Indonesia menandatangani Perjanjian Paris untuk mengurangi emisi karbon
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Menteri Siti Nurbaya menyampaikan komitmen Indonesia dalam menurunkan emisi karbon sekaligus menghadirkan kondisi nyata untuk memenuhi kebutuhan listrik di 12.650 desa.
JAKARTA, Indonesia – Pada Hari Bumi tahun ini, 175 negara menandatangani Perjanjian Paris, dalam sidang pleno Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), di Kantor PBB, di New York, Amerika Serikat, pada 22 April.
Perancis, yang menjadi tuan rumah Konferensi Perubahan Iklim (COP 21) pada bulan Desember 2015, merupakan negara penandatangan pertama.
Perjanjian Paris merupakan perjanjian pertama dalam dua dekade yang menjadi landasan upaya global untuk mengurangi kenaikan suhu bumi hingga di bawah 2 derajat Celsius pada tahun 2020. Perjanjian Paris dianggap sebagai terobosan bagi kemanusiaan.
Selain Prancis, AS dan Tiongkok juga menandatangani Perjanjian Paris. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia, Siti Nurbaya Bakar, juga berada di New York untuk menandatangani penandatanganan atas nama pemerintah Indonesia.
“Presiden Jokowi sejak awal mendukung upaya dunia dalam memerangi pemanasan global dalam kerangka perubahan iklim. Jadi saