Radikalisme yang mengancam hak-hak perempuan
- keren989
- 0
JAKARTA, Indonesia – Meningkatnya tindakan intoleransi di Indonesia dinilai semakin mengkhawatirkan. Lemahnya penegakan hukum menjadikan negara ini lahan subur tumbuhnya intoleransi dan radikalisme dalam kehidupan sehari-hari dan politik.
Perempuan dan anak-anak disebut-sebut menjadi korban yang sangat terancam dengan perkembangan kondisi saat ini.
“Mereka paling merasakan eksklusi sosial, ketergantungan ekonomi pada sumber daya penghidupan, sulitnya akses pendidikan, dan masa depan yang tidak jelas,” kata aktivis perempuan Musdah Mulia, Minggu, 21 Mei di Jakarta.
Sangat mudah untuk melihat bahwa radikalisme mengarah pada kriminalisasi dan viktimisasi perempuan. Misalnya melalui Peraturan Daerah (Perda) yang diskriminatif yang berlaku di banyak tempat. Komnas Perempuan mencatat ada 421 peraturan yang merugikan perempuan.
Ia juga menyoroti semakin jelasnya benih-benih intoleransi di kalangan anak-anak. Musdah dan sejumlah mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah menemukan banyak anak yang baru masuk PAUD dilarang bersosialisasi dengan teman yang berbeda agama.
Akibatnya, banyak orang yang menggunakan istilah kafir – atau non-Muslim – sebagai bentuk hinaan di kalangan anak sekolah. Tidak jarang ada orang yang melakukan intimidasi terhadap teman sekolah yang berbeda ras atau agama.
Situasi ini diperparah dengan penggunaan tempat ibadah seperti masjid atau gereja untuk tujuan politik.
“Khotbah luas yang mengedepankan kepentingan partai tidak boleh disampaikan di masjid atau gereja. Sebagai tempat umumtidak bisa menjadi alat politik,” katanya.
Ia juga mengkritik ajaran agama yang semakin menjanjikan surga dan menjadikan neraka sebagai ancaman. Salah satunya adalah seorang kenalan yang meminta salat untuk berangkat umroh, namun yang bersangkutan ternyata ikut protes besar beberapa waktu lalu.
Sangat mudah untuk melihat adanya proses pencucian otak yang telah terjadi. “Mereka diberitahu bahwa mengikuti protes sama dengan menunaikan umrah,” katanya.
Berdasarkan penelitiannya, ia menemukan bahwa kelompok radikal cenderung militan dalam menyebarkan pahamnya. Waktu yang dihabiskan mencapai 40 jam dalam seminggu, dan korban tergiur dengan janji masuk surga dan menemukan istri bidadari.
Ajaran semacam ini justru bertentangan dengan nilai-nilai dasar agama yang mengedepankan kebaikan dan perdamaian sebagai intinya.
“Agama di masyarakat disesatkan karena menjanjikan surga dan neraka, kenapa kita tidak belajar kebersihan dan lain sebagainya untuk hidup bermasyarakat?” kata Musdah.
Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia Dian Kartikasari mengatakan ada upaya mengubah ideologi negara. “Sekarang yang terlihat, ada yang menyebutnya, Pancasila berbumbu syariah,” ujarnya.
Intoleransi menyebar tidak hanya pada ‘berbeda agama’ tetapi juga pada sekte atau pilihan politik yang berbeda. Kekerasan berbasis gender juga semakin nyata, dengan dilaporkannya kasus-kasus di akun media sosial yang menyatakan ‘Pendukung Halal Ahok diperkosa.’ Dalam hal ini, pemerkosaan bukan lagi soal hasrat seksual, melainkan upaya untuk menundukkan perempuan dan menunjukkan kekuasaan.
Sejarawan Bonnie Triyana mengatakan, teror tersebut awalnya merupakan upaya perebutan kekuasaan antar laki-laki. “Tetapi perempuanlah yang menjadi korban,” ujarnya.
Dian juga mengimbau masyarakat untuk bertindak secepatnya agar situasi tidak semakin parah. Caranya adalah dengan memberikan pendidikan kritis, khususnya kepada perempuan.
Rubiyanti Kholifah dari AMAN Indonesia mengatakan radikalisme bisa masuk melalui 3 saluran: persahabatan, persaudaraan dan ibadah. Seringkali seorang individu terpapar nilai-nilai intoleran dari pergaulan di lingkungan sekolah, masyarakat atau dari perkawinan.
Namun cara ini juga bisa digunakan untuk mengatasinya. “Misalnya bagi generasi muda, kita terbiasa bersosialisasi dengan anak-anak yang seumuran namun berbeda latar belakang,” ujarnya.
Terkait perempuan, AMAN Indonesia juga mendirikan Sekolah Perempuan Damai Pondok Bambu. Di sana mereka memberikan pendidikan kritis kepada ibu-ibu seperti di universitas.
Hasilnya cukup signifikan, ibu bisa menjadi pintu gerbang nilai toleransi terhadap keluarganya. Warga menjadi lebih kompak dan tidak cepat menilai seseorang.
Salah satu kasus yang menjadi tolak ukur keberhasilan adalah ketika seorang remaja hamil di luar nikah. Alih-alih mengusir atau menghakimi seperti yang umumnya terjadi, warga justru segera datang ke BPJS dan memastikan anak remaja tersebut lahir dengan selamat.
“Saya juga kaget melihat mereka tidak langsung menstigmatisasi atau menghakimi korban, tapi bahu membahu,” kata Ruby. Hubungan internal dalam keluarga juga semakin harmonis, karena anak berani terbuka membicarakan hal-hal yang dipelajarinya kepada ibunya. Ia berharap gerakan seperti ini bisa digagas hingga tingkat RT dan RW.
Musdah juga meminta masyarakat lebih berani bersuara jika menemui intoleransi di tempat umum. “Jika khotbah seseorang memuat hal itu Kebencian, tidak memberikan keringanan, langsung datang. Tidak mungkin,” katanya.
Polisi dan Kementerian Komunikasi dan Informatika juga harus lebih proaktif menyaring informasi yang tidak mengandung konten ujaran kebencian atau sektarianisme agama atau etnis tertentu. “Terapkan hukum secara konsisten,” ujarnya.
Mendikbud juga harus memastikan sistem dan kurikulum sekolah bebas dari benih radikalisme, begitu pula tenaga pengajar dan pengelola sekolah. Inklusivitas merupakan nilai yang harus didorong dalam pendidikan Indonesia.
Disebutkan dalam pasal 4 ayat 1 Undang-undang nomor 20 Tahun 2003 bahwa prinsip penyelenggaraan pendidikan harus diselenggarakan secara demokratis dan adil serta tidak boleh bersifat diskriminatif. Ia kemudian menyarankan agar setiap lembaga pendidikan menaati pasal tersebut dalam mengambil kebijakan atau evaluasi.
Sejauh ini diskriminasi berbasis agama masih ditemukan dalam proses pembelajaran dan materi pengajaran. Hasil penelitian SETARA Institute menunjukkan 65 sekolah telah melakukan tindakan diskriminatif. Pada tahun 2014, Wahid Institute juga mendapatkan dukungan dari guru dan siswa atas tindakan pelaku perusakan dan penyegelan tempat ibadah. – Rappler.com