38 WNI terlibat pertempuran di Marawi
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Empat di antaranya diyakini meninggal di Marawi
JAKARTA, Indonesia (UPDATED) – Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Setyo Wasisto mengatakan ada 38 warga negara Indonesia yang terlibat pertempuran di kota Marawi, Filipina selatan. Empat di antaranya diyakini tewas di sana.
“Orang yang terlibat terorisme berjumlah 38 orang, terdiri dari 37 laki-laki dan satu perempuan,” kata Setyo, Jumat, 2 Juni di Mapolres.
Selain empat orang yang diduga tewas, 12 orang di antaranya dideportasi ke Indonesia. Sedangkan 22 orang lainnya masih berada di Filipina bagian selatan.
Ia mengatakan jaringan terorisme Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) sedang membangun basis kekuatan di Marawi, Filipina untuk menguasai Asia Tenggara.
Sebelumnya, Mabes Polri memastikan ada tujuh WNI yang kini masuk dalam daftar pencarian orang karena diduga terlibat perang dengan kelompok Maute yang berafiliasi ISIS. Ketujuh orang tersebut diketahui bernama Yayat Hidayat Tarli, Al Ikhwan Yushel, Anggara Suprayogi, Yoki Pratama Windyarto, Moch. Jaelani Firdaus, Muhamad Gufron dan Muhammad Ilham Syahputra. Ilham diyakini tewas dalam pertempuran di Marawi.
Selain WNI yang terlibat perang dengan kelompok Maute, terdapat pula 17 WNI yang berada di Filipina bagian selatan. Mereka dipastikan bukan bagian dari kelompok militan karena mereka adalah jemaah Tabligh.
Kementerian Luar Negeri berhasil mengevakuasi 17 WNI tersebut ke KJRI Davao dan menunggu kepulangannya ke Indonesia.
Tidak bisa dihukum
Sementara itu, Setyo mengatakan, 34 WNI yang masih hidup dan berjuang bersama kelompok Maute tersebut tidak bisa dijerat pidana atas perbuatannya. Sebab kejahatan tersebut dilakukan di luar Indonesia.
“Inilah kelemahan undang-undang teror kita. Oleh karena itu, kami berharap dapat segera direvisi. Kami tidak dapat mengkriminalisasi mereka karena tidak ada pelanggaran yang dilakukan di dalam negeri. “Lokus (tempat) pelanggarannya dilakukan di luar negeri,” ujarnya di Mabes Polri.
Kalaupun ada undang-undang yang bisa digunakan, hanya sebatas pelanggaran keimigrasian akibat penyalahgunaan dokumen visa kunjungan. Menurut Setyo, hukuman tersebut dinilai terlalu ringan.
“Paling tidak lima tahun,” dia membenarkan melalui telepon.
Meski demikian, Densus 88 Anti Teror akan terus mendalami latar belakang 38 WNI tersebut. Penyelidikan terfokus pada apakah 38 WNI tersebut pernah melakukan atau merencanakan aksi teroris di Indonesia.
“Dari Densus yang menyelidikinya. Saya mendapat informasi dari Densus. Mereka ada pembuatan profilKami pembuatan profil “Apakah mereka punya data aktivitas (teroris) di Indonesia,” ujarnya.
Polisi juga akan memeriksa apakah 38 WNI tersebut pernah mengundang seseorang untuk melakukan kegiatan radikal di Filipina. Jika ada, polisi juga akan melakukan tindakan pidana.
“Kami akan cocokkan dan ada datanya pembuatan profil “Kami, itu bisa dihukum,” katanya. – Rappler.com