Menteri Luar Negeri Retno Marsudi akan bertemu Aung San Suu Kyi di Myanmar
- keren989
- 0
Jakarta, Indonesia – Menteri Luar Negeri Retno Marsudi akan menyampaikan empat hal kepada Aung San Suu Kyi, pemimpin partai Liga Nasional Demokrat yang kini menguasai mayoritas kursi parlemen di Myanmar. Retno dijadwalkan bertemu dengan Daw Suu Kyi, yang juga menjabat Penasihat Negara Dan Menteri Luar Negeri Myanmar, pada Senin, 4 September.
Pada Sabtu sore, 2 September 2017, dalam pertemuan di Jakarta, Menteri Luar Negeri Retno dan Wakil Menteri Luar Negeri AM Fachir mengundang sejumlah tokoh agama dan ormas Islam untuk menyampaikan posisi pemerintah Indonesia.
“Tujuan pertemuan sore ini adalah untuk menyampaikan apa yang telah dilakukan pemerintah yang akan saya sampaikan kepada Daw Suu Kyi, dan mendapatkan masukan dari para pimpinan ormas keagamaan. Situasi di sana rumit. Saya berharap nomor-nomor tersebut bisa menyampaikan hal itu kepada anggotanya, kata Retno kepada Rappler melalui telepon.
Pertemuan tersebut diadakan di tengah meningkatnya tekanan dari berbagai kelompok masyarakat agar Indonesia mengambil inisiatif untuk mengeluarkan Myanmar dari keanggotaan ASEAN, karena perlakuannya terhadap kelompok etnis Muslim Rohingya.
Kekerasan bersenjata yang terjadi di Negara Bagian Rakhine, wilayah yang dihuni warga Rohingya, mencapai puncaknya dalam beberapa hari terakhir. Media internasional yang mengutip informasi dari militer mengatakan sedikitnya 400 orang tewas, mayoritas dari mereka adalah Muslim Rohingya. Sekitar 30 ribu orang mencoba melarikan diri dan melarikan diri melintasi perbatasan menuju Bangladesh. (BACA: PP Muhamadiyah dorong pembekuan keanggotaan Myanmar di ASEAN)
Empat hal yang disampaikan Retno adalah, Pertamameminta pemerintah Myanmar memulihkan situasi keamanan di wilayah Rakhine State dan menghormati hak-hak masyarakat. Kedua, meminta pemerintah menghentikan kekerasan bersenjata di wilayah negara bagian Rakhine atau kontrol diri, termasuk menghentikan kekerasan terhadap Muslim Rohingya di mana pun. Ketigamenyerukan perlindungan bagi seluruh warga negara tanpa kecuali, termasuk warga Rohingya yang beragama Islam. Keempatberharap pemerintah Myanmar membuka akses masuknya bantuan kemanusiaan bagi korban konflik dan pengungsi di wilayah negara bagian Rakhine.
“Saya menggunakan istilah memperbaiki“Kami mengembalikan situasi seperti sebelum konflik terjadi dengan kekerasan bersenjata,” kata perempuan pertama yang menjadi menteri luar negeri itu.
Pada Jumat malam, 1 September, Retno melakukan percakapan telepon dengan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Gutteres. Dalam perbincangan tersebut, Menlu dan Sekjen PBB menyampaikan keprihatinannya terhadap kondisi ribuan etnis Rohingya dan konflik yang meningkat dalam sepekan terakhir. Retno mengimbau pemerintah Indonesia hingga Myanmar menghentikan tindakan tersebut.
Retno, Menteri Luar Negeri, sebelumnya juga berbicara melalui telepon dengan Kofi Annan, mantan Sekjen PBB.
“Kofi Annan menelepon saya dan kami juga berbincang, tapi lebih pada konteks bagaimana Indonesia bisa berkontribusi pada implementasi hasil komisi penasihat Kofi Annan di Rakhine State,” kata Retno.
Komisi Penasihat Negara Bagian Rakhine Kofi Annan adalah komisi penasihat yang dibentuk oleh Aung San Suu Kyi pada 23 Agustus 2016 untuk mencari solusi guna meningkatkan kesejahteraan warga Rakhine State. Komisi ini terdiri dari enam ahli lokal dan tiga ahli internasional. Pembentukannya dilakukan secara tidak memihak.
Menurut Retno, tindakan Indonesia tersebut merupakan upaya untuk mendesak pemerintah Myanmar menghentikan serangan militernya terhadap warga di Rakhine State, sejalan dengan apa yang disampaikan dalam laporan Komisi.
“Dari laporan interim Agustus lalu, apa yang dilakukan Indonesia hampir sesuai dengan apa yang dikeluarkan KPU,” ujarnya.
Menurutnya, laporan Komisi Kofi Annan menggarisbawahi pentingnya memulihkan keamanan, akses pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat Rohingya, serta perlindungan terhadap negara.
Selama kunjungan awal ke Myanmar Pekan depan, Retno juga akan mendatangkan bantuan kemanusiaan untuk masyarakat Rohingya di wilayah konflik. Bantuan berasal dari sejumlah organisasi lintas agama dan lembaga swadaya masyarakat internasional.
MUI mendukung pemerintah
Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas yang hadir dalam pertemuan dengan Menlu tersebut menyatakan MUI mendukung upaya pemerintah Indonesia terkait krisis kemanusiaan di Rakhine State.
“Saya bilang ke Ibu Menlu, ini perjuangan, saya harap Ibu Menlu menganggapnya sebagai ibadah,” kata Anwar Abbas kepada Rappler melalui telepon.
Anwar Abbas yang juga mewakili Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengatakan, merupakan hak masyarakat sipil, khususnya umat Islam, untuk mengutuk tindakan kekerasan yang dilakukan pemerintah dan tentara Myanmar terhadap masyarakat Rohingya.
“Umat Islam di Indonesia merasa mereka juga dirugikan. “Tentara melanggar hak asasi manusia Rohingya,” katanya.
Kendati demikian, Anwar mengaku memahami sulitnya posisi pemerintah Indonesia dalam menyikapi tekanan masyarakat, termasuk yang meminta pemerintah mengusulkan pencabutan Hadiah Nobel Perdamaian untuk Aung San Suu Kyi.
“Saya kemudian sampaikan kepada Menlu bahwa pemerintah sedang memperjuangkan empat hal itu. “Jangan terbebani untuk mengurus hal-hal yang tidak mungkin dilakukan oleh pemerintah,” kata Anwar.
Rapat yang berlangsung di Restoran Seribu Rasa itu turut dihadiri Ketua Pengurus Besar Nadhlatul Ulama KH Said Agil Siraj, Ketua MUI KH Muhyidin Junaedi, Ketua Dewan Pengurus Korps Alumni Ikatan Mahasiswa Indonesia (KAHMI) Akbar Tanjung dan Sekjen PB HMI Subandriyo. – Rappler.com