bahwa Juve tidak mengandalkan jumlah pemain tertentu, juga tidak mengandalkan produktivitas gol di lini depan.
Laga melawan AS Monaco pada Kamis, 4 April pukul 01:45 WIB di leg pertama babak semifinal Liga Champions bakal menjadi ujian lain bagi Allegri. Laga ini jelas penuh kenangan bagi para pendukung Juve. Pada tahun 1998, Juve yang masih diperkuat Allessandro Del Piero menghadapi AS Monaco di babak semifinal. Mereka menang 4-1 di kandangnya (saat itu masih di Delle Alpi) dan kalah 2-3 di Stade Louis II, kandang Monaco.
Beberapa nama pemain akan absen. Salah satunya adalah Khedira. Allegri tidak akan khawatir. Marchisio bisa mengisi posisi yang ditinggalkan Khedira. Khedira memang lebih secara fisik sedangkan Marchisio lebih dari itu Seluler. Masing-masing dari mereka tidak hanya saling melengkapi, tapi juga membuat perbedaan saat bermain, kata Allegri seperti dikutip dari Football Italia.—Rappler.com