• November 25, 2024
Kekerasan terhadap Rohingya telah berlangsung selama beberapa dekade

Kekerasan terhadap Rohingya telah berlangsung selama beberapa dekade

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Diskriminasi terhadap etnis Rohingya bermula ketika pemerintah junta militer Myanmar menghapus etnis Rohingya dari daftar etnis resmi Myanmar.

JAKARTA, Indonesia – Kelompok Kerja Hak Asasi Manusia (HRWG) menyerukan pemerintah Indonesia untuk melanjutkan diplomasi dengan pemerintah Myanmar untuk menghentikan kekerasan terhadap kelompok etnis Rohingya.

“Tidak hanya kepada pemerintah Myanmar, tetapi juga kepada kelompok militer di Myanmar yang seringkali berada di luar kendali pemerintah,” demikian keterangan tertulis Human Rights Working Group (HRWG), Minggu, 3 September 2017.

Diberitakan sebelumnya, sekitar 400 orang – sebagian besar warga Rohingya – dikabarkan tewas dalam kekerasan yang terjadi di Rahinge, Myanmar.

Selain itu, menurut laporan PBB, 38 ribu orang mengungsi di wilayah perbatasan Myanmar dengan Bangladesh. Sayangnya, kawasan perbatasan ditutup. Alhasil, banyak di antara mereka yang memilih menyeberang melalui jalur laut.

(Membaca: Indonesia meminta Myanmar menghentikan kekerasan terhadap etnis Rohingya)

Kelompok Kerja Hak Asasi Manusia meminta penyelesaian konflik di Myanmar harus bersifat permanen agar etnis Rohingya tidak lagi menjadi korban di kemudian hari.

Sebab, mereka mencatat diskriminasi terhadap etnis Rohingya telah terjadi selama puluhan tahun, terutama sejak tahun 1980-an ketika pemerintah junta militer Myanmar menghapus etnis Rohingya dari daftar resmi etnis di Myanmar.

Padahal, pada awal kemerdekaan Myanmar, etnis Rohingya termasuk kelompok etnis dan ras yang diakui, baik dalam konstitusi maupun peraturan perundang-undangan.

Sejak tahun 1980-an hingga saat ini, warga Rohingya telah mengalami pelanggaran berat yang dilakukan pemerintah, mulai dari kekerasan dan pendekatan represif yang dilakukan aparat militer dan keamanan, kekerasan massal yang dilakukan kelompok main hakim sendiri di Myanmar, hingga pemaksaan identitas Bengali sebagai migran asal Bangladesh.

Hingga saat ini, sekitar ratusan ribu hingga 1 juta etnis Rohingya yang tersisa di Negara Bagian Rakhine tidak mempunyai kewarganegaraan, tidak dapat mengakses layanan publik, didiskriminasi oleh setiap kebijakan negara, dan rentan terhadap kekerasan dari militer dan warga sipil.

Kelompok Kerja Hak Asasi Manusia menilai pemerintah Indonesia masih memiliki peran yang tertunda dalam mencegah berlanjutnya kekerasan terhadap kelompok etnis Rohingya.

“Memaksimalkan peran diplomasi Indonesia dengan pemerintah Myanmar merupakan salah satu celah yang bisa segera diterapkan untuk menghentikan kekerasan,” demikian pernyataan HRWG.

Rappler.com

Togel Sidney