• September 20, 2024

Bacalah baik-baik sejarah bangsa ini, Tere Liye

Memang, Soeharto lengser 18 tahun lalu. Begitu pula dengan kekuasaan rezim Orde Baru yang berbarengan dengannya selama sepertiga abad. Namun warisan propaganda Orde Baru masih melekat di benak masyarakat hingga saat ini. Termasuk manipulasi sejarah.

Propaganda Orde Baru yang menyatakan komunis itu jahat, komunis itu atheis dan anti agama, Partai Komunis Indonesia (PKI) ingin memberontak, PKI ingin mengubah ideologi Pancasila, dan lain sebagainya masih menjadi rujukan sebagian orang. Mereka seolah tak peduli dengan banyaknya buku beredar yang mengungkap manipulasi sejarah versi Orde Baru.

Jadi dua hari terakhir Darwis itu adalah Tere Liyemenggertak karena mengunggah status tentang sejarah Indonesia. Penulis yang telah menerbitkan 24 novel ini dengan sinis mengatakan bahwa tidak ada pemikir komunis atau sosialis yang pernah berperang sampai mati melawan tentara Belanda, Inggris, atau Jepang.

PeternakanBanyak pula kalangan yang mengkritik Darwis sembari menyebut nama banyak tokoh gerakan kemerdekaan seperti Sukarno, Hatta, Sutan Sjahrir, HOS Tjokroaminoto, Tan Malaka, Alimin, Haji Misbach, dan lain-lain.

Kemudian dihapus penempatan– asli dan diupload penjelasannya. Darwis sendiri yang mengajak generasi muda membaca baik-baik sejarah bangsa ini, mungkin belum pernah membaca sejarah berikut ini.

Pada tahun 1914 di Hindia Belanda lahirlah organisasi Indische Sosiaal-Democratische Vereniging (ISDV). Salah satu pasal program ISDV adalah memperjuangkan kemerdekaan.

Enam tahun kemudian, pada tanggal 23 Mei 1920, pada Kongres Tahunan VII, ISDV berganti nama menjadi Persatuan Komunis di Hindia (PKH). Pada Kongres Kedua bulan Juni 1924, PKH berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Artinya PKI merupakan partai politik pertama di india yang menggunakan kata “Indonesia” sebagai pengganti kata “India” atau “Hindia”.

Selain itu, banyak juga komunis dalam perjuangan kemerdekaan, namun hilang dalam sejarah. Enam nama diantaranya:

Haji Datuk Batuah (1895-1949)

Ia merupakan salah satu tokoh komunis terkemuka di Minangkabau, Sumatera Barat. Haji Datuk Batuah belajar agama di Mekah, Arab Saudi selama 5 tahun. Sekembalinya ke tanah air, ia mulai menyebarkan Islam melalui Sumatra Thawalib di Padang Panjang.

Pemilik nama lengkap Ahmad Khatib Datuk Batuah ini mengatakan, Islam dan komunisme tidak bertentangan namun memiliki persamaan. Islam sebagai agama yang datang dari Allah untuk menyelamatkan umat manusia sejalan dengan komunisme yang bertujuan untuk menyelamatkan umat manusia dari kezaliman dan penindasan.

Haji Datuk Batuah anti kolonial dan anti kapitalisme. Komunisme baginya menjadi sarana untuk melawan penjajah, untuk memperoleh kemerdekaan yang langgeng. Haji Datuk Batuah menjadikan ajaran komunis sebagai alat untuk menyelamatkan bangsa dari penjajahan, agar masyarakat tidak lagi menindas masyarakat.

Menanggapi anggapan komunis itu atheis, Haji Datuk Batuah menanggapinya dengan mengatakan bahwa tidak benar komunis anti Tuhan, bahwa saudara-saudara komunis masih memiliki Islam yang kuat.

Haji Datuk Batuah menekankan kesamaan pandangan antara ajaran Islam dan komunis. Seperti pandangan komunis tentang perlunya persamaan hak yang juga dibenarkan dalam ajaran Islam. Atau pandangan Islam mengenai perlunya membayar upah pekerja sesuai haknya sebelum keringatnya habis sama dengan bagian dari ajaran komunis.

Tindakan Haji Datuk Batuah membuat khawatir pemerintah kolonial Belanda. Pemerintah Hindia Belanda memenjarakan Haji Datuk Batuah dan kemudian mengasingkannya ke Digul.

Kemajuan Haji Datuk Batuah sangat mempengaruhi persiapan pemberontakan di Minangkabau pada tahun 1927.

KH Tubagus Achmad Chatib (1885—1966)

KH Tubagus Achmad Chatib adalah seorang tokoh komunis di Banten, Baret Jawa. Ia adalah menantu kiai terkemuka, Haji Mohammad Asnawi dari Caringin. Banyak ulama, ustadz, dan kyai yang menjadi anggota PKI dan ikut aktif dalam pemberontakan nasional tahun 1926 melawan pemerintah kolonial.

Ia mengatakan, pemberontakan yang terjadi adalah tugas suci umat Islam melawan pemerintah kafir. Achmad Chatib membawa semangat jihad dan syahid.

Ia pernah menjadi Komandan Batalyon I Peta di Labuan, Banten. Setelah merdeka, ia diangkat oleh Presiden Soekarno menjadi penduduk Banten pertama yang memerintah pada tahun 1945-1949.

Musso (1897—1948)

Pada usia 19 tahun, Musso memimpin pemogokan pelajar sebagai protes terhadap penghinaan yang dilakukan guru Belanda.

