Asrama Islam Transgender Yogya ‘Ditutup’
- keren989
- 0
Pertemuan tersebut bukanlah mediasi melainkan penilaian sepihak dimana Shinta hanya diperbolehkan menyampaikan pandangannya satu kali saja.
BANTUL, Indonesia – (UPDATED) Wisma Islam Waria Al-Fatah di Celenan, Bantul, Yogyakarta, mulai Kamis, 25 Februari tidak bisa lagi beraktivitas.
Hal ini sesuai kesepakatan warga, pengurus Pondok Pesantren Shinta Ratri, dan musyawarah pimpinan Kecamatan Banguntapan, Bantul pada Rabu 24 Februari malam.
Bayu Broto, Camat Banguntapan Jati, mengatakan keputusan itu disepakati setelah masing-masing warga menyampaikan pendapatnya tentang keberadaan hunian Islam transgender.
“Tadi malam ada perwakilan FJI (Front Jihad Islam), warga sekitar, dan muspika. Perwakilan FJI segera meninggalkan tempat setelah menyampaikan pendapatnya. “Setelah itu warga dan Ny. Shinta sempat berdialog,” kata Jati kepada wartawan, Kamis, 25 Februari.
Namun menurut kuasa hukum Shinta dari LBH Yogyakarta, Aditya Arif, pertemuan tersebut bukanlah mediasi melainkan penilaian sepihak dimana Shinta hanya diperbolehkan menyampaikan pandangannya satu kali dan tidak diberikan kesempatan untuk membantah tuduhan terkait karaoke dan membersihkan diri. alkohol.
“Tadi malam adalah penghakiman, bukan mediasi. “Klien kami tidak diberi kesempatan untuk mengklarifikasi dan terpaksa menyetujui penghentian kegiatan asrama Islam,” kata Aditya.
Aditya menilai ada kejanggalan dalam mediasi yang salah satunya menjadi penyebab terhentinya aktivitas pesantren waria tersebut karena miras dan karaoke. Menurutnya, ada dua hal yang perlu dipisahkan, pertama kegiatan pengajian wisma Islam dan kegiatan setelah wisma Islam.
“Kalau FJI mempertanyakan masalah agama, sebenarnya ada alasan lain. Pemerintah sebaiknya memisahkan tempat tinggal Islam dan kegiatan keagamaan dari kegiatan yang disebut warga sebagai karaoke dan minuman beralkohol. Kalau karaoke dan miras yang meresahkan, kenapa pondok pesantren menghentikan aktivitasnya?” Aditya bertanya.
Menurut Jati, warga merasa terganggu dengan aktivitas kediaman Islam transgender yang terletak di kawasan pemukiman kecil. “Kalau ada kegiatan banyak orang yang datang, kendaraannya harus diparkir di rumah-rumah warga,” kata Jati.
Menurut Jati, aktivitas warga selepas kediaman Islam juga terganggu, antara lain karaoke hingga larut malam, bahkan ada pesta minum-minum di sana.
“Warga menyediakan karaoke hingga larut malam dan ada juga minuman beralkohol. “Ini menjadi keluhan dan meresahkan warga,” tambah Jati.
Pernyataan Jati dibenarkan Kapolsek Banguntapan Kompol Suharno. “Ada warga yang mengeluhkan listrik dan alkohol,” kata Suharno.
Anda masih bisa tinggal di rumah
Meski aktivitas pemukiman Islam transgender dihentikan hingga batas waktu yang belum ditentukan, namun warga dan pemerintah tetap memperbolehkan Shinta menempati rumahnya dan beraktivitas di sana. Pemerintah juga menjamin kebebasan Shinta dalam beribadah dan mengamalkan keyakinannya selama tidak mengundang banyak orang.
“Kami menjamin dan menawarkan perlindungan untuk Ny. Shinta untuk beribadah. Tidak apa-apa. Kalau ada yang mau berkunjung juga tidak apa-apa. Tapi tidak ada kegiatan untuk hunian Islam transgender, kata Jati.
Jika Shinta ingin mengadakan acara, ia harus meminta izin terlebih dahulu kepada RT dan RW setempat. Jika diizinkan, Anda boleh melakukan aktivitas ini.
“Sebenarnya sama saja, semua warga juga harus izin terlebih dahulu jika ingin mengadakan acara, tidak ada pembedaan. “Termasuk saya, kalau mengadakan acara juga perlu izin,” kata Jati.
Polisi masih melakukan pemantauan
Kapolsek Banguntapan Kompol Suharno mengatakan, setelah aktivitas di kediaman Islam transgender Al-Fatah dihentikan, pihaknya masih terus memantau keamanan di sana. Ingat, dulu ada organisasi masyarakat yang mendatangi kediaman Islam dan menolak keberadaannya.
Suharno menjelaskan, pengamanan tidak dilakukan dengan mengerahkan anggota ke lokasi.
“Hanya memantau seperti kemarin sore saya mampir ke situ, melihat kondisi lalu pulang. “Kami pantau keamanannya,” kata Suharno saat ditemui, Sabtu 27 Februari.
Dia mengatakan, polisi hanya memantau aktivitas karaoke dan konsumsi alkohol seperti yang dilaporkan warga sebelumnya. Sementara terkait aktivitas di dalam kediaman Islam, kata Suharno, bukan kewenangan kepolisian.
Lalu bagaimana dengan kelanjutan laporan Shinta Ratri atas pesan singkat ancaman yang mengatasnamakan Front Jihad Islam (FJI)? Suharno menjawab sulit mengungkap kebenaran laporan tersebut, karena tidak ada ahli di kepolisian.
“Bukannya kami menolak atau tidak menindaklanjuti. Sebelumnya kami instruksikan agar laporan tersebut dibawa ke kepolisian atau polda, karena polisi tidak memiliki ahli IT, kata Suharno.
Pernyataan tersebut dibantah pengacara Shinta dari LBH Yogyakarta, Aditya Arif. Dia mengatakan, Polsek Banguntapan tidak berniat menindaklanjuti laporan kliennya. Bahkan, Shinta membuat berita acara perkara (BAP). – Rappler.com
BACA JUGA: