BI dan MUI menyepakati tiga pilar ekonomi syariah
- keren989
- 0
Indonesia baru menjadi pasar produk halal, belum menjadi pemain
JAKARTA, Indonesia – Bank Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia sepakat untuk bekerja sama memajukan pasar keuangan syariah di Indonesia. Berdasarkan catatan BI, pasar keuangan syariah di Indonesia saat ini hanya memiliki pangsa sebesar 5,17%.
“Potensi Indonesia memang besar, tapi untuk saat ini kita masih menjadi target pasarnya,” kata Gubernur BI Agus Martowardojo dalam diskusi panel bertajuk “Peran Ekonomi Syariah dalam Arus Baru Perekonomian Indonesia,” di Jakarta, 24 Juli 2017.
Dalam acara yang digelar menyambut HUT MUI ke-42, Agus juga memaparkan kinerja ekonomi dan keuangan syariah yang menunjukkan pertumbuhan pesat di seluruh dunia. Pada tahun 2015, volume industri halal global mencapai US$3,84 triliun dan diperkirakan akan meningkat menjadi US$6,38 triliun pada tahun 2021.
Meskipun pertumbuhan sektor keuangan syariah di Indonesia cukup tinggi, namun posisi Indonesia dalam Global Islamic Economic Indicator 2017 masih berada di peringkat 10 dengan posisi tertinggi diraih oleh Uni Emirat Arab, disusul Malaysia di peringkat kedua.
Menurut Agus, Indonesia sejauh ini baru mampu menjadi pemain di sektor industri keuangan syariah. Namun pada sektor industri syariah lainnya, Indonesia hanya merupakan pasar yang besar, seperti industri makanan halal, industri pariwisata halal, industri fesyen syariah, serta industri obat dan kosmetik halal.
(BA: Impian Indonesia menjadi hub ekonomi)
Besarnya pasar industri halal pada dasarnya menunjukkan besarnya potensi ekonomi syariah dalam negeri. Pada tahun 2015, volume pasar makanan halal di Indonesia yang merupakan pasar utama produk halal dalam negeri dan juga menempati peringkat pertama pasar dunia mencapai US$160 miliar.
Impor masih besar
Sesuai dengan implementasi UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal Tahun 2019, kondisi tersebut menunjukkan bahwa potensi Indonesia yang kuat dapat berubah menjadi ancaman jika kebutuhan produk halal tidak dipenuhi oleh produsen dalam negeri. Semakin besar impor akan memberikan tekanan pada posisi neraca pembayaran. “Hal ini mengancam kemandirian dan ketahanan perekonomian Indonesia,” kata Agus.
(BA : BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2017 sebesar 5,4%)
BI, kata Agus, juga menyadari besarnya potensi sektor syariah untuk keuangan sosial, yakni zakat, infaq, sadaqah, dan wakaf atau ZISWAF. Jika dioptimalkan, ZISWAF dapat berfungsi sebagai mesin penggerak baru untuk pengembangan.
“Dana ZISWAF yang dikelola dengan baik dapat mendukung program investasi nasional seperti membangun infrastruktur, rumah sakit, dan fasilitas umum lainnya,” kata Agus.
Strategi tiga pilar
Untuk memajukan ekonomi keuangan syariah, BI dan MUI sepakat merumuskan tiga pilar yang menjadi strategi utama pengembangan ekonomi dan keuangan syariah.
Pilar pertama adalah Pemberdayaan Ekonomi Syariah. Pilar ini fokus pada pengembangan sektoral usaha syariah, dengan memperkuat seluruh kelompok pelaku usaha, baik besar, menengah, kecil, dan mikro, serta lembaga pendidikan Islam seperti rumah tinggal Islam dan lain-lain. Program kerja utama pada pilar ini meliputi pengembangan halal rantai pasokanserta faktor kelembagaan dan infrastruktur pendukung.
Kedua, Pilar Pendalaman Pasar Keuangan Syariah. Pilar ini mencerminkan upaya peningkatan pengelolaan likuiditas dan pembiayaan syariah untuk mendukung pengembangan bisnis syariah. Cakupan pilar ini tidak terbatas pada pembiayaan komersial saja, namun juga pada sektor ZISWAF dan upaya integrasi keduanya. Hal ini akan dilakukan oleh Komite Nasional Keuangan Syariah.
Ketiga, pilar penguatan penelitian, pengkajian dan edukasi, termasuk sosialisasi dan komunikasi. Pilar ini dimaksudkan sebagai landasan bagi tersedianya sumber daya manusia yang handal, profesional, dan berdaya saing internasional.
“Berbagai bentuk program edukasi dan sosialisasi akan dilakukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat agar dapat berpartisipasi aktif dan memperoleh manfaat dari pengembangan ekonomi dan keuangan syariah,” kata Agus.
Ketua MUI Kyai Haji Maruf Amin menilai ekonomi keuangan syariah harus berlaku di Indonesia. Ia mengatakan MUI dan pemerintah sebenarnya memulai pemberdayaan ekonomi syariah dengan pembangunan yang bersifat top-down.
“Realitas dari atas sedang bocor. Kita perlu membalikkan kebijakan ini, dari bawah ke atas. “Jadi, umat adalah pilar utama pembangunan ekonomi syariah,” kata Maruf Amin. – Rappler.com