• October 14, 2024
Ke-35 tersangka pembunuhan Salim Kancil dijerat dengan pasal berbeda

Ke-35 tersangka pembunuhan Salim Kancil dijerat dengan pasal berbeda

SURABAYA, Indonesia – Sidang perdana kasus pembunuhan aktivis lingkungan hidup asal Lumajang, Jawa Timur, menghadirkan 35 terdakwa hari ini, Kamis, 18 Februari.

Mereka diduga terlibat dalam pembunuhan Salim Kancil dan penuntutan rekannya, Tosan. Para terdakwa diadili secara terpisah berdasarkan berkas perkaranya masing-masing. Jalannya persidangan berlangsung secara maraton dengan menggunakan dua kamar dengan majelis hakim yang berbeda.

Kepala Divisi Kriminal Umum Kejaksaan Negeri Lumajang M. Naimullah yang merupakan Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum mengatakan, 35 terdakwa tersebut terbagi dalam 14 berkas perkara, misalnya dugaan pembunuhan berencana, penganiayaan, pengancaman, dan perusakan. , pencucian uang dan penambangan ilegal.

Misalnya, Hariyono yang saat itu menjabat sebagai Kepala Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, harus menjalani beberapa kali persidangan atas kasus pembunuhan, pencucian uang, dan operasi penambangan liar.

Ia dianggap sebagai dalang pembunuhan Salim dan penuntutan Tosan.

Dalam kasus pembunuhan Salim, Hariyono dijerat jaksa dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, Pasal 338 tentang pembunuhan, dan Pasal 170 tentang pengeroyokan yang mengakibatkan korban tewas.

Johan Avie, kuasa hukum korban yang menyaksikan persidangan mengatakan, sekilas jaksa penuntut umum mendakwanya sesuai ekspektasi aktivis lingkungan hidup, yakni pembunuhan berencana.

Namun sayang, dari dakwaan pasal berlapis, menurut saya tidak bersifat akumulatif, melainkan hanya alternatif, kata Johan usai menyaksikan persidangan Hariyono.

Jika dakwaan hanya bersifat alternatif, menurut Johan, majelis hakim bisa memberikan putusan berbeda dibandingkan dakwaan pembunuhan berencana, misalnya pembunuhan biasa.

Lain halnya jika pasal-pasal dakwaan bersifat akumulatif. Putusan majelis hakim tersebut merupakan akumulasi dari beberapa perbuatan melawan hukum seperti pembunuhan dan penuntutan berencana yang menyebabkan korban meninggal dunia.

Namun Naimullah membantah tudingan tersebut. Dia mengatakan jaksa penuntut umum menggunakan dakwaan berturut-turut untuk menuntut Hariyono, yang diyakini sebagai dalang pembunuhan Salim dan penuntutan terhadap Tosan.

“Alternatif dari Salim Kancilnya. Tapi kita kemacetan dengan korban tosan. Ada tiga kasus pembunuhan dengan penuntutan,” kata Naimullah.

Kasus pembunuhan Salim dan pengeroyokan Tosan sebenarnya ada 37 tersangka. Namun kedua terdakwa yang tidak mengikuti sidang hari ini masih anak-anak sehingga sidang digelar terpisah.

Rencananya, setelah sidang pertama dengan agenda utama pembacaan dakwaan, sidang kedua pada 25 Februari akan dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi.

“Untuk minggu depan, kami akan memanggil tujuh dari 14 saksi yang akan kami hadirkan,” kata Naimullah.

Berdasarkan dakwaan JPU, kasus pembunuhan Salim Kancil dan penuntutan terhadap Tosan bermula dari rencana aksi damai yang akan dilakukan kelompok yang terlibat dalam penambangan pasir ilegal di Desa Selok Awar-awar pada 26 September. 2015 menentang. Kelompok penentang penambangan pasir ilegal dimotori oleh Tosan dan Salim.

Kelompok pendukung penambangan pasir mendengar adanya rencana aksi damai dari pihak kontra, dan berencana menggelar aksi balasan. Bahkan kelompok pendukung penambangan sudah sehari sebelumnya mempersiapkan kemungkinan terburuk, yakni tabrakan fisik. Mereka datang ke Probolinggo menemui beberapa kyai untuk meminta kekebalan.

Hariyono selaku Kepala Desa Selok Awar-awar bahkan memberikan uang saku sebesar Rp4 juta kepada bawahannya yang bernama Madasir. Uang itu dijadikan uang jajan rombongan berangkat ke Probolinggo, untuk meminta kekebalan.

Mereka berangkat ke Probolinggo pada 25 September dan kembali ke Lumajang pada 26 September sekitar pukul 05.00 WIB. Sesampainya di Lumajang, mereka langsung menuju rumah Hariyono.

Sembari menunggu aksi demonstrasi kelompok lawan, Hariyono dan Madasir kemudian mengerahkan massa ke balai desa. Berkedok pengabdian masyarakat di balai kota, mereka menunggu datangnya aksi protes terhadap penambangan pasir ilegal.

Namun sekitar pukul 07.00 WIB di Balai Desa Selok Awar-awar, Parman datang menggunakan sepeda motor. Dia mengumumkan bahwa dia telah bertarung dengan Tosan yang membagikan pemberitahuan penolakan ranjau. Karena Madasir dan terdakwa lainnya tidak terima anggotanya dipukuli, mereka pun mendatangi rumah Tosan. Madasir dan terdakwa lainnya kemudian memukuli Tosan hingga pingsan, namun Tosan berhasil melarikan diri.

Tak puas menuntut Tosan, kelompok pendukung kemudian mendatangi rumah korban Salim Kancil. Di rumah Salim Kancil, sekelompok pendukung penambangan liar kembali menganiaya Salim Kancil hingga tewas. Salim Kancil bahkan mengalami penganiayaan di tiga tempat yaitu di rumahnya, kemudian dibawa ke balai desa, dan terakhir penganiayaan dilakukan di kuburan desa.

Pasalnya, jika Balai Kota dinilai mengganggu ketentraman warga sekitar. Apalagi jika intimidasi dilakukan di pemakaman desa dinilai lebih mudah. —Rappler.com

BACA JUGA:

Hongkong Prize