• November 23, 2024
Dua guru JIS kembali dipenjara selama 11 tahun

Dua guru JIS kembali dipenjara selama 11 tahun

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Sebelumnya Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis Ferdinand dan Bantleman 10 tahun penjara, namun Pengadilan Tinggi Jakarta membebaskan keduanya.

JAKARTA, Indonesia — (DIPERBARUI) Mahkamah Agung mengabulkan permohonan banding jaksa penuntut dan menjatuhkan hukuman 11 tahun penjara kepada dua guru Jakarta Intercultural School (JIS) yang dituduh dalam kasus pelecehan seksual terhadap siswa sekolah internasional.

Majelis hakim hari ini, Kamis, 24 Februari 2016, menilai guru asal Kanada, Neil Bantleman, dan staf administrasi asal Indonesia, Ferdinand Tjiong, terbukti melakukan pelecehan seksual terhadap siswanya.

Mahkamah Agung menilai kedua terdakwa terbukti (melakukan pelecehan seksual) dan menjatuhkan hukuman 11 tahun penjara, kata anggota Majelis Hakim Kasasi, Suhadi, di Jakarta, Kamis.

Menurut Suhadi, majelis kasasi menilai pertimbangan hukum majelis hakim tingkat pertama (Pengadilan Negeri Jakarta Selatan) sudah tepat.

Sebelumnya Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis Ferdinand dan Bantleman 10 tahun penjara, namun Pengadilan Tinggi Jakarta membebaskan keduanya.

Berdasarkan putusan kasasi tersebut, jaksa penuntut umum mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dan akhirnya majelis kasasi memperberat hukuman menjadi 11 tahun penjara.

Vonis Pengadilan Tinggi selama 11 tahun lebih rendah dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut keduanya divonis 12 tahun penjara.

Kasus pelecehan seksual terhadap siswa JIS ini bermula dari laporan orang tua siswa pada tahun lalu.

Ia melaporkan pelecehan seksual terhadap anaknya, seorang siswa TK berusia 6 tahun, yang dilakukan petugas kebersihan kepada JIS.

Setelah polisi melakukan pengembangan, kasus ini pun melibatkan kedua guru tersebut.

Pemerintah AS kecewa

Keputusan Mahkamah Agung mengejutkan dan mengecewakan pemerintah AS. Melalui Kedutaan Besar AS di Jakarta, pemerintah menyatakan berdasarkan hasil persidangan di Mahkamah Agung yang digelar pada Agustus 2015, tidak cukup bukti untuk menuntut kedua guru tersebut.

“Tidak jelas bukti apa yang dimiliki Pengadilan Tinggi untuk membatalkan keputusan Pengadilan Tinggi. “Masyarakat internasional akan terus memantau secara ketat kasus ini,” tulis Kedutaan Besar AS di Jakarta dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 25 Februari.

Mereka mengatakan, hasil proses hukum di Indonesia melalui kasus ini akan mempengaruhi pandangan masyarakat internasional terhadap penegakan hukum di Indonesia. Berdasarkan informasi dari situs resmi JIS, sekolah ini pertama kali didirikan oleh sekelompok ekspatriat yang bekerja di Jakarta pada tahun 1951.

Saat itu, mereka bekerja di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Indonesia. Saat itu, Indonesia baru saja merdeka dan mulai menerima perwakilan dari negara lain. Para pekerja PBB sepakat untuk mendirikan sekolah untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anak mereka.

Sekolah tersebut kemudian diberi nama Joint Embassy School pada tahun 1969 karena diisi oleh anak-anak ekspatriat asal Inggris, Amerika Serikat, Australia, dan Yugoslavia.

Dampak serius terhadap hubungan Kanada-RI

Pemerintah Kanada akhirnya mengeluarkan pernyataan. Melalui Menteri Luar Negeri Stephane Dion, Kanada mengaku terkejut dan kecewa dengan hukuman 11 tahun penjara tersebut.

“Kami sangat kecewa dan terkejut Mahkamah Agung Indonesia menjatuhkan hukuman kepada Neil Bantleman dan rekannya, Ferdi Tjiong, tidak berdasarkan bukti yang cukup,” kata Dion dalam situs resmi pemerintah Kanada.

Menurut Dion, putusan hukuman tersebut tidak adil mengingat banyaknya kejanggalan dalam proses penyidikan kasus tersebut hingga persidangan dimana seluruh bukti yang diajukan tim kuasa hukum Neil ditolak.

“Neil tidak diberi kesempatan untuk membuktikan bahwa dia tidak bersalah. Meski pemerintah Kanada telah meminta agar proses hukum diulangi, namun kasus ini masih belum ditangani secara adil dan transparan, ujarnya.

Ia juga mengatakan keputusan pengadilan Indonesia berdampak serius terhadap sejarah panjang hubungan kerja sama Kanada-Indonesia, terutama reputasi Indonesia sebagai negara yang aman untuk bekerja, bepergian, dan berinvestasi.

“Kami akan terus memberikan bantuan konsuler kepada Neil,” ujarnya.

—Antara Report/Rappler.com

BACA JUGA:

Keluaran Hongkong