Mabes memastikan senjata yang disimpan di Bandara Soetta adalah milik Polri
- keren989
- 0
Polri mengimpor 280 pucuk senjata dan 5.932 peluru untuk digunakan di satuan Brimob
JAKARTA, Indonesia – Mabes Polri akhirnya mengklarifikasi informasi bahwa barang impor berupa senjata yang disita di Bandara Soekarno-Hatta memang milik Polri. Barang-barang tersebut, kata Polri, diimpor melalui prosedur yang baik dan sah.
Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Setyo Wasisto memastikan pembelian senjata yang didatangkan dari Bulgaria sudah sesuai prosedur.
Barang-barang yang ada di Bandara Soetta dan disebutkan rekan-rekannya memang senjata milik Polri dan merupakan barang sah, kata Setyo saat memberikan keterangan pers, Sabtu, 30 September di Mabes Polri.
Polri melakukan perencanaan, kemudian dilelang, dan ditinjau oleh Irwasum dan pegawai BPKP. Semua proses itu dilakukan, kata dia, sebelum memutuskan membeli melalui pihak ketiga dan barang sampai di Indonesia.
Berdasarkan informasi, ada dua jenis benda yang didatangkan Polri, yakni senjata Stand Alone Grenade Launcher (SAGL) kaliber 40X46 mm. Jumlahnya mencapai 280 pucuk dan dikemas dalam 28 dus (10 pucuk/kotak) dengan berat total 2.212 kilogram. Sedangkan item kedua adalah amunisi RLV-HEFJ kaliber 40X46mm yang dikemas dalam 70 box (84 butir peluru/box) dan 1 box (52 butir peluru). Totalnya mencapai 5.932 item (71 dus) dengan berat 2.892 kilogram.
Baik amunisi maupun senjata merupakan perlengkapan yang memenuhi standar militer. Menurut situs web persenjataan-bg.comSAGL adalah peluncur granat tipe M 406. Sedangkan RLV-HEFJ merupakan amunisi granat yang digunakan sebagai senjata serbu militer untuk menghancurkan kendaraan atau material lapis baja ringan.
Muatan senjata dan amunisi tersebut diimpor oleh PT Mustika Duta Mas. Rencananya senjata dan amunisi tersebut akan digunakan oleh Korps Brimob Polri.
Meski senjata tersebut tiba pada Jumat malam lalu sekitar pukul 23.30 WIB dengan pesawat Aliansi Udara Ukraina bernomor penerbangan UKL 4024, namun proses bongkar muat baru selesai pada Sabtu dini hari. Barang kemudian dipindahkan ke kargo Unex.
Kini kargo tersebut masih tertahan di bandara karena memerlukan rekomendasi Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI dan harus melewati proses bea cukai. Brimob Polri menegaskan, pihaknya tidak akan mengambil barang tersebut jika kedua proses tersebut tidak selesai.
Bukan pembelian pertama
Setyo mengatakan, ini bukan pertama kalinya mereka membeli senjata serupa. Pada tahun 2015 dan 2016, benda serupa juga masuk ke Indonesia.
Dia menjelaskan, Polri membutuhkan senjata dan amunisi tersebut untuk operasi melawan terorisme.
“Tugas utama Brimob adalah sebagai personel polisi khusus. Intensitasnya tinggi, ada yang berkaitan dengan aksi anti teroris, anti bahan peledak dan lain sebagainya, kata Setyo.
Ia mengatakan, personel Brimob juga bertugas membantu jika negara dalam kondisi perang. Mereka akan membantu TNI untuk melawan musuh.
Lantas, apakah jenis senjata seperti itu yang tempo hari disebut-sebut Panglima TNI Gatot Nurmantyo dan bikin heboh? Setyo mengaku enggan berkomentar mengenai hal tersebut.
Apalagi, menurut Setyo, fungsi senjata itu sebagai alat kejut, bukan senjata serbu.
Kontroversi harus diakhiri
Gatot mengungkapkan dalam forum terbuka pekan lalu, ada lembaga nonmiliter yang melakukan impor senjata ilegal dengan mengatasnamakan Presiden Joko “Jokowi” Widodo. Gatot belum mau membeberkan siapa lembaga terkait.
Namun akibat pernyataan tersebut menimbulkan kegaduhan di Tanah Air. Gatot juga disingkirkan karena diduga memanfaatkan isu tersebut untuk kepentingan politik.
Ia mengaku sudah menjelaskan keadaan sebenarnya kepada Presiden Jokowi. Sebab, jika informasi tersebut benar-benar berasal dari BAIS TNI, maka hanya dapat diketahui oleh end user yaitu Presiden Jokowi.
Menurut pengamat intelijen Universitas Indonesia, Syanislaus Riyanta, polemik perolehan senjata ini tidak perlu dan harus segera diakhiri. Karena hal tersebut justru sangat merugikan Indonesia.
“Polemik seperti ini tidak sehat mengingat jika terus berlanjut akan menimbulkan rawan ancaman pihak lain untuk melakukan intervensi. Selain itu, kegaduhan tersebut berdampak pada terungkapnya rahasia negara, termasuk senjata milik Indonesia, kata Stanislaus dalam keterangan tertulisnya, Minggu pagi, 1 Oktober.
Jika persoalan ini terus berlanjut, bisa jadi justru akan mengadu domba tiga institusi yakni TNI-Polri-BIN. Padahal, ketiga lembaga tersebut harus tampil kompak di mata masyarakat.
“Kita harus memilah mana informasi yang bisa dimanfaatkan masyarakat dan mana yang cukup untuk ditangani pemerintah. “Hindari polemik yang tidak perlu dan kontraproduktif,” ujarnya lagi.
Untuk menjelaskan kejadian tersebut, anggota Komisi I DPR berencana memanggil Panglima TNI dan Kepala BIN untuk menghadiri rapat kerja pekan depan. – Rappler.com