Apakah Presiden terpilih Donald Trump baik untuk Indonesia?
- keren989
- 0
Dunia terkagum-kagum. Donald Trump terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat pada Rabu, 9 November pekan ini. Pria kulit putih berusia 70 tahun ini secara tak terduga mengalahkan calon presiden dari Partai Demokrat Hillary Clinton yang disukai para pengamat politik. Hampir tidak ada survei yang berani memprediksi kemenangan Trump.
Tentu saja dunia terkejut. Selama tiga dekade, ia hanya dikenal sebagai pengusaha real estat dan berkepribadian glamor. Gaya bicaranya ceroboh dan cara bicaranya cenderung santai, bahkan terkadang kasar dan kurang sopan santun. Selama kampanye, ia kerap melontarkan komentar-komentar kontroversial, mulai dari rencananya membangun tembok besar di perbatasan Amerika Serikat-Meksiko, melarang sementara umat Islam masuk ke Amerika, hingga menjelek-jelekkan lawannya hingga menyebut masuk penjara.
Artikel ini bukan bermaksud menganalisis bagaimana Trump mampu mengalahkan Clinton yang sudah lebih dulu berkecimpung di dunia politik, melainkan dampak kepemimpinan Presiden terpilih Trump terhadap Indonesia.
(BACA: 5 hal yang perlu Anda ketahui tentang Donald Trump)
Amerika Serikat saat ini merupakan kekuatan ekonomi terbesar di dunia, serta kekuatan militernya dan pengaruh sosial dan budayanya yang signifikan. Oleh karena itu, berbagai kebijakan Presiden terpilih Trump, khususnya di bidang ekonomi dan politik, akan berdampak pada berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Berbagai kebijakan Trump, khususnya di bidang ekonomi dan politik, secara langsung dan tidak langsung akan berdampak pada negara-negara di dunia, termasuk Indonesia.
Mereka yang terbiasa mengikuti kampanye politik tentu paham bahwa retorika kampanye tidak selalu berbanding lurus dengan implementasi di dunia nyata. Meski demikian, komentar kontroversial Trump tersebut masih dipandang sebagai ancaman terhadap stabilitas perekonomian global yang saat ini sedang mengalami penurunan.
Sebagai calon presiden yang mewakili keresahan sosial yang dialami kelas menengah kulit putih di Amerika Serikat, yang mengalami stagnasi pendapatan selama bertahun-tahun, Trump berjanji akan mengembalikan ribuan pekerjaan manufaktur ke tanah Amerika. Ia menyalahkan perusahaan-perusahaan besar Amerika yang membuka pabrik produksi di negara lain, seperti China dan India, untuk mendapatkan tenaga kerja murah.
(BACA: Barang Jas Donald Trump Ternyata Buatan Indonesia)
Trump menyalahkan perjanjian perdagangan yang ditandatangani oleh pemerintah AS, seperti Perjanjian Pasar Bebas Amerika Utara (NAFTA), yang disahkan di bawah Presiden Bill Clinton, sebagai penyebab hilangnya jutaan lapangan kerja di Amerika Serikat. Nasib Perjanjian Perdagangan Trans-Pasifik atau yang dikenal dengan Trans-Pacific Partnership (TPP) yang diusung Presiden Barack Obama belum jelas nasibnya karena Trump dalam banyak kesempatan menilai perjanjian dagang ini merugikan kepentingan ekonomi. Amerika Serikat.
Saat ini, Indonesia bisa dikatakan berada dalam posisi yang diuntungkan karena belum menandatangani perjanjian dagang TPP yang sejatinya dirancang untuk menyaingi pengaruh perdagangan Tiongkok di kawasan Pasifik. Sementara itu, beberapa negara lain seperti Australia, Malaysia, dan Vietnam khawatir karena nasib TPP semakin tidak menentu pasca meninggalnya Presiden Barack Obama.
Meski dampaknya belum bisa kita prediksi secara pasti, namun yang pasti semangat proteksionisme perdagangan akan menjadi salah satu slogan utama yang akan digaungkan Trump. Hal ini tentu saja berbanding terbalik dengan pemerintahan Presiden Obama yang aktif mendorong globalisasi. Trump mengancam akan menaikkan tarif impor produk dari Tiongkok dan negara lain.
Hal ini cukup mengkhawatirkan bagi perekonomian Indonesia seperti yang dicermati oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Amerika Serikat merupakan tujuan utama ekspor nonmigas Indonesia. Sepanjang tahun 2016 misalnya, pada bulan Januari hingga Agustus, transaksi ekspor nonmigas Indonesia ke Amerika Serikat mencapai lebih dari US$10 miliar – jumlah terbesar dibandingkan negara tujuan ekspor lainnya.
Indonesia menikmati surplus perdagangan yang signifikan dengan Amerika Serikat. Pada periode yang sama, nilai impor Amerika ke Indonesia hanya sekitar $4,7 miliar, jauh di bawah impor Tiongkok yang mencapai sekitar $19,4 miliar.
Artinya, jika Trump benar-benar menerapkan sistem perdagangan yang cenderung tertutup, misalnya dengan menaikkan bea masuk, hal itu bisa berdampak pada barang yang diekspor Indonesia.
Selama kampanyenya, Trump juga kerap mengkritik kualitas infrastruktur di Amerika Serikat, seperti jembatan tua yang mulai rusak. Menurutnya, kenyataan ini sangat memalukan bagi Amerika Serikat yang selama ini menjadi patokan dunia.
Namun, pada saat yang sama, Trump bermaksud mengurangi pajak perusahaan, dari saat ini 35 persen menjadi 15 persen. Pajak perusahaan yang berlebihan, menurut Trump, menjadi penyebab perusahaan besar Amerika, seperti Apple dan Google, menempatkan keuntungannya di luar negeri.
Jika Trump tetap melaksanakan keinginannya, banyak analis memperkirakan akan terjadi peningkatan utang nasional Amerika Serikat yang sangat signifikan, meski masuknya lebih banyak dana korporasi diperkirakan akan menstimulasi perekonomian dalam negeri dan menciptakan lebih banyak lapangan kerja.
Namun dampaknya adalah banyak dana yang ditarik dari negara-negara berkembang, seperti Indonesia, karena perusahaan-perusahaan besar global menganggapnya lebih menguntungkan dibandingkan menginvestasikan uangnya di Amerika Serikat.
Di sisi lain, komentar Trump mengenai peran bank sentral AS atau The Fed sangat membingungkan para pelaku pasar dan pengamat ekonomi. Dalam satu kesempatan ia mengatakan mendukung suku bunga rendah, namun di kesempatan lain ia tertangkap media mengatakan keputusan The Fed untuk tidak menaikkan suku bunga karena kepentingan politik.
Karena besarnya pengaruh Amerika Serikat terhadap perekonomian dunia, setiap keputusan yang diambil oleh The Fed sangat dinantikan oleh negara-negara di dunia, termasuk tentunya Indonesia. Kenaikan suku bunga yang dilakukan The Fed akan menyebabkan keluarnya dana asing dari pasar modal Indonesia dan memberikan tekanan pada rupiah.
Selain kebijakan ekonomi, arah kebijakan politik Trump tentu menarik untuk dicermati, terutama terkait peran Amerika Serikat sebagai polisi dunia yang selama ini tidak tertulis.
Trump telah berkali-kali mengkritik negaranya karena membuang-buang uang untuk menyelamatkan negara lain sementara perekonomian dalam negeri mengalami perlambatan. Misalnya, ia mengkritik perang di Irak yang menurutnya tidak perlu dan gagal, justru menimbulkan musuh baru, yakni gerakan teroris Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Jika menjadi presiden, Trump mengancam akan menarik tentara Amerika yang sudah bertahun-tahun ditempatkan di berbagai negara, seperti Jepang. Menurutnya, hal itu tidak memberikan manfaat apa pun bagi Amerika Serikat.
Sebagai negara yang selalu mendukung perdamaian dunia, Indonesia jarang sekali terlibat langsung dalam berbagai konflik dunia. Namun jika Trump kemudian memutuskan untuk mengurangi perannya sebagai penjaga dunia secara signifikan, maka dampak langsung yang bisa dirasakan adalah hilangnya peran penyeimbang kekuatan Amerika Serikat dalam konflik Laut Cina Selatan.
Selama ini Indonesia cenderung berperan pasif dalam menyikapi konflik teritorial yang melibatkan persaingan antara Tiongkok dan beberapa negara ASEAN, yakni Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Ketika keadaan memanas, Amerika Serikat biasanya turun tangan dengan unjuk kekuatan untuk mengurangi konfrontasi dari pemerintah Tiongkok.
Jika hal ini terjadi, maka tidak ada jalan lain bagi Indonesia selain berperan lebih aktif sebagai negara terbesar di kawasan ASEAN dalam sengketa ini untuk membantu menciptakan solusi damai sekaligus memastikan tidak ada wilayah Indonesia yang kemudian menjadi korban. —Rappler.com
Tasa Nugraza Barley adalah konsultan komunikasi yang pernah menjadi jurnalis di sebuah surat kabar berbahasa Inggris di Jakarta selama dua tahun. Dia suka membaca buku dan bertualang, dan dia sangat menikmati rasa kopi yang diseduh. Ikuti Twitter-nya @garsbanget