Film ‘Jakarta Unfair’ dan ‘Jihad Selfie’ yang dinilai meresahkan masyarakat dibatalkan di TIM
- keren989
- 0
Penayangan tersebut diduga dibatalkan karena konten film dokumenter Jakarta Unfair menyinggung Pemprov DKI
JAKARTA, Indonesia – Pengunjung kegiatan “Documentary Days” di Taman Ismail Marzuki (TIM) terpaksa gigit jari saat mengetahui dua film yang semula dijadwalkan tayang malam ini malah dibatalkan panitia. Dua film yang dibatalkan itu berjudul “Jakarta Unfair” dan “Jihad Selfie”.
Berdasarkan keterangan tertulis CEO Rahma Indira Marino, pembatalan pemutaran kedua film tersebut karena risiko keamanan yang dikhawatirkan manajemen TIM. Sebelumnya pihak panitia menjadikan kendala teknis sebagai alasan pembatalan. Namun hal tersebut menimbulkan pertanyaan dari warganet, termasuk rumah produksi Watch Doc yang memproduksi film Jakarta Unfair.
Teman-teman @jakartaunfair Saat ini menunggu penjelasan resmi panitia mengenai kabar pembatalan pertunjukan di XXI Taman Ismail Marzuki, malam ini. pic.twitter.com/pN3DtknEdk
— Dandhy Laksono (@Dandhy_Laksono) 26 November 2016
“Kami mohon maaf kepada semua pihak atas ketidaktransparan kami melalui cuitan kami di Twitter resmi mengenai alasan film Jakarta Unfair tidak ditayangkan,” kata Rahma dalam keterangan tertulis yang dipublikasikan, Sabtu, 26 November.
Dijelaskannya, Unit Pengelola Teknis (UPT) sebagai pihak yang mengelola TIM merasa berisiko jika film Jakarta Unfair diputar di kompleks TIM.
Karena kawasan ini merupakan pusat seni dan budaya yang berada di bawah binaan Pemda DKI Jakarta, kata Rahma.
Sedangkan Jakarta Unfair berkisah tentang aksi penggusuran tanpa henti yang dilakukan Pemprov DKI terhadap warga miskin.
Penayangan film Jihad Selfie pun menuai kekhawatiran. Pasalnya, sehari setelah penayangan, kawasan TIM didatangi petugas polisi yang mempertanyakan pihak penyelenggara.
“UPT TIM dan XXI TIM telah menyatakan tidak bertanggung jawab atas konten film yang akan kami tayangkan jika panitia tetap ingin menayangkan film tersebut. “Tanggung jawab penuh ada pada panitia,” kata Rahma menjelaskan kronologis kejadian.
Sedangkan kegiatan Documentary Days merupakan program tahunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia. Oleh karena itu akan lebih beresiko jika turut serta membawa nama universitas dalam hal ini.
Setelah berdiskusi antara panitia, narasumber dan pihak rumah produksi, mereka semua menerima keputusan pembatalan penayangan kedua film tersebut.
Tebak
Sutradara film dokumenter Jakarta Unfair, Dhuha Ramadhani, mengharapkan tindakan seperti itu terjadi pada mereka. Pasalnya, konten film yang mereka buat jelas-jelas mengkritisi kebijakan Pemprov DKI.
“Kami membuat film terkait penggusuran di Jakarta, mungkin mereka khawatir, kenapa filmnya diputar di rumah mereka sendiri,” kata Dhuha yang dihubungi Rappler melalui telepon, Sabtu, 26 November.
Ini adalah kejadian pertama satu bulan setelah film tersebut dirilis. Jakarta Unfair telah tayang di hampir 30 lokasi dan tidak pernah dibatalkan secara sepihak dan tiba-tiba seperti yang terjadi di TIM.
“Mungkin karena tempat yang digunakan (pemutaran film) bukan milik Pemprov. Sebelumnya, pemutaran film dilakukan di balai desa dan kampus. “Di sana kami netral dan menerima perbedaan,” kata Dhuha.
Sama seperti calon penonton, Dhuha dan rekan-rekan Watch Doc-nya jelas kecewa. Larangan penayangan film jelas menggambarkan kemerosotan demokrasi di Indonesia. Namun mereka tidak menyerah. Bahkan, tim Watch Doc semakin antusias menayangkan film Jakarta Unfair ke publik.
“Karena kami yakin apa yang kami lakukan ini benar dan untuk memperjuangkan rakyat. Jadi, kita akan terus nonton bareng kemanapun kita pergi, ujarnya.
Dhuha dan rekan-rekannya mengaku tak heran dengan langkah pelarangan film di TIM karena hal itu sudah pernah terjadi sebelumnya. Pada tahun 2009, film Balibo Five juga dilarang ditayangkan di TIM selama Festival Film Jakarta (JIFFest). Terakhir, pada Februari lalu, Festival Belok Kiri juga tidak disetujui diadakan di TIM.
Argumen paling umum yang tersebar dan juga digunakan di kota-kota lain untuk melarang kegiatan serupa adalah ‘meresahkan masyarakat’, merupakan isu sensitif, dapat memicu kemarahan dan memecah belah NKRI,” kata Dhuha.
Diperiksa di luar negeri
Meski mendapat penentangan di Indonesia, film Jakarta Unfair justru akan tayang di luar negeri. Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di Kyoto, Jepang akan mengadakan nonton bareng di kampus mereka Minggu depan.
Sementara itu, untuk menutupi kekecewaan calon penonton yang tidak bisa datang ke Documentary Days, panitia tetap akan memutar film Jakarta Unfair di lokasi dan waktu berbeda.
Rappler meminta konfirmasi kehadiran petugas yang dikunjungi panitia Jumat pekan lalu dari Kapolsek Menteng Ronald Purba. Ia mengaku sedang mengkonfirmasi informasi tersebut kepada anggotanya.
Film Jakarta Unfair merupakan film dokumenter yang berisi rekaman aktivitas kehidupan masyarakat marginal akibat perkembangan kota yang tidak ramah terhadap mereka. Cara-cara tersebut dikhawatirkan akan ditiru oleh kota-kota lain yang memiliki program Kota Tanpa Kumuh yang didanai pinjaman Bank Dunia. – dengan pelaporan oleh Santi Dewi/Rappler.com