• November 28, 2024
Penangkapan pengunjung Atlantis Gym dinilai tidak manusiawi

Penangkapan pengunjung Atlantis Gym dinilai tidak manusiawi

Namun, penyebaran identitas seperti yang terjadi pada kasus ini dan kasus-kasus sebelumnya sebenarnya tidak tepat.

JAKARTA, Indonesia – Penangkapan 141 pengunjung Atlantis Gym & Sauna di Jakarta Utara menuai kecaman dari beberapa lembaga kemanusiaan. Aparat kepolisian dinilai sengaja merendahkan martabat dan melanggar asas praduga tak bersalah.

Orang-orang tersebut dibawa ke Polres Jakarta Utara dengan bus Kopaja pada Minggu, 21 Mei 2017 dan menjalani pemeriksaan dalam keadaan telanjang bulat tanpa alasan yang jelas. Mereka juga difoto dalam keadaan telanjang, yang kemudian disebarkan melalui pesan singkat, media sosial, atau berita.

“Tidak hanya foto, nama, tempat tinggal, umur, agama, dan informasi pribadi korban lainnya juga dibagikan di media sosial. “Ini mengancam keselamatan korban dan merupakan tindakan kekerasan terhadap mereka,” kata Olin Monteiro, penyelenggara Jakarta Feminist Discussion Group (JFDG), dalam siaran persnya, Senin, 22 Mei 2017. Seluruh harta benda korban juga disita. dan jika digunakan alat bukti, termasuk telepon seluler yang berisi informasi.

Sebelumnya, polisi juga menolak bantuan yang diajukan tim kuasa hukum Koalisi Advokasi Tindak Kekerasan. Ricky Gunawan, Direktur LBH Masyarakat yang mendampinginya mengatakan, tidak ada alasan yang jelas atas penangkapan orang-orang tersebut.

“Penangkapan ini atas dugaan ‘prostitusi gay’ padahal sebenarnya tidak ada kebijakan yang mengatur dan melarang prostitusi gay,” ujarnya. Korban sendiri ditangkap karena didakwa melanggar Pasal 36 juncto Pasal 10 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pornografi dan Pasal 30 juncto Pasal 4 ayat 2 tentang Penyedia Usaha Pornografi.

Bahkan setelah mendapat bantuan, korban tetap mendapat perlakuan tidak menyenangkan seperti difoto seenaknya dan disebarluaskan. Menurut Ricky, hal tersebut sangat sewenang-wenang dan menurunkan tingkat kemanusiaan korban.

Peristiwa penangkapan ini menambah preseden buruk yang sudah lama dilakukan pihak berwenang dan pemerintah Indonesia dalam perlakuannya terhadap kelompok minoritas gender dan orientasi seksual. Sebelumnya, pada 17 Mei 2017, sepasang pria di Aceh divonis 85 cambukan karena diduga melakukan hubungan seks sesama jenis.

Negara seenaknya masuk ke ranah privat, dan bisa menjadi acuan tindakan kekerasan publik lainnya. Oleh karena itu, koalisi meminta polisi tidak menyebarkan data pribadi atau foto korban.

Karena itu merupakan bentuk ancaman keamanan bagi korban dan pelanggaran terhadap hak privasi setiap warga negara, kata Ricky.

Gemademocracy juga mendesak Kapolri Tito Karnavian mengevaluasi jajaran Polres Jakarta Utara dan memberikan sanksi. Mereka diduga mengintimidasi, menekan korban, dan menyebarkan informasi secara sewenang-wenang.

“Mendesak Presiden Joko Widodo dan jajarannya menjamin perlindungan terhadap kelompok LGBT, serta menghormati ruang privat warga negara,” tulis mereka dalam siaran persnya.

Direktur Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Supriyadi Widodo Eddyono mengatakan, tidak ada larangan khusus untuk menyebarkan identitas seseorang yang ditangkap polisi. Aturan yang ada hanya mencakup anak-anak dan korban.

Sementara itu, orang-orang tersebut ditangkap karena dituduh sebagai pelaku, bahkan ada 10 orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Namun, penyebaran identitas seperti yang terjadi pada kasus ini dan kasus-kasus sebelumnya sebenarnya tidak tepat.

“Karena ada persoalan asas praduga tak bersalah, sebaiknya inisial saja,” kata Eddy kepada Rappler.

Namun informasi pribadi seperti kartu keluarga dan kartu tanda penduduk (KTP) sebenarnya dilindungi undang-undang. Pasal 84 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk) menyatakan NIK, keterangan cacat fisik dan/atau mental, tanggal/bulan/tahun lahir merupakan data pribadi yang wajib dilindungi.

Terkait dengan penyebarannya, disebutkan dalam Pasal 26 UU ITE bahwa penggunaan segala informasi melalui media elektronik harus dilakukan atas persetujuan yang bersangkutan. Pada ayat 2 tertulis ‘setiap orang yang haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilanggar, dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang diderita berdasarkan Undang-undang ini.’

Namun, sulit untuk menindak kebocoran data pribadi seperti ini dengan sengaja, apalagi jika pelakunya adalah pihak yang berwenang secara hukum. Entah sampai mana batasan negara dalam menghormati privasi warganya. -Rappler.com

Pengeluaran SGP hari Ini