Amerika Serikat memantau akun media sosial untuk mencari calon imigran
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Kebijakan ini berlaku sejak 25 Mei
JAKARTA, Indonesia – Bagi Anda yang ingin mengajukan visa untuk pergi ke Amerika Serikat, patut mengetahui kebijakan baru ini. Pemerintah Amerika Serikat resmi menerapkan kebijakan baru untuk menelusuri latar belakang calon imigran yang masuk ke negaranya. Caranya, mereka meminta calon pemohon visa menunjukkan akun media sosial yang dimilikinya.
Kebijakan tersebut dikonfirmasi oleh pejabat yang berwenang di Departemen Luar Negeri. Tanpa mengungkapkan identitasnya, pejabat tersebut mengatakan kebijakan tersebut telah berlaku sejak 25 Mei.
Berdasarkan informasi dari pejabat tersebut, petugas konsuler dapat meminta informasi tambahan yang dibutuhkannya kepada calon pemohon visa negara Paman Sam. Hal ini untuk mencegah imigran berlatar belakang radikal atau bermotif melakukan terorisme untuk menginjakkan kaki di AS.
“Calon pemohon visa akan dimintai informasi tambahan, termasuk akun media sosial yang dimilikinya. Tentu saja mereka juga ditanyai tentang nomor paspor, anggota keluarga dan riwayat perjalanan ke luar negeri, pekerjaan dan informasi kontak yang mereka miliki, kata pejabat Departemen Luar Negeri.
Namun, ia mengatakan perubahan kebijakan terhadap calon pemohon visa hanya akan berdampak pada satu persen dari lebih dari 13 juta permohonan visa ke AS dari seluruh dunia. Petugas konsuler di Kedutaan Besar AS juga tidak akan meminta password akun media sosial calon pelamar.
Namun bila diperlukan, misalnya ada dugaan calon pemohon visa mengunggah materi ke Facebook atau mengikuti akun kelompok ekstremis di Twitter atau Instagram, maka akan diberikan pertanyaan tambahan.
Pengetatan proses pemindaian calon pemohon visa ke AS merupakan tindak lanjut kebijakan setelah sebelumnya pemerintahan Donald Trump melarang warga enam negara memasuki Negeri Paman Sam. Keenam negara ini mayoritas penduduknya beragama Islam.
Kebijakan lain yang diterapkan adalah melarang masuknya laptop atau perangkat elektronik berukuran lebih besar dari ponsel ke dalam kabin pesawat. Larangan tersebut khusus berlaku bagi seluruh pesawat yang berangkat dari bandara di Timur Tengah dan mendarat di AS.
Kebijakan ini diterapkan setelah pemerintah AS mendapat laporan dari badan intelijennya bahwa ada kemungkinan kelompok militan memasang bom melalui laptop.
Sementara itu, kebijakan baru menampilkan akun di media sosial tentu mendapat kecaman dari masyarakat. Banyak yang mengatakan bahwa mereka khawatir akan dicap hanya karena menganut pandangan politik atau agama tertentu berdasarkan materi yang diunggah ke media sosial. – dengan pelaporan AFP/Rappler.com