• April 29, 2025

Mengenal Lima Pendiri Organisasi ASEAN

JAKARTA, Indonesia – Pada tanggal 8 Agustus 1967, 5 menteri luar negeri negara-negara Asia Tenggara duduk bersama dalam pertemuan di Bangkok, Thailand. Mereka menandatangani dokumen yang nantinya menjadi landasan sebuah asosiasi yang sekarang dikenal sebagai Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara atau ASEAN.

Penandatanganan dokumen Deklarasi Pendirian ASEAN memicu terbentuknya blok regional tersebut di tengah Perang Vietnam dan jatuhnya Vietnam, Laos, dan Kamboja ke rezim komunis. Blok tersebut, yang akan merayakan hari jadinya yang ke-50 tahun ini, bertujuan untuk mempromosikan perdamaian dan keamanan di Asia Tenggara dan merangsang pembangunan ekonomi negara-negara anggotanya.

Keanggotaan awalnya hanya diisi oleh 5 negara, anggota ASEAN bertambah ketika Brunei Darussalam bergabung dengan asosiasi ini pada tahun 1984; Vietnam pada tahun 1995; Laos dan Myanmar pada tahun 1997; dan Kamboja pada tahun 1999.

Lima menteri luar negeri yang menandatangani Deklarasi ASEAN kemudian dianggap sebagai bapak pendiri asosiasi ini. Para pendiri ini adalah negarawan yang terkenal karena kiprahnya di negara masing-masing, dipuji karena sentimen nasionalisnya dan visi yang mereka miliki untuk menjalin hubungan baik antar negara di kawasan Asia Tenggara.

Siapa mereka?

Adam Malik, Menteri Luar Negeri Indonesia

Adam Malik bertugas di pemerintahan pada tahun 1967 hingga 1977. Kemudian pada tahun 1978 diangkat menjadi juru bicara DPR dan Kongres Indonesia serta wakil presiden.

Lahir di Pematang Siantar, Provinsi Sumatera Utara pada tahun 1917, Adam terlibat dalam berbagai gerakan nasional sejak usia dini. Ia menjadi bagian perjuangan Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan dari Belanda.

Pada tahun 1930 ia dipenjarakan karena keterlibatannya dalam gerakan nasionalis dan pada tahun 1937 ia mendirikan Kantor Berita ANTARA yang kemudian menjadi bagian penting dari pers nasional Indonesia.

Adam juga merupakan bagian dari kelompok pemuda pro-kemerdekaan yang menculik pemimpin Indonesia saat itu, Soekarno dan Mohammad Hatta. Tujuannya saat itu adalah untuk memaksa keduanya segera mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia.

Setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, Adam mulai terjun ke dunia politik. Ia merupakan salah satu pendiri Partai Rayat pada tahun 1946 dan Partai Murba pada tahun 1948. Ia juga menjadi anggota eksekutif sebelum akhirnya partai tersebut dilarang pada tahun 1964.

Dengan berakhirnya revolusi Indonesia, Adam bertugas di bawah pemerintahan Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto.

Ia bekerja di Kementerian Luar Negeri sebagai Duta Besar Indonesia untuk Uni Soviet dan Polandia. Pada tahun 1971, Adam terpilih sebagai Presiden sesi ke-26 Majelis Umum PBB.

Di bawah pemerintahan Soeharto, Adam menjadi 1 dari 5 Menteri Luar Negeri yang mendirikan ASEAN. Saat itu, ia mempunyai kebijakan luar negeri untuk meningkatkan hubungan baik dengan negara tetangga.

Dalam perbincangannya dengan 4 pendiri lainnya, Adam menggambarkan visi Indonesia yang menginginkan Asia Tenggara menjadi “kawasan yang bisa berdaulat secara mandiri, kuat mempertahankan diri dari pengaruh negatif yang datang dari luar kawasan”.

Adam meninggal pada bulan September 1984 karena penyakit kanker hati yang sudah lama dideritanya.

