• September 22, 2024

Gerakan Ahmadiyah Yogyakarta: Potret Kemanusiaan dan Kerukunan

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

“Kami tidak eksklusif”

YOGYAKARTA, Indonesia — Dari Dari segi biologis, kebangsaan, agama, bahkan psikologis yang abstrak, manusia diciptakan beragam. Potensi alam ini telah tertata dan menjadi karakter manusia sejak lahir.

Potensi alam ini harus diatur agar menjadi sumber dan penyebab kemajuan karena akan menjadi kekacauan, keburukan dan bencana jika tidak dimanfaatkan dengan baik. Sifat alami manusia lainnya adalah menjadi makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia diharapkan dapat berbaur dan hidup berdampingan dengan orang lain.

Dalam situasi sosial itu mereka saling membutuhkan. Hidupnya bergantung pada tetangganya.

Gerakan Ahmadiyah Yogyakarta merupakan gerakan yang merespon pengakuan Ahmadiyah sebagai organisasi keagamaan berbadan hukum yang disebut Jemaah Ahmadiyah Indonesia pada bulan Maret 1953 di bawah pemerintahan Presiden Soekarno.

Sebagai sebuah gerakan, struktur organisasi gerakan Ahmadiyah Yogyakarta tidak jauh berbeda dengan yang lain. Perempuan dalam gerakan Ahmadiyah juga mempunyai struktur tersendiri yang disebut Lajnah Imailah. Selain fokus pada kegiatan penguatan posisi perempuan, juga berperan aktif dalam kegiatan sosial seperti memberikan edukasi dan dukungan kepada perempuan untuk mencapai keadilan gender, memberikan bantuan kepada anak yatim, dan berbagi kepada warga sekitar melalui takjil buka puasa.

Kehidupan di masyarakat

Meski mengalami kekerasan dan penggusuran dari rumahnya, jemaah Ahmadiyah di kota lain tidak menyikapi tindakan tersebut dengan kekerasan. Bahkan mereka kerap melakukan kegiatan sosial. Seperti yang dilakukan gerakan Ahmadiyah Yogyakarta ketika St. Maria Assumpta Gamping, Sleman menggelar sahur bersama sehingga hadir 7 anggota gerakan Ahmadiyah Yogyakarta.

Hal ini tidak hanya mematahkan anggapan eksklusivitas kelompok, tetapi juga menunjukkan bahwa Ramadhan adalah waktu yang tepat untuk membiasakan diri saling menghargai dan mengedepankan persatuan. Selain itu, Lajnah Imailah Yogyakarta juga berkesempatan membagikan bingkisan Idul Fitri kepada warga sekitar Masjid Fadhli Umar yang merupakan tempat ibadah jamaah Ahmadiyah.

Tidak berhenti hanya pada partisipasi aktif anggotanya dalam kehidupan bermasyarakat, Ketua Gerakan Ahmadiyah Yogyakarta, Sarwan Sutomo, juga kerap diundang dalam diskusi publik mengenai persatuan dan kesatuan NKRI serta wacana lintas agama.

“Kami tidak mengucilkan diri atau mengasingkan orang di luar kelompok kami, tapi kami mengintervensi semua orang,” tegas Afgor Ali, ketua seksi Dakwah gerakan Ahmadiyah Yogyakarta. Ketua saat ini masih aktif sebagai guru di SMK 1 Sleman.

Momen kemenangan dan kebersamaan

Seringkali jamaah Ahmadiyah mengalami ketidakpastian dalam merayakan Hari Kemenangan. Hal ini disebabkan adanya penyegelan tempat ibadah milik jamaah Ahmadiyah dan juga ancaman penganiayaan oleh warga sekitar. Namun warga Gerakan Ahmadiyah Yogyakarta yang kembali mengikuti instruksi pemerintah merayakan hari raya Idul Fitri tahun ini bisa berdiri berdampingan dan melaksanakan Salat Idul Fitri dengan khusyuk dan damai di halaman Stadion Mandala Krida Yogyakarta, berbaur dengan masyarakat lainnya. penduduk beragama Islam.

Gerakan Ahmadiyah Yogyakarta yang aktif dalam kegiatan pendidikan bersama Yayasan Piri Yogyakarta setiap tahunnya bergabung dalam struktur panitia Salat Idul Fitri di Stadion Mandala Krida. “Kami bekerja sama dengan 9 masjid dan 3 musala untuk menyelenggarakan Salat Idul Fitri dalam Panitia Hari Besar,” demikian penjelasan Afgor.

Sekalipun aksi kekerasan dan persekusi sering dialami oleh jemaah Ahmadiyah Indonesia, namun potret gerakan Ahmadiyah Yogyakarta dan kerjasamanya dengan umat lain dapat menjadi contoh persatuan dalam keberagaman untuk beriman dan bertaqwa kepada-Nya.

Manusia adalah sama dihadapan-Nya dan tidak ada seorangpun yang berhak menghakimi orang lain mengenai keimanan dan ketakwaannya. Namun yang bisa dilakukan masyarakat adalah hidup bersama secara rukun untuk menciptakan kerukunan dan beribadah bersama dengan khusyuk, menghargai momen-momen pribadi antara manusia dengan Tuhannya.

—Rappler.com

taruhan bola online