Agar perusahaan tambang tetap efektif, apakah cara mengendalikan Freeport terbuka?
- keren989
- 0
JAKARTA, Indonesia – Tiga Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada Rabu, 29 November 2017. Ketiganya adalah PT Aneka Tambang Tbk (Antam), PT Timah Tbk, PT Bukit Asam Tbk .
Dalam RUPSLB akan diputuskan ketiganya menjadi anak perusahaan PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum). Proses ini melengkapi pembentukan holding BUMN pertambangan.
Proses pembentukan holding pertama di era pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo menuai kontroversi. Beberapa pihak menduga kendali negara atau pemerintah terhadap ketiga BUMN yang merupakan anak perusahaan tersebut akan hilang. Soalnya, ketiga BUMN tersebut tidak lagi dimiliki langsung oleh negara, melainkan dimiliki oleh Inalum yang sahamnya 100% milik negara dan berstatus BUMN.
Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno mengatakan meski statusnya berubah, ketiga anggota holding BUMN pertambangan tersebut tetap diperlakukan sama sebagai BUMN untuk urusan strategis.
“Negara masih menguasai ketiga perusahaan tersebut, baik secara langsung melalui saham Dwi Warna, maupun secara tidak langsung melalui PT Inalum. Itu diatur dalam PP 72 Tahun 2016, kata Harry saat ditemui pemimpin redaksi media massa di Jakarta, Selasa, 21 November 2017.
Harry juga menjelaskan, proses holding ini sudah dimulai sejak lama dengan adanya pemaparan roadmap pembangunan BUMN oleh Menteri BUMN Rini Soemarno pada akhir tahun 2015 lalu kepada Komisi VI DPR.
Pasca terbitnya PP Nomor 47 Tahun 2017, dilanjutkan dengan proses administrasi termasuk pembuatan Akta Kontribusi, yang kemudian dilanjutkan dengan persetujuan holding BUMN dalam RUPSLB. Setelah pertemuan itu, holding BUMN pertambangan efektif.
Pemerintah saat ini memegang saham mayoritas di tiga BUMN pertambangan yang juga sudah diketahui, yakni PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) 65 persen, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) 65,02 persen, dan PT Timah Tbk (TINS) 65 persen. Mayoritas saham pemerintah di tiga BUMN itu dialihkan ke PT Inalum (Persero) yang 100 persen sahamnya dimiliki negara.
Jokowi ingin BUMN memilikinya efek pengganda
Pembentukan holding BUMN kembali mengemuka saat Presiden Jokowi menggelar rapat khusus yang membahas hal tersebut. Dalam rapat kabinet tanggal 29 Februari 2016, Jokowi mengatakan: “Saya ingin mendorong BUMN untuk lebih berperan sebagai lokomotif penggerak perekonomian nasional, dan kita juga ingin BUMN tidak hanya untung-rugi, tidak boleh berpikir, tapi harus juga punya efek pengganda banyak untuk kesejahteraan rakyat. “Kita juga ingin BUMN kita tidak hanya jago di dalam negeri, tapi juga berani menyerang negara lain untuk mengembangkan kekuatan perekonomian nasional.”
Enam bulan sebelumnya, Jokowi meminta peta jalan (peta jalan) yang jelas untuk mewujudkan BUMN tangguh yang tangkas dan berani bersaing dalam menghadapi era yang semakin kompetitif.
“Saya diminta untuk merancang peta jalan rute tersebut dalam bentuk a kepemilikan super atau menyimpan atau mulai dari yang pertama kepemilikan virtual namun harus segera diputuskan agar kekuatan dan kelincahan BUMN dapat benar-benar segera terlaksana, apalagi menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN dengan langkah restrukturisasi kemudian fokus pada bisnis apa yang digelutinya, maka bila diperlukan juga dapat dilakukan. ukuran yang tepat organisasi serta perubahan total budaya kerja sehari-hari di BUMN,” kata Jokowi.
Kementerian BUMN kemudian menyiapkan enam holding BUMN: migas, pertambangan, keuangan, pangan, konstruksi dan infrastruktur, serta perumahan. Pertamina, Inalum, Danareksa, Perum Bulog, Hutama Karya, dan Perumnas bersedia menjadi induk holding. Semuanya 100% milik negara dan berstatus BUMN.
Rini Soemarno, Menteri BUMN, mengatakan pembentukan holding tidak hanya menguntungkan induk perusahaan, tapi juga memberikan keuntungan bagi perusahaan pelat merah yang masuk dalam kendali.
“Banyak perusahaan milik negara kekurangan modal. Diharapkan holding ini bisa meminjam dengan pembayaran bunga melalui operasionalnya, kata Rini.
Menurut Kementerian BUMN, setidaknya ada enam keuntungan mendirikan holding BUMN. Pertama, kemandirian finansial tanpa tambahan modal negara (PMN). Kedua, membuka lapangan kerja baru. Ketiga, mendorong ketahanan pangan. Keempat, mempercepat penyediaan perumahan rakyat. Kelima, dividen dan pajak pemerintah meningkat dan keenam, infrastruktur efisien dan terintegrasi.
Budi Gunadi Sadikin, Direktur Utama Inalum, yang sebelumnya menjabat Staf Khusus Menteri BUMN dan pernah menjabat Direktur Utama Bank Mandiri, mengatakan penambangan akan meningkatkan keuntungan, termasuk meningkatkan hilirisasi. Setelah holding pertambangan terbentuk, akan banyak produk pertambangan yang memiliki nilai terbaik dan akan dipasarkan ke berbagai tempat. Sinergi antar unit juga diperkuat.
Diperkirakan total aset holding pertambangan tersebut bisa mencapai Rp 90 triliun. Setelah efektif, kekuatan aset ini memberikan peluang lebih besar untuk ikut serta dalam penjualan saham Freeport Indonesia. Jika berhasil, kekayaan BUMN pertambangan itu akan bertambah sekitar Rp 200 triliun.
(BACA: Euforia Penjualan Saham Freeport Indonesia)
Sejarah BUMN seperti
Enam holding BUMN yang digarap pemerintahan Jokowi sebenarnya merupakan kelanjutan dari pembentukan holding BUMN pada era pemerintahan sebelumnya.
Dalam artikel berjudul “Restrukturisasi BUMN menjadi holding company” ditulis oleh Toto Pranoto dan Willem A. Makaliwe dari Tim Peneliti Lembaga Manajemen FE UI menjelaskan sejarah holding BUMN.
“Ide awal pembentukan holding sebagai salah satu opsi restrukturisasi BUMN adalah untuk mengoptimalkan pengelolaan. Jika beberapa BUMN di sektor yang sama digabungkan dalam satu induk perusahaan atau holding, setidaknya akan ada saling mendukung di dalam holding tersebut, misalnya. sumber daya manusia, distribusi informasi, komunikasi, dan teknologi dan seterusnya,” kata Toto dan Willem dalam penelitiannya.
Tim melakukan kajian terhadap pembentukan holding pupuk dan semen. Pupuk Sriwidaya dan Semen Indonesia merupakan perusahaan induk.
“Pembentukan saham BUMN akan meningkatkan fleksibilitas perseroan, sehingga anak usaha bisa bergerak sebagai korporasi murni. Bentuknya dapat berupa: financial (investment), holding company, Strategic holding company (dengan jenis varian yang ada), atau operasional holding company, tergantung pada karakteristik anak perusahaan yang berbeda, nilai pengendalian yang diharapkan, menurutnya. penelitian.
Proses awal pembentukan holding BUMN dimulai pada tahun 1990-an. Cikal bakal berdirinya Perusahaan Induk Pupuk Indonesia (PIHC) bermula ketika Pupuk Sriwijaya menjadi induk perusahaan empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bidang industri pupuk pada tahun 1997.
Sedangkan awal terbentuknya Semen Indonesia dimulai ketika Semen Gresik mengakuisisi Semen Padang dan Semen Tonasa pada tahun 1995. Setelah itu kepemilikannya dilakukan pada BUMN industri strategis, kehutanan, dan perkebunan.
Tim peneliti FEUI juga memaparkan perjalanan restrukturisasi BUMN di Indonesia. Pada tahun 1997/1998, program privatisasi di Indonesia tidak berjalan. Selain disebabkan oleh kondisi sosial politik yang kurang mendukung, program privatisasi juga dikritik karena tidak transparan, tidak memiliki prosedur yang jelas, dan tidak dilaksanakan oleh lembaga yang memiliki komitmen dan kapasitas yang memadai.
“Situasi sosio-politik yang sangat bergejolak pada tahun 1997-1998, dimana terjadi transformasi mendasar dalam kepemimpinan nasional, membuat kebijakan privatisasi sulit untuk diterapkan,” ungkap studi tersebut.
Kebijakan privatisasi BUMN mulai marak terutama pada era pemerintahan Presiden BJ Habibie. Menteri BUMN merupakan salah satu selebriti dunia usaha yang berpengalaman mengelola konglomerat, yakni Tanri Abeng.
Toto dan Willem menulis sebagai berikut:
Pada tahun 1999, pemerintah menerbitkan Rencana Induk Reformasi BUMN 1999-2004 yang memuat tiga kebijakan utama pengelolaan BUMN yaitu restrukturisasi, profitabilitas dan privatisasi untuk mensinergikan 158 BUMN yang ada guna menciptakan nilai tambah bagi BUMN.
Pada fase ini, kebijakan privatisasi BUMN terutama didorong oleh hasil Kesepakatan antara Dana Moneter Internasional (IMF) dan pemerintah Indonesia mengenai kebijakan reformasi struktural yang dituangkan dalam beberapa letter of Intent (LOI) yang ditandatangani pemerintah Indonesia sebagai berikut: kompensasi atas pemberian pinjaman oleh IMF dalam bentuk extended fund facility (EFF) kepada pemerintah Indonesia.
Pada tahun 1999 dilakukan program privatisasi terhadap sejumlah perusahaan milik negara seperti Semen Gresik, Telkom (lanjutan), Pelindo, Indosat, Kimia Farma, Bank Mandiri.
Pada periode 1999-2004, proses privatisasi banyak menemui hambatan, tidak hanya dari anggota DPR dan pegawai, namun juga dari masyarakat luas, yang berujung pada kasus inden PT Semen Padang.
Menurut referensi, penolakan tersebut antara lain disebabkan oleh kurangnya sosialisasi dan perbedaan cara tolakan.
Kalaupun pemerintah memiliki tujuan kebijakan privatisasi yang dituangkan dalam Master Plan BUMN, namun dalam implementasinya tampak unsur pemenuhan kebutuhan defisit anggaran APBN lebih dominan dibandingkan tujuan peningkatan kinerja BUMN.
Pada masa Tanri Abeng, Menteri BUMN 1998-1999, penyusunan Master Plan BUMN yang dimaksudkan sebagai peta jalan penciptaan nilai BUMN yang melibatkan enam konsultan internasional ternyata tidak terlaksana dengan baik karena terdapat lebih banyak distorsi politik yang menjadi hambatan bagi proses penciptaan nilai.
Dimensi kepentingan politik dalam pengelolaan BUMN tidak dapat dilepaskan sepenuhnya dari kekuasaan yang timbul dari kekuasaan politik.
Budi G. Sadikin menjelaskan manfaat pertambangan juga besar dalam upaya penguasaan sumber daya alam mineral dan batubara melalui BUMN. Indonesia mempunyai sumber daya alam yang melimpah, namun peran negara melalui BUMN dalam mengelolanya masih sangat kecil, kata Budi kepada media massa, 21 November 2017.
Untuk bauksit, emas, nikel, batu bara, dan timah, peran BUMN saat ini hanya berkisar 7%-20%.
Yang paling ditunggu masyarakat adalah bagaimana konsolidasi BUMN pertambangan mampu menguasai mayoritas saham PT Freeport Indonesia. Tak hanya kalkulasi bisnis, ada kalkulasi politik besar bagi pemerintahan Presiden Jokowi. – Rappler.com