• November 27, 2024

Ibu rumah tangga ini mencegah bencana dengan menampung air hujan

YOGYAKARTA – Bola plastik berwarna biru itu tergeletak di taman depan seberang rumah Sri Wahyuningsih. Tak lama kemudian, sejumlah anak mulai bermain sepak bola hingga malam tiba.

Tak jarang, di tengah asyiknya permainan, rasa haus pun datang. Rumah Sri Wahyuningsih menjadi tempat pelepas dahaga anak-anak. Terdapat sejumlah dispenser berisi air siap minum, serta tumpukan gelas untuk digunakan anak-anak. Mereka sudah paham bahwa air tersebut adalah air hujan yang dikumpulkan Sri dari atap rumahnya.

Pada bagian rumah yang difungsikan sebagai garasi, siapa pun bisa masuk dan menampung air hujan yang telah melalui proses elektrolisis. Tak jarang mereka membawa berliter-liter air mineral kemasan bekas atau botol bekas serta ceret air sebagai tempat membawa air. Ada juga yang meninggalkan liternya saat persediaan air hujan siap minum Sri habis.

“Anak-anak sering langsung masuk dan berteriak minta izin minum. Banyak juga yang selalu datang ke sini saat persediaan air minum habis, kata Sri saat ditemui di kediamannya, Rabu 8 November 2017.

Di rumah wanita yang akrab disapa Yu Ning ini, banyak terdapat drum plastik untuk menampung air hujan. Terdapat kaleng dan berbagai wadah kecil untuk menampung air yang jatuh dari atap dengan tangan.

Prosesnya mudah. Cukup menampung air hujan yang mengalir dari atap atau air hujan yang jatuh dari langit. Pada prinsipnya dulu air hujan tidak aman untuk dikonsumsi. “15 hingga 30 menit pertama saat hujan, airnya membawa banyak polutan. Air hujan kemudian ditampung. Namun jika setiap hari turun hujan, tidak perlu menunggu 15 menit untuk segera mengambil air, ujarnya.

Sediakan air hujan siap minum

Air kemudian disimpan dalam drum bersih dan tertutup rapat yang terbuat dari plastik bersertifikat kualitas makanan. Pada bagian bawah drum terdapat filter yang terbuat dari berbagai bahan, seperti kain dakron, atau mikrofilter lainnya untuk menyaring padatan terlarut yang terdapat pada air hujan.

“Air ini bisa digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Namun untuk membuatnya siap diminum, kami menggunakan proses elektrolisis untuk memisahkan kandungan asam dan basa. “Air dengan kandungan basa siap diminum setelah melalui proses elektrolisis menggunakan konduktor titanium untuk menyaring kandungan mineral padat seperti kapur,” kata Sri.

Peralatan elektrolisis air yang digunakan tampak sederhana. Terdiri dari dua wadah yang terbuat dari kaleng plastik kualitas makanan terbuat dari plastik dan masing-masing dihubungkan dengan pipa. Di dalamnya terdapat konduktor spiral titanium yang dihubungkan dengan listrik yang disuplai dari adaptor kecil di luar bejana. Ada penyaring makro dalam wadah untuk menyaring kandungan karbon dari air hujan selama proses elektrolisis.

Setelah melalui proses elektrolisis selama satu jam, air hujan siap diminum.

“Pada tahun 2016, Dinas Kesehatan menyatakan bahwa air elektrolisis ini lolos uji kandungan fisik dan kimia untuk air minum. Pada tahun 2015, mahasiswa Universitas Gadjah Mada juga melakukan uji klinis. Hasilnya, air hujan layak untuk diminum, kata perempuan berusia 50 tahun itu.

Awalnya hal itu memancing cemoohan

Upaya ibu rumah tangga ini bersama suaminya Kamaludin dalam memanfaatkan air hujan tak bisa dikatakan mulus. Kediaman Sri berada di Jalan Rejondani, Dusun Tempursari, RT 2 RW 7 Desa Sedonoharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, sekitar 20 km dari Gunung Merapi.

“Jadi rumah saya di daerah hulu. “Di sini selalu banyak air,” ujar perempuan yang sehari-hari berjualan aneka jajanan tradisional di Pasar Godean, Yogyakarta ini.

Jangankan air minum, air hujan yang turun hampir sepanjang tahun biasanya tidak ditampung untuk kebutuhan lain, seperti mandi, mencuci atau lainnya. Hujan dianggap sebagai sumber penyakit dan buruk bagi kesehatan. Kebutuhan air sehari-hari dipenuhi oleh air tanah yang mudah didapat dan tidak pernah kering.

“Hujan yang turun secara melimpah dan tidak pernah dimanfaatkan dapat menimbulkan bencana, banjir, dan kekeringan di kemudian hari. “Keinginan saya memanen hujan agar terhindar dari bencana karena air tidak dimanfaatkan dengan baik,” kata Sri.

Saat ia mulai mengumpulkan air hujan lima tahun lalu dan memanfaatkannya untuk air minum, banyak warga yang tidak tertarik bahkan mengejeknya. Sikap buruk terhadap air hujan membuat sikap Sri tidak disukai warga. Namun pandangan miring tersebut perlahan mulai terhalau oleh bukti-bukti nyata yang dihadirkan oleh warga sendiri.

“Ada tetangga yang merasakan manfaat air hujan ini, lalu menceritakannya kepada tetangga lainnya. Semua orang yang minum tidak pernah diare karena air minum saya. “Jenazah orang yang meminum air ini menjadi laboratorium dan kesaksian yang mengubah pandangan banyak orang,” kata ibu dua anak ini.

Kini sudah banyak warga yang memanfaatkan rumah Sri sebagai sumber air minum isi ulang. Siapapun bisa mengambil air minum air hujan secara gratis dan belajar mengolahnya. Sri juga memanfaatkan air hujan setiap hari untuk memenuhi kebutuhan air bersihnya. Air tanah juga digunakan pada saat hujan tidak turun.

“Kami tidak memungut biaya apapun. “Elektrolisis air juga kami dapatkan setelah belajar dari banyak orang baik dari para guru besar, ulama, pendeta, dan dari mereka kami meminta izin untuk menyebarkan ilmu tersebut kepada masyarakat,” kata Sri.

Sejumlah tetangga kini mulai mengumpulkan air hujan dengan menggunakan tangki air di rumah mereka. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga memberikan bantuan sejumlah tangki air hujan hasil karya ahli hidrologi Universitas Gadjah Mada di Sri-gehug. Reservoir bekerja dengan cara memisahkan air hujan pertama pada pipa khusus yang berada di sebelah reservoir.

Ketika pipa sudah penuh, terdapat bola yang mengapung dan mencegah air masuk ke dalam pipa dan mengarahkan air ke reservoir utama yang berkapasitas sekitar 1000 liter. Jika tampungan air sudah penuh maka luapan akan masuk ke lubang resapan yang dibangun di sebelah tampungan.

“Jangan asal pakai air, tapi lupa isi ulang. “Sumur resapan berfungsi sebagai penyimpan air untuk anak cucu kita,” kata Sri.

Menyediakan tempat untuk belajar gratis

Manfaat hujan tidak hanya dirasakan warga sekitar tempat tinggal Sri. Setidaknya sekitar 60 kota dan kabupaten di Pulau Jawa maupun luar Pulau Jawa telah berkunjung dan belajar langsung cara menampung dan mengolah air hujan hingga menjadi air siap minum. Sri kerap diundang untuk berbagi pengalaman atau memberikan informasi tentang proses pengolahan air hujan siap minum di banyak tempat.

Ia juga menjadi pembicara pada program tanggap bencana BNPB dengan menyebarkan kegiatan pemanenan air hujan. Daerah lain seperti Gunung Kidul dan Kulon Progo juga sudah mulai menampung air hujan untuk keperluan sehari-hari.

Padahal menurutnya tantangannya masih sangat besar, terutama di perkotaan. “Kampanye serupa di wilayah Kota Yogyakarta sangat sulit, dari puluhan penampungan air hujan, kini hanya satu yang masih aktif,” kata Sri yang juga bekerja di komunitas Banyu Biru.

Menurutnya, kepopuleran pemanenan air hujan di perkotaan mulai hilang seiring dengan pola pikir dan gaya hidup masyarakat perkotaan yang masih menganggap air minum kemasan dan air tanah serta air PDAM bersih dan layak dikonsumsi.

Sementara itu, pada saat yang sama, krisis air bersih sering terjadi di Yogyakarta. Perlu upaya lebih untuk mengubah pola pikir yang memandang air hujan sebagai bencana menjadi berkah. – Rappler.com

Togel SingaporeKeluaran SGPPengeluaran SGP