Pada tahun 1919, pemilik nama lengkap Munawar Muso ini bekerja sebagai pegawai kantor pos, sebelum dipecat karena aktivitasnya di serikat pekerja. Setelah menjadi anggota Sarekat Islam, Musso ditangkap dan dipenjarakan sehubungan dengan aksi anti-kolonial yang diselenggarakan oleh sarekat tersebut.

Musso menjadi pemimpin awal PKI pada tahun 1920-an. Ketika pemberontakan PKI melawan kolonialisme pecah pada tahun 1926, Musso sedang berada di luar negeri.

Menghadapi tumbuhnya fasisme di Eropa pada tahun 1930-an dan bahaya agresi fasis Jepang di Asia, Musso kembali ke Indonesia sekitar tahun 1935 untuk membangun kembali PKI dan menyampaikan garis politik anti-fasis. Musso mulai membangun kerangka perjuangan rakyat, memperjelas garis-garis perjuangan anti fasis, membangun PKI dan memimpin perjuangan nasional melawan fasisme Jepang.

Tak lama kemudian, Musso terpaksa meninggalkan negaranya untuk menghindari upaya penangkapan. Namun, ia berhasil membentuk kader dan organisasi bawah tanah untuk perjuangan anti-fasis melawan agresi Jepang.

Pada bulan Agustus 1948, Musso kembali bangkit ketika Revolusi Agustus 1945 semakin menyimpang melalui perjanjian-perjanjian dengan Belanda yang semakin merugikan Republik. Musso menyampaikan Resolusi Jalan Baru untuk membentuk front nasional anti imperialis di Indonesia.

Musso kemudian terbunuh dalam provokasi Madiun yang pecah pada September 1948.

Amir Syarifuddin (1907—1948)

Menjelang invasi Jepang ke Hindia Belanda, Amir Sjarifoddin menghimpun berbagai gerakan negara dalam aliansi anti fasis dengan mendirikan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo). Ia juga mengkampanyekan pembentukan Gabungan Politik Indonesia (Gapi) dan Gerakan Rakyat Anti Fasis (Geraf).

Amir mempunyai pengaruh besar di kalangan massa. Sebagai orator, ia sejalan dengan Soekarno.

Amir dengan tegas menolak bekerja sama dengan Jepang, berbeda dengan tokoh lain yang berharap Jepang bisa memberikan kemerdekaan kepada Hindia Belanda setelah Belanda dikalahkan. Amir yang aktif mengorganisir gerakan rahasia melawan fasis Jepang akhirnya ditangkap pada Januari 1943 di tengah gelombang penangkapan di Surabaya.

Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, Amir kembali ke Jakarta untuk menduduki jabatan Menteri Penerangan. Ketika Sutan Sjahrir menjadi Perdana Menteri, Amir diangkat menjadi Menteri Keamanan/Pertahanan Nasional.

Situasi internasional yang saat itu ditandai dengan Perang Dingin antara Uni Soviet dan Amerika Serikat pasca Perang Dunia II, juga mempengaruhi situasi politik Indonesia.

Partai Sosialis (PS) pimpinan Amir bersama organisasi sayap kiri lainnya seperti Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai Buruh Indonesia (PBI), Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo), dan Organisasi Buruh Indonesia Pusat ( SOBSI), menyatukan diri dalam Front Demokratik Rakyat (FDR). FDR menentang kabinet Hatta yang menempuh kebijakan diplomasi dan kompromi dengan Belanda.

Pada masa provokasi Madiun tahun 1948, Amir dieksekusi.

Dipa Nusantara Aidit (1923—1965)

DN Aidit memanfaatkan Asrama Menteng 31 untuk menyebarkan gagasan anti fasis. Aidit aktif berpartisipasi dalam organisasi Persatuan Pekerja Kendaraan dan mendirikan Barisan Banteng, sebuah organisasi pemuda berusia 17 tahun, mendidik mereka dalam semangat patriotisme anti-fasis.

Pada tahun 1944, Aidit membantu mendirikan organisasi yang lebih tegas dengan gaya anti fasis, berjiwa komunis dan bertujuan untuk mencapai Indonesia merdeka, yaitu Gerakan Indonesia Merdeka (Gerindom).

Pada bulan September 1945, Aidit menjadi ketua Angkatan Pemuda Indonesia (API) cabang Jakarta. Dia terbunuh dalam tragedi pembantaian tahun 1965.

Wikana (1914—1966)

Pada masa Jepang, Wikana merupakan kader PKI yang aktif memimpin organisasi baik legal, semi legal, dan ilegal.

Ia aktif memobilisasi massa dan menggunakan organisasi tersebut untuk mendidik dan melatih massa melawan fasisme Jepang. Wikana juga memimpin organisasi Gerakan Indonesia Baru.

Peluang politik Kaigun ia manfaatkan untuk menarik generasi muda dengan mendirikan Asrama Indonesia Merdeka dengan pemikiran anti fasis.

Wikana merupakan tokoh pemuda yang mendesak agar Sukarno segera mendeklarasikan kemerdekaan pada bulan Agustus 1945. Wikana pulalah yang membawa Sukarno dan Hatta ke Rengasdengklok untuk mengadakan perundingan dengan tujuan agar kedua tokoh tersebut segera membacakan Proklamasi Kemerdekaan pasca kekalahan Jepang oleh Jepang. Sekutu.

Namun kemudian dia menghilang dan diduga tewas dalam tragedi tahun 1965.

Begitulah generasi muda. Selain enam nama di atas, masih banyak nama lain dari sayap kiri yang turut berperan dalam sejarah Indonesia. Silakan cari. Tere Liye, bacalah baik-baik sejarah bangsa ini. —Rappler.com

Bilven Sandalista adalah seorang penjual buku. Dia tinggal di Bandung.

BACA JUGA:

HK Malam Ini