Maudy Ayunda, Pendidikan dan Agama untuk Menghapuskan Perbudakan Modern
- keren989
- 0
Data Global Slavery Index menunjukkan sekitar 736.100 penduduk Indonesia atau 0,28 persen dari total penduduk dunia hidup dalam perbudakan modern.
JAKARTA, Indonesia – Gadis jebolan Oxford University, Inggris ini tak bisa membayangkan haknya atas pendidikan dirampas. Dialah Maudy Ayunda, aktris sekaligus penyanyi yang kini dinobatkan sebagai duta anti perbudakan modern Indonesia.
Dengan terpilihnya dirinya sebagai duta anti perbudakan modern, Maudy merasa prihatin dengan kebebasan yang masih tidak dimiliki semua orang.
“Padahal, masih banyak masyarakat, bahkan generasi muda dan anak kecil, yang belum mendapatkan keistimewaan tersebut,” kata Maudy saat menghadiri penandatanganan Deklarasi Penghapusan Perbudakan Modern di Kantor Wakil Presiden RI. . Indonesia di Kebon Sirih, Jakarta Pusat, pada Selasa, 14 Maret.
“Mereka dipaksa melakukan sesuatu yang tidak ingin mereka lakukan. “Saya tidak bisa membayangkan jika saya masih anak-anak yang dipaksa bekerja atau dipaksa menikah di usia muda,” kata lulusan Departemen Politik, Filsafat, dan Ekonomi (PPE) ini.
Perbudakan modern dapat diartikan sebagai “jual beli manusia, kerja paksa, eksploitasi manusia termasuk anak-anak, dan perbudakan karena hutang”.
Pernyataan tersebut ditandatangani oleh perwakilan enam agama yang diakui di Indonesia, seperti yang disaksikan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Hadir pula pemimpin Global Freedom Network (GFN) Andrew Forrest dan rektor Universitas Paramadina Firmanzah. GFN merupakan penggagas gerakan penghapusan perbudakan modern di dunia.
Dalam situsnya, GFN menggambarkan perbudakan modern sebagai “pembelian dan penjualan manusia, kerja paksa, eksploitasi manusia termasuk anak-anak, dan komitmen”.
Forrest menggambarkan para korban perbudakan modern “Peternakan” atau sekelompok ternak. Di Indonesia, menurut Indeks Perbudakan Global tahun 2016, terdapat sekitar 736.100 orang, atau 0,28 persen dari total penduduk dunia, hidup dalam perbudakan modern.
“Ini tantangan besar bagi negara ini (Indonesia). Setiap orang berhak atas kebebasan,” kata Forrest. “Anda mempunyai hak kebebasan yang sama dengan Wakil Presiden Republik Indonesia.”
Kalla mengamini pernyataan Forrest, meski menurutnya perbudakan modern nampaknya memiliki kemiripan dan tidak sama dengan perbudakan zaman dulu. Menurutnya, perbudakan modern sering kali dirasakan namun tanpa Anda sadari.
“Di masa lalu, perbudakan modern merupakan pekerjaan tanpa bayaran dan dirantai. Kini perbudakan mendapat tekanan, baik tekanan ekonomi, sosial, maupun politik. “Itu melanggar hak asasi manusia,” kata Kalla.
Selain Maudy, generasi muda nusantara diharapkan lebih mewaspadai persoalan ini. Metode? Melalui pendidikan. Hal ini tercermin dari sikap Universitas Paramadina yang ikut serta dalam deklarasi anti perbudakan modern.
Menurut Rektor Firmanzah, keikutsertaan Universitas Paramadina dalam pencanangan dan peluncuran Gerakan Kemerdekaan Global di Indonesia adalah untuk mendorong generasi muda tanah air agar lebih peduli terhadap isu ini.
“Dalam pembukaan UUD 1945 tertulis, ‘Bahwa kemerdekaan adalah hak semua bangsa dan oleh karena itu penjajahan di dunia harus dihapuskan’. “Pembukaannya tiga tahun lebih awal dari ‘Deklarasi Hak Asasi Manusia’,” kata Firmanzah, rektor termuda di Indonesia saat ini.
Peran agama dalam penghapusan perbudakan modern
Kalla berharap para tokoh agama yang menandatangani pernyataan anti perbudakan modern dapat menyebarkan pemahaman kepada umatnya masing-masing bahwa perlakuan tersebut tidak sesuai dengan nilai moral dan agama.
“Ada dua sisi dalam perbudakan; mereka yang kecanduan dan mereka yang kecanduan. “Diharapkan mereka yang kecanduan bisa disadarkan secara moral dan agama,” kata Kalla.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Marsudi Syuhud mengatakan Islam datang untuk menghapus perbudakan. Bahkan pada masa Jahiliyah, Nabi Muhammad SAW membebaskan para budak dengan berdakwah. Menurut Marsudi, ada ayat Alquran yang mengatur tentang perbudakan dan cara menghilangkan status budak.
Sementara Tn. Ignatius Suharyo selaku Uskup Agung Jakarta mengatakan, untuk memberantas perbudakan diperlukan iman yang kuat.
“Sebagai manusia, kita memerlukan keyakinan dasar untuk menghapuskan perbudakan,” kata dia. ujar Suharyo.
“Manusia adalah gambaran Tuhan. “Sebagai warga negara Indonesia, kita harus mengingat sila kedua Pancasila, yaitu ‘kemanusiaan yang adil dan beradab’.”
Pemimpin agama lain juga menyerukan hal serupa. Selaku Ketua Umum Parisada Hindu Dharma Indonesia Mei. Jen pensiunan Wisnu Bawa Tenaya yang mengingatkan umatnya tentang “Ahimsa”, sebuah nilai yang diyakini umat Hindu, artinya tidak membunuh atau menyakiti.
Sementara itu, Bhante Victor Jaya Kusuma dan Ruslitan dari Wali Buddha Indonesia mengatakan bahwa umat Buddha percaya pada karma; apa yang mereka lakukan terhadap orang lain akan menjadikan mereka kembali sebagai pelakunya.
Sementara itu, Ketua Umum Majelis Tinggi Konghucu Uung Sendana Linggaraja mengatakan, hendaknya setiap orang menyadari bahwa kita semua adalah saudara. Kesadaran ini dapat mendorong kita untuk tidak memperbudak orang lain. —Rappler.com