• October 2, 2024

Seberapa siap Indonesia menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN?

JAKARTA, Indonesia – Pemberlakuan kawasan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tinggal menunggu hari saja. MEA akan mulai berlaku pada 31 Desember tahun ini.

Daerah mulai berbenah, mulai dari mempercepat urusan birokrasi hingga menjamin transparansi.

Wali Kota Surabaya terpilih, Tri “Risma” Rismaharini menjadi salah satu kepala daerah yang “menjual” platform ini.

Saat diwawancarai Rappler usai menggunakan hak pilihnya pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak, 9 Desember lalu, Risma menyebut kini saatnya Surabaya bersaing bukan dengan Jakarta, melainkan dengan Singapura.

Risma mengatakan, Surabaya mendapat kredit rating A++ untuk kasus pengelolaan keuangan pemerintah daerah yang bisa diakses secara online on line oleh para pebisnis. “Jadi peringkat “Kita hampir sama dengan Singapura,” kata Risma meyakinkan.

Keunggulan lainnya, menurut Risma, Surabaya merupakan poros dunia. “Jalur Eropa, jalur Afrika, benua Australia dan Asia lebih dekat melalui Surabaya. “Sampai saat ini lewat Singapura,” ujarnya.

Untuk itu, Risma tak hanya melakukan persiapan kebijakan satu jendela yang diakui secara nasional dan memberinya Penghargaan Bung Hatta Anti Korupsi, namun juga merupakan program nyata yang menjangkau pelosok desa.

“Saya siapkan konsep di desa-desa yang tujuannya untuk ditingkatkan agar warga bisa bersaing di MEA,” ujarnya. Dia masih merahasiakan detail programnya.

Selain itu, Risma juga menyiapkan program “perlindungan” bagi warganya. Surabaya akan mandiri dalam memenuhi kebutuhan dasar tenaga kerjanya. “Kalau diisi warga sendiri, asing tidak perlu masuk,” ucapnya.

Investor tidak melihat skala regional, tapi skala nasional

Jika Risma yakin Surabaya mampu bersaing dengan Singapura, Dzulfian Syafrian, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), mengatakan pertimbangan geografis dan jendela tunggal saja tidak cukup.

“Investor juga mencermati data makro perekonomian nasional,” kata Dzulfian kepada Rappler beberapa waktu lalu.

Menurut dia, para investor tersebut tidak punya banyak waktu untuk melihat satu per satu data daerah, karena jumlah kota di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) mencapai ratusan.

Secara makro, investor akan melihat fluktuasi nilai tukar rupiah, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi.

“Sama seperti orang yang melamar pekerjaan, investor juga akan melakukannyapemutaran filmg CV (curriculum vitae) saja,” ujarnya.

Korupsi masih menjadi kendala utama

Selain itu, persoalan penting lainnya adalah korupsi di birokrasi. Hal ini akan menjadi salah satu pertimbangan utama bagi investor.

“Kalau menyuap kanan dan kiri, itu saja ekonomi biaya tinggi,” dia berkata.

Apalagi, hasil survei indeks persepsi korupsi yang dirilis Transparency International Indonesia (TII) pada 15 September lalu menunjukkan integritas Polri paling buruk. Artinya, negara ini paling rentan terhadap suap.

Berdasarkan penilaian kejadian suap dalam 12 bulan terakhir, instansi pusat yang berisiko melanggar integritas masyarakat adalah Polri dengan total 48 kejadian.

Lebih lengkapnya bisa dibaca di sini.

Tidak mengherankan, kata Dzulfian, Indonesia hanya berada di peringkat di atas 100 untuk kemudahan berusaha, dibandingkan Singapura yang berada di peringkat satu.

Dzulfian menambahkan bahwa janji paket kebijakan ekonomi Presiden Joko “Jokowi” Widodo juga membuat investor khawatir. Mampukah birokrasi melaksanakannya? Evaluasi belum dilakukan.

Mengapa evaluasi ini patut dipertanyakan?

“Karena paket pemerintah kemarin seperti program pembangunan jalur kereta api Bandung-Bondowoso yang perlu dipercepat. “Seperti superman misalnya, izin enam hari langsung menjadi 6 jam,” ujarnya.

Pengamat INDEF lainnya, Imaduddin Abdullah menambahkan, fokus pemerintah pusat saat ini adalah “dekorasi” agar bisa menarik investor.

“Jika kita gagal menarik investor, investor akan memilih membuka usaha di negara tetangga dan menjual produknya ke Indonesia,” kata Imaduddin.

Jadi Indonesia hanya dijadikan pasar saja, ujarnya.

Dengan jumlah penduduk 250 juta jiwa dibandingkan negara lain yang tidak mencapai seratus juta jiwa, Indonesia memang menjadi pasar empuk bagi investor.

Menurut Dzulfian, indikasi Indonesia akan menjadi pasar lunak adalah rasio ekspor terhadap produk domestik bruto (PDB) yang hanya mencapai 25 persen, bahkan kadang tidak sampai sebesar itu. Sedangkan Singapura sudah di atas 100 persen.

Artinya perekonomian Indonesia sangat bergantung pada konsumsi domestik. “Kalau rasio ekspor kita terhadap PDB tinggi, maka kita bisa mengandalkan produksi barang kita sendiri, tidak tergantung pada mereka, makanya kita ekspor,” ujarnya.

Apa yang harus diperbaiki pemerintah selanjutnya?

“Secara sederhana. “Perbaiki dulu regulasi dan birokrasinya, semua itu harus disapu bersih,” Dzulfian.

Kedua, dia mengatakan inovasi di daerah seperti Surabaya harus didukung oleh pusat. “Sinkronisasi regulasi pusat dan nasional. Walhasil pemerintah punya keinginan, tapi kendala implementasi dan regulasi akhirnya ada di daerah, ujarnya.

“Pada paket kebijakan ekonomi kemarin, banyak peraturan daerah yang tidak diinginkan oleh pemerintah pusat sehingga harus dipotong, artinya yang diinginkan pemerintah pusat dan daerah tidak sejalan,” ujarnya.

Ketiga, pelaksanaan agenda deregulasi dan debirokrasi, karena memang demikian adanya kemacetan atau kendala utama di sisi penawaran, yakni arus barang dan jasa.

Setelah itu, Indonesia baru bisa menjadi pemain utama di MEA. —Rappler.com

BACA JUGA:

SDY Prize