Prestasi Risma, penerima Penghargaan Bung Hatta Anti Korupsi 2015
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Risma mengantarkan Surabaya menjadi kota dengan indeks persepsi korupsi terbaik kedua se-Indonesia
JAKARTA, Indonesia— Tri Rismaharini, mantan Walikota Surabaya, menerima Penghargaan Bung Hatta Anti Korupsi 2015. Jelas, prestasinya dalam memberantas korupsi tidaklah kecil.
Sejak tahun 2002, saat masih menjabat sebagai Kepala Departemen Pengembangan Program Pembangunan Kota Surabaya, Risma mulai pengadaan elektronik atau lelang pengadaan barang elektronik agar proses lelang berjalan transparan tanpa korupsi.
Meski saat itu atasannya tidak menyukai keputusannya, namun Risma tetap menjalankan rencananya. Kualitas kerja Risma yang luar biasa sebagai Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan serta Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota mendapat perhatian masyarakat luas hingga ia diangkat menjadi Wali Kota Surabaya pada tahun 2010.
Inovasi Risma semasa menjabat Wali Kota Surabaya adalah Surabaya Jendela tunggal untuk perijinan juga Pelaporan Online, Pembuatan Akta Kelahiran dan Akta Kematian Online.
Sistem e-pemerintahan diterapkan pada semua sektor, mulai dari kesehatan, pendidikan, perbaikan jalan, perpajakan, hingga promosi pegawai.
Dengan sistem ini, pengendalian pengeluaran seluruh instansi di Surabaya menjadi lebih mudah. Sistem ini juga digunakan untuk mencegah praktik suap dan korupsi. Melalui sistem tersebut, Risma menghilangkan aktivitas oknum yang suka meminta kuota dalam proses tender proyek dan lain-lain.
Dengan kebijakan tersebut, diperkirakan Pemkot Surabaya akan menghemat Rp600 miliar hingga Rp800 miliar setiap tahunnya. Risma mengadakan perjanjian dengan Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan untuk membangun database yang memudahkan pengelolaan dan penghitungan pajak di Kota Surabaya, termasuk memeriksa perusahaan-perusahaan di Surabaya yang melakukan penghindaran pajak.
Seluruh birokrat Surabaya diikutsertakan dalam Program Perempuan Anti Korupsi karya Risma. Dia membuat Peraturan Walikota Antikorupsi yang memberikan tindakan tegas terhadap pejabat yang diduga korupsi. Ada prosedur operasi standar (SOP) pelayanan publik pada tingkat kelurahan dan kelurahan.
Pelayanan kesehatan dan pendidikan diberikan gratis kepada warga Surabaya. Jika ada puskesmas atau sekolah yang terbukti memungut biaya, maka akan segera dialihkan. Dalam kasus Kebun Binatang Surabaya, Risma langsung meminta KPK turun tangan mengusut dugaan penipuan. Namun kasus ini tidak dilanjutkan.
Untuk menggugah semangat warga, ia banyak memberikan penghargaan baik di tingkat RT/RW maupun kelurahan dan kelurahan. Diantaranya adalah Pahlawan Ekonomi bagi PKL dan ibu-ibu RT, pemeringkatan RT/RW/kelurahan/kelurahan terbersih, dan pemberian penghargaan gender kepada kelurahan dan kelurahan yang menerapkan anggaran sadar gender.
Bukan hal yang aneh jika Risma mengerjakan sendiri pekerjaan bawahannya jika dirasa perlu. Oleh karena itu, masyarakat kerap melihat Risma di jalanan atau di berbagai penjuru kota, dari pagi hingga malam hari.
Surabaya di tangan Risma menjadi kota yang indah dan tertata, tidak hanya di pusat kota namun hingga pelosok. Tak hanya lingkungan fisiknya yang bersih, Surabaya juga bersih tanpa korupsi dalam pengelolaannya.
Indeks persepsi korupsi terbaik kedua
Gebrakan yang dilakukan Risma, Transparency International Indonesia (TII) menduduki peringkat kedua ibu kota Provinsi Jawa Timur dalam Indeks Persepsi Korupsi tahun 2015. Surabaya berhasil mengalahkan dua kota metropolitan Jakarta dan Bandung yang lolos.
Indeks Korupsi Indonesia di 11 kota pada tahun 2015 #indexkorupsi @RapplerID pic.twitter.com/ELVeDpmPL2
— Febriana Firdaus (@febrofirdaus) 15 September 2015
Namun di tengah prestasinya yang melimpah, Risma diduga bermasalah hukum. Bulan lalu Risma dikabarkan berstatus tersangka. Kejaksaan Tinggi Jatim mengumumkan Polda Jatim menetapkan Risma sebagai tersangka penyalahgunaan wewenang dalam kasus relokasi kios Pasar Turi. Namun, Badrodin Haiti, Kapolri, membantahnya.
Kasus ini mencuat saat Risma hendak mengikuti Pilkada sekaligus perebutan kembali kursi Wali Kota pada akhir tahun ini..
“Ketika kasus ini terungkap di media, saat itulah kami memperdalam prosesnya dan menyelesaikan keputusan kami. Kami merasa yakin Risma layak mendapatkannya dengan informasi yang kami miliki menghadiahkan itu,” kata Ketua BHACA Endy M. Bayuni, Rabu, 4 November.
Namun tidak menutup kemungkinan gelar tersebut akan dicabut jika Risma terbukti melakukan praktik korupsi. “Kami harap itu tidak terjadi dan Ny. Risma tetap konsisten dengan sikapnya yang bersih dan transparan,” ujarnya. —Rappler.com
BACA JUGA