• November 24, 2024
Masinton Pasaribu menuding keterangan Roman Baswedan saat sidang e-KTP palsu

Masinton Pasaribu menuding keterangan Roman Baswedan saat sidang e-KTP palsu

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Bisa dibuktikan, minta keterangan pun, untuk ditembak juga siap, kata Masinton.

JAKARTA, Indonesia – Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu menilai salah satu penyidik ​​Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan keterangan palsu saat dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan. di persidangan. Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Penyidik ​​yang dimaksud Masinton adalah Novel Baswedan.

Hadir sebagai saksi pada 30 Maret lalu, Novel mengatakan salah satu saksi kunci, Miryam S. Haryani, kepada penyidik ​​KPK mengaku mendapat ancaman dari enam rekannya di DPR. Ancaman itu diterima mantan anggota Komisi II DPR itu sebelum dipanggil penyidik ​​KPK terkait kasus korupsi pengadaan KTP Elektronik yang merugikan negara Rp 2,3 triliun. (BA: LIVE UPDATE: Sidang Korupsi KTP Elektronik)

Di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin John Halasan Butar-Butar, Novel menyebut beberapa anggota DPR yang diduga mengancam Miryam, yakni politikus Golkar Bambang Soesatyo, Azis Syamsuddin, politikus Gerindra Desmond J Mahesa, politikus Hanura Syarifudin Suding, dan politikus PDIP Pasaribu. Jadi bagaimana Masinton tahu bahwa apa yang disampaikan Roman adalah kesaksian palsu?

“Perkataan saya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan bukti palsu adalah fakta, dan bisa dipertanggungjawabkan dimanapun. “Buktinya, minta keterangan apa pun, untuk ditembak juga siap,” ujarnya usai berbicara pada diskusi yang digelar Sabtu 6 Mei di Warung Daun, Cikini.

Sayangnya, Masinton tidak menyebutkan bukti apa yang dimilikinya untuk membatalkan pernyataan Novel di persidangan. Ia juga tidak menyebutkan apakah akan menempuh jalur hukum atau tidak.

Untuk itu, dia dan puluhan anggota DPR lainnya pun mengusulkan hak penyidikan terhadap lembaga antirasuah tersebut. Mereka menuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka berkas penyidikan yang menyebutkan Miryam merasa terancam oleh anggota DPR. Hak penyidikan akhirnya disetujui secara sepihak oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dalam rapat paripurna yang digelar pada 28 April lalu. (BA: Fahri Hamzah menyetujui secara sepihak usulan hak penyidikan terhadap DPR)

Publik pun meminta perlunya anggota DPR menanyakan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pernyataan Miryam. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika persepsi yang terbentuk di benak masyarakat adalah anggota DPR ingin melemahkan KPK karena tidak ingin persoalan bagi hasil proyek pengadaan KTP Elektronik terbongkar.

Namun, Masinton menolak gagasan tersebut. Padahal, DPR bekerja sedemikian rupa agar KPK bisa menjalankan tugasnya sesuai prosedur. Oleh karena itu, Masinton meminta masyarakat tidak membesar-besarkan persoalan hak penyidikan.

“Tolong jangan terlalu mempermasalahkan masalah hak investigasi. Ini adalah hak kami mengenai kinerja organisasi KPK, sebagai pelaksana undang-undang yang menggunakan APBD. Jadi tidak melemahkan, kami hanya ingin memastikan KPK tidak melanggar aturan, ujarnya.

Apalagi, dengan meminta informasi kepada KPK, DPR bisa mengingatkan bahwa lembaga tersebut tidak disalahgunakan oleh pihak tertentu. Masinton menyayangkan reaksi masyarakat yang terkesan memandang KPK sebagai Tuhan, tanpa ada kesalahan. Namun, menurutnya, tidak semua DPR berniat melemahkan KPK.

“Setiap ada yang berbuat melawan KPK selalu dicap sebagai koruptor, pendukung korupsi. Bahkan kita juga harus melihat, sejak reformasi, kita belum beranjak dari peringkat 90 peringkat korupsi dunia. “Jangan anggap KPK sebagai idola yang dilarang disentuh lalat sekalipun,” ujarnya.

Padahal, sebelumnya, menurut Masinton, mantan Komisioner KPK Bambang Widjojanto juga pernah ditangkap karena memberikan bukti palsu terkait kasus Pilkada Kotawaringin saat menjabat Wakil Ketua KPK. Namun Masinton lupa, kasus tersebut dianggap masyarakat sebagai upaya kriminalisasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka pemilik akun gemuk. Dari kejadian itu, seluruh pimpinan KPK terlibat kasus hukum yang terjadi di masa lalu. – Rappler.com

SGP hari Ini