Menteri Luar Negeri Filipina Narcisso Ramos

Lahir di Pangasinan, Filipina, Ramos adalah seorang penulis, pengacara dan anggota parlemen yang juga mendirikan Partai Liberal. Di bawah pemerintahan mantan Presiden Ferdinand Marcos, Narcisso menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Filipina dari tahun 1966 hingga 1968. Sebelumnya, Narcisso adalah Duta Besar Filipina untuk Taiwan.

Sebagai Menteri Luar Negeri, Narcisso ikut menandatangani Deklarasi ASEAN. Ia mengenang perundingan yang berlangsung sebelum penandatanganan sebagai momen yang “penuh dengan niat baik, imajinasi, kesabaran, dan saling pengertian dari kelima menteri luar negeri”.

Meski demikian, Narcisso tetap menekankan pentingnya kerja sama regional untuk menghadapi tantangan, ketidakpastian, dan masa krisis yang sedang dan sedang dihadapi negara-negara di Asia Tenggara. Pada tahun 1966, Narcisso juga berpartisipasi dalam penandatanganan Perjanjian Ramos-Rusk yang membatasi kerja sama militer Filipina dengan Amerika Serikat. Dari semula berlangsung selama 99 tahun, kemudian menjadi 25 tahun.

Ia juga ayah dari mantan Presiden Fidel V. Ramos, yang menjabat sebagai Presiden dari tahun 1992 hingga 1998, dan mantan Senator Filipina Letica Ramos-Shahani.

Ramos meninggal pada tahun 1986 karena penyakit yang lama dideritanya.

Wakil Perdana Menteri Malaysia, Tun Abdul Razak

TUN ABDUL RAZAK Beliau adalah Perdana Menteri Malaysia Kedua yang menjabat dari tahun 1960 hingga 1970.

Tun Abdul Razak adalah Perdana Menteri Malaysia kedua yang menjabat pada tahun 1960 hingga 1970.

Lahir di Pulau Keladi, Pahang, pada 11 Maret 1922, ia belajar hukum di universitas-universitas di Singapura dan Inggris. Selama di Inggris, ia menjadi ketua Perkumpulan Mahasiswa Malaysia di Inggris. Ia juga mendirikan Malayan Forum, sebuah forum yang mempertemukan mahasiswa asal Malaysia.

Memasuki dunia pegawai negeri pada tahun 1950, Abdul Razak memasuki dunia politik pada tahun 1955 sebagai Ketua Menteri Pendidikan di Pahang yang mengikuti pemilu pertama Malaysia. Ia juga berperan penting dalam perjuangan Malaysia memperoleh kemerdekaan dari Inggris.

Abdul Razak tidak menjalankan tanggung jawab ringan di bawah Perdana Menteri Tuanku Abdul Rahman. Ia dipercaya sebagai Wakil Perdana Menteri, Menteri Pertahanan Malaysia dan Menteri Pembangunan Daerah Terpencil. Tugas utamanya adalah bertanggung jawab atas pengelolaan kebijakan pembangunan negara.

Ia dikenal karena memperkenalkan kebijakan ekonomi Malaysia pada tahun 1971 yang menargetkan kemiskinan, serta masalah ekonomi dan kesenjangan sosial yang memicu sentimen rasial di Malaysia.

Dalam pidatonya, usai penandatanganan Deklarasi ASEAN, Tun Abdul Razak menekankan kerja sama antar negara anggota.

“Penting bagi kita, baik secara individu maupun kolektif, untuk menciptakan kesadaran yang mendalam bahwa kita tidak dapat bertahan lama sebagai negara yang independen namun terisolasi, kecuali kita juga berpikir dan bertindak bersama. “Dan kecuali kita membuktikan melalui tindakan nyata bahwa kita adalah bagian dari keluarga negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang terikat oleh persahabatan, sikap yang baik dan dijiwai oleh aspirasi dan gagasan satu sama lain untuk menentukan arah nasib kita,” kata Abdul Razak. dalam pidatonya.

Perdana Menteri Malaysia saat ini, Nazib Razak, adalah putra Tun Abdul Razak.

Menteri Luar Negeri Singapura S. Rajaratnam

S.RAJARATNAM.  Ia dikenal sebagai jurnalis dan pendiri Singapore Community Action Party.  Foto diambil dari Wikipedia

Sinnathamby Rajaratnam atau lebih dikenal dengan S. Rajaratnam, adalah seorang jurnalis dan pendiri Singapore Community Action Party, bersama Lee Kuan Yew, Toh Chin Chye dan Goh Keng Swee.

Rajaratnam tercatat pernah bekerja di berbagai media antara lain The Malaya Tribune, Singapore Standard, dan The Strait Times. Di sana ia menulis cerita politik dan terbuka mengenai pendiriannya mengenai gerakan Anti-Inggris dan Anti-Komunis.

Beliau memulai karir politiknya pada tahun 1959 sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Kebudayaan. Rajaratnam menjabat sebagai menteri luar negeri pertama Singapura setelah negara tersebut memperoleh kemerdekaan pada tahun 1965.

Pada tahun 1980 ia diangkat menjadi Wakil Perdana Menteri kedua hingga ia pensiun pada tahun 1985 dan menjadi menteri senior.

Sebagai Menteri Luar Negeri, Rajaratnam mewakili Singapura pada pertemuan ASEAN dan PBB. Dalam pidatonya usai penandatanganan Deklarasi ASEAN, Rajaratnam menekankan bahwa negara-negara anggota ASEAN harus ‘mengkawinkan’ pemikiran nasional dengan pemikiran regional.

“Kita tidak boleh hanya memikirkan kepentingan nasional, tapi juga kepentingan daerah. Merupakan cara berpikir baru dalam menghadapi permasalahan masing-masing negara. Padahal kedua hal tersebut memang merupakan dua hal yang berbeda dan ada kalanya kedua hal tersebut dapat menimbulkan konflik.

Kedua, kita harus menerima kenyataan bahwa jika kita serius dalam hal ini, keberadaan regional berarti penyesuaian yang menyakitkan terhadap praktik dan cara berpikir masing-masing negara. “Kita harus melakukan penyesuaian yang menyakitkan ini, jika tidak, regionalisme yang kita impikan hanya akan menjadi utopia,” kata Rajaratnam.

Rajaratnam meninggal karena gagal jantung pada tahun 2006.

Thanat Khoman, Menteri Luar Negeri Thailand

Thanat Khoman adalah seorang diplomat dan negarawan yang bertugas di Kementerian Luar Negeri Thailand dari tahun 1959 hingga 1971 di bawah pemerintahan Sarit Thanarat. Ia berhasil menjalin hubungan dekat dengan Amerika Serikat dan menandatangani pernyataan bersama yang menjanjikan bahwa Negeri Paman Sam akan mendukung dan membantu melindungi Thailand dari ancaman komunisme.

Pada tahun 1950 ia menjabat sebagai duta besar Thailand untuk Amerika Serikat dan pada tahun 1959 sebagai Menteri Luar Negeri.

Thanat telah berkontribusi besar dalam mendorong kerja sama regional di Asia Tenggara. Pada tahun 1960, ia berperan penting dalam menengahi konflik antara Malaysia dan Indonesia. Visinya adalah menciptakan kawasan kokoh yang diakui oleh negara-negara anggota di Asia Tenggara. Hal ini dibuktikan dengan dipilihnya Bangkok sebagai tempat berdirinya ASEAN pada tahun 1967.

Dalam pidatonya, Thanat berbicara tentang “membangun masyarakat baru yang menanggapi kebutuhan waktu dan efisiensi untuk menikmati serta material bagi kemajuan spiritual masyarakat, kondisi dan pembangunan yang stabil.”

“Yang diinginkan jutaan orang di dunia adalah menghapuskan konsep dominasi dan kolonialisme, digantikan dengan hubungan saling memberi dan menerima, kerja sama dan kesetaraan,” kata Thanat.

Thanat juga menjabat sebagai ketua Partai Demokrat dari tahun 1979 hingga 1982, dan sebagai Wakil Perdana Menteri pada masa pemerintahan Prem Tinsulanonda dari tahun 1980 hingga 1982.

Thatan meninggal pada Maret 2016, beberapa bulan sebelum ulang tahunnya yang ke-102. – Rappler.com

sbobet