• July 10, 2025
Peraturan pemerintah tentang penggunaan pengeras suara untuk masjid

Peraturan pemerintah tentang penggunaan pengeras suara untuk masjid

Dari petunjuk nabi, suara azan harus ditinggikan sebagai tanda masuknya shalat. Yang perlu diperhatikan adalah suara muazin tidak bertentangan melainkan enak, merdu, dan tenang.

JAKARTA, Indonesia – Akibat aksi warga yang memprotes kerasnya suara masjid di Tanjung Balai, Sumatera Utara, terjadi kerusuhan yang menyebabkan rusaknya sejumlah tempat ibadah pada Sabtu, 30 Juli, akhir pekan lalu.

Tidak ada korban jiwa dalam kejadian ini.

Ini bukan pertama kalinya aksi protes yang melibatkan pengeras suara terjadi di tempat ibadah. Tahun lalu, menjelang puasa Ramadhan, Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta fatwa yang mengatur penggunaan pengeras suara di masjid.

Dalam pidato pembukaan Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) se-Indonesia di Pondok Pesantren Attauhidiyah, Tegal, Jawa Tengah, pada 8 Juni 2015, Kalla mengangkat isu pemanfaatan narasumber masjid. . , menurutnya, terkadang sewenang-wenang.

Menurut pria yang akrab disapa JK ini, memutar kaset pengajian sebelum waktu salat menimbulkan “polusi suara”.

Lalu bagaimana aturan pengeras suara di masjid, langgar, dan musala?

Direktorat Jenderal Kemasyarakatan Islam Kementerian Agama mengeluarkan Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor Kep/D/101/1978 tentang penggunaan pengeras suara di masjid, masjid, dan musala.

Dalam surat yang ditandatangani Kafrawi, Direktur Jenderal Bimas Islam saat itu, terdapat sejumlah aturan mengenai penggunaan pengeras suara di masjid, langgar, atau musala.

Berikut aturannya:

1. Pastikan speaker digunakan oleh orang-orang yang ahli dan bukan mereka yang sedang bereksperimen atau masih belajar. Dengan begitu, tidak ada lagi kebisingan atau dengungan yang dapat menimbulkan antipati atau persepsi bahwa masjid, langgar, atau musala sudah rusak.

2. Bagi yang menggunakan pengeras suara (muazin, imam, pembaca Al-Quran, dll) hendaknya mempunyai suara yang halus, merdu, enak didengar, tidak melengking, sumbang, atau terlalu pelan. Hal ini untuk mencegah pihak luar beranggapan bahwa sebuah masjid tidak tertib bahkan jauh dari menimbulkan perasaan cinta dan simpati yang lebih dari sekedar menjengkelkan.

3. Terpenuhinya syarat-syarat yang ditentukan, seperti tidak boleh meninggikan suara doa, dzikir, dan doa secara berlebihan. Sebab pelanggaran tersebut tidak menimbulkan simpati, melainkan mengagetkan kalangan umat beragama itu sendiri yang tidak menaati ajaran agamanya

4. Pemenuhan keadaan dimana orang yang mendengarkan dalam keadaan siap mendengar, bukan dalam keadaan tidur, istirahat, beribadah atau pada saat upacara. Dalam keadaan demikian (kecuali azan) tidak akan menggugah rasa cinta masyarakat, malah sebaliknya. Berbeda dengan di kota yang aktivitas masyarakatnya masih terbatas, suara-suara religi dari dalam masjid, langgar, atau musala, selain sebagai ajakan untuk bertakwa, juga bisa dianggap sebagai hiburan untuk mengisi kesendirian orang-orang di sekitar.

5. Dari petunjuk nabi, suara azan harus ditinggikan sebagai tanda masuknya shalat. Oleh karena itu, penggunaan pengeras suara untuk hal tersebut tidak dapat diperdebatkan. Yang perlu diperhatikan adalah suara muazin tidak bertentangan melainkan enak, merdu, dan tenang.

Seperti yang terkandung di dalamnya situs resmi Kementerian AgamaInstruksi tersebut juga mengatur tata cara pemasangan pengeras suara pada saat salat lima waktu, salat Jumat, serta pada saat takbir, tarhim, dan pada saat Ramadhan.

Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam pada tahun 1978 Ini juga berisi aturan-aturan yang cukup teknis. Misalnya yang dimaksud dengan loudspeaker adalah:

Peralatan teknis yang terdiri dari microphone, amplifier, loudspeaker dan kabel yang dilalui arus listrik.

Lampiran instruksi juga menyatakan bahwa:

Syarat penggunaan pengeras suara antara lain tidak meninggikan suara salat, dzikir, dan salat secara berlebihan.

Lebih lanjut dalam lampiran tersebut juga disebutkan bahwa:

“Pada dasarnya suara yang terdengar di luar masjid hanyalah suara azan sebagai tanda waktu shalat telah tiba.”

Detail aturan penggunaan pengeras suara masjid pada waktu-waktu tertentu adalah sebagai berikut:

A.Waktu subuh

  • Untuk membangunkan umat islam yang masih tidur, untuk membersihkan diri, untuk mempersiapkan umat islam dalam melaksanakan shalat subuh dan lain-lain. Pengeras suara boleh digunakan untuk aktivitas lain 15 menit sebelum waktu salat subuh.
  • Aktivitas membaca Al Quran dapat menggunakan speaker eksternal. Dan tidak boleh menyalurkannya ke dalam karena akan mengganggu jamaah yang shalat di masjid.
  • Pengeras suara digunakan saat azan subuh dan diarahkan ke masjid.
  • Untuk melaksanakan salat subuh, melaksanakan ceramah subuh dan kegiatan lainnya dapat menggunakan pengeras suara (jika diperlukan untuk kepentingan jamaah) dan langsung masuk ke dalam.

B. Waktu salat Ashar dan Jum’at

  • Boleh menggunakan pengeras suara yang berisi bacaan Alquran, 15 menit sebelum zuhur dan pertengahan Jumat, menghadap ke luar.
  • Gunakan pengeras suara saat adzan atau ketika waktu telah tiba.
  • Membaca bacaan, membaca doa, membaca pengumuman, khutbah jumat dan lain sebagainya menggunakan pengeras suara yang diarahkan ke dalam diri.

C. Ashar, Maghrib dan Isya

  • Gunakan pengeras suara untuk membaca Al-Quran, 5 menit sebelum azan.
  • Ketika waktu salat tiba, muazin mengumandangkan azan dengan menggunakan pengeras suara di luar dan di dalam.
  • Usai adzan, kegiatan menggunakan pengeras suara di dalam, seperti pada waktu-waktu lainnya.

D. Takbir, tarhim dan Ramadhan

  • Kegiatan takbir Idul Fitri, takbir Idul Adha dilakukan dengan menggunakan pengeras suara di luar.
  • Kegiatan tarhim berupa salat boleh menggunakan pengeras suara yang ada di dalamnya. Sedangkan pelaksanaan dzikir tarhim tidak bisa menggunakan pengeras suara.
  • Pada hari-hari Ramadhan, baik siang maupun malam, kegiatan tadarus Al-Qur’an dilakukan dengan bantuan pengeras suara yang ada di dalamnya.

E. Upacara dan pengajian hari raya Islam

  • Kegiatan tabligh/pengajian biasa menggunakan pengeras suara yang diarahkan ke dalam dan bukan ke luar, kecuali acara tabligh atau pengajian pada hari-hari besar Islam yang menggunakan pengeras suara yang diarahkan ke luar.

Aturan di atas hanya mengatur pedoman dasar penggunaan pengeras suara masjid, tanpa ada ketentuan saksi di dalamnya. —Rappler.com

Result HK