Upaya mempersatukan Indonesia melalui pawai Bhinneka Tunggal Ika
- keren989
- 0
JAKARTA, Indonesia (DIPERBARUI) – Poster itu berisi tulisan “Memutuskan untuk bersatu, kita tidak akan terpecah belah, kita akan diadu domba” pada Sabtu pagi 19 November di sekitar Patung Kuda Arjuna di Jalan Medan Merdeka Barat terbentang. Sementara itu, beberapa anak dan ibu-ibu mengenakan kaos yang dibagikan panitia dengan tulisan yang mengandung semangat yang sama.
Mereka adalah peserta pawai Bhinneka Tunggal Ika yang digelar dari pagi hingga sore hari. Aksi kali ini berbeda dengan demonstrasi besar yang dilakukan pada 4 November lalu oleh berbagai elemen agama Islam. Namun, jika bercermin pada aksi 4 November, ada indikasi akan terjadi perpecahan, karena aksi unjuk rasa yang dilakukan setelah shalat Jumat mengangkat isu SARA dan dinilai sangat sensitif.
Sama seperti demonstrasi 4 November, ribuan orang datang dari berbagai daerah di seluruh Indonesia. Menurut data Kabid Humas Polda Metro Jaya Awi Setiyono, jumlah peserta yang ikut mencapai 2.000 orang. Angka ini jauh dari target mereka yang mencapai 100 ribu orang.
“Jumlah massa (Bhinneka Tunggal Ika) 2.000 (orang), sedangkan untuk pengamanan yang kuat ada 2.437 (personel),” kata Awi kepada Rappler melalui pesan singkat.
Menurut aktivis Budiman Sudjamitko, peserta terdiri dari perwakilan kepala desa atau datang sendiri.
“Kebanyakan dari mereka bahkan bukan dari Jakarta sama sekali. Banyak dari mereka adalah petani yang naik bus ke sini. Mereka datang dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Bengkulu, Sulawesi Tenggara, Lamongan bahkan sampai Papua,” ujar Budiman yang ikut pawai.
Apakah peristiwa itu kemudian ada kaitannya dengan kasus yang kini menjerat Gubernur nonaktif Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama? Aktivis yang sudah mendekam di penjara selama 13 tahun itu membantah keras.
“TIDAK ada (hubungan dengan Ahok). TIDAK tidak ada kaitannya dengan Pilkada DKI. Mereka semua berpartisipasi karena mereka tinggal di Indonesia,” katanya. (BACA: Panitia: Pawai Bhinneka Tunggal Ika Tak Ada Kaitannya dengan Kasus Ahok)
Budiman mengaku tidak bisa membayangkan apa jadinya tanah air ini jika namanya bukan Indonesia dan dasar negaranya bukan Pancasila. Dia tidak ingin apa yang terjadi di negara-negara di Timur Tengah juga dialihkan ke Indonesia.
Kekhawatiran serupa juga diungkapkan salah satu penanggung jawab panitia, Nong Darol Mahmada. Perempuan yang dikenal sebagai wakil direktur Freedom Institute itu menjelaskan, pihaknya melihat fenomena yang belakangan ini berkembang di mana ada kelompok yang tidak bisa menerima perbedaan dari komunitas atau individu lain.
“Kelompok, komunitas, atau individu ini dikucilkan hanya karena mereka berbeda. Padahal, kita harus melakukan sebaliknya. Jangan takut dan justru kita sebagai bangsa harus bangga tampil beda,” ujar Nong yang juga mengenakan pakaian daerah sesuai tradisi. aturan berbusana kegiatan itu.
Sesuai kesepakatan, kata Nong, tidak boleh ada bendera atau umbul-umbul yang menunjukkan asal organisasi atau unsur peserta. Semuanya harus melebur menjadi satu identitas, yaitu Bangsa Indonesia.
Lantas bagaimana komentarnya soal jumlah peserta yang ternyata jauh dari target? Nong mengaku tidak mengetahui jumlah pasti peserta Bhinneka Tunggal Ika hari ini, namun prediksinya mencapai ribuan.
“Kami menyiapkannya hanya dalam 5 hari. Itu juga diliput dalam berita lelucon. Tapi kami cukup bangga karena acara ini cukup sukses,” ujarnya.
Ia berharap karena baru pertama kali diadakan, kedepannya dapat diadakan di kota-kota lain di seluruh Indonesia dan menjadi viral.
Pawai dibuka dengan tarian Tor-Tor Sumatera Utara, kemudian dilanjutkan dengan pembacaan doa untuk Intan Olivia Marbun, korban tewas bom molotov di Samarinda. Panitia juga melepas beberapa burung merpati yang terdiri dari berbagai warna untuk menunjukkan kebhinekaan Indonesia.
Ingin Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap satu
Acara tersebut juga dikawal oleh Kapolres Jakpus, Kombes Dwiyoko. Ia mengatakan siap mengamankan pawai Bhinneka Tunggal Ika. Rute pawai juga telah diubah. Begitu panitia mengatakan akan melakukan pawai dari patung kuda Arjuna hingga Bundaran Hotel Indonesia, mereka ternyata tidak mendapat izin dari aparat. Akhirnya massa berpindah dari patung kuda Arjuna ke tugu Tani dan kembali ke titik semula.
Lalu, apa kata salah satu peserta tentang keutuhan NKRI? Agus dan Lilis yang berasal dari Citayam, Bogor, ikut pawai karena peduli dengan Bhinneka Tunggal Ika yang menjadi moto bangsa Indonesia.
“Kalau setiap suku dan pemeluk agama menjalankan ajarannya masing-masing, selama kita menjalankan adat dan kebiasaan yang baik, maka NKRI tidak akan hancur,” kata Agus.
Wwcr Pak Asep dan Ny. Lilis dari Citayam, ikut acara #1911 karena peduli dengan NKRI. pic.twitter.com/nF1jrC9ACs
— unilubis (@unilubis) 19 November 2016
Kekhawatiran juga diungkapkan Nuril Arifin Husein saat memberikan keterangan pers pada Kamis, 17 November di kawasan Jakarta Pusat. Dia tidak menyembunyikan bahwa pawai Bhinneka Tunggal Ika dilakukan sebagai tanggapan atas protes 4 November.
“Namun, aksi ini merupakan pintu gerbang kesadaran berbangsa dan bernegara,” kata pria yang akrab disapa Gus Nuril itu.
Ia mengaku geram dengan kondisi bangsa Indonesia yang sudah lupa akan jati dirinya sebagai negara yang menjunjung tinggi kebinekaan. Pendidikan tentang Pancasila tidak lagi ditanamkan pada generasi muda, sehingga mereka hanya mengandalkan kecerdasan otak dan melupakan pelajaran berharga yang berkaitan dengan kemanusiaan.
“Jadi yang terekam di benak anak cucu kita, karena orang Kristen dari Eropa, kita terlihat seperti orang Eropa, karena orang Hindu dari China atau India terlihat seperti kita orang India, karena orang Budha dari China, kita semua seperti ini. Orang Cina. Cina, karena Islam dari Arab, kita semua orang Arab. Wah, kita harus jujur bangsa macam apa kita ini?” tanya Gus Nuril.
Apakah acara ini dapat menyatukan masyarakat dan menyadarkan akan makna Bhinneka Tunggal Ika? – Rappler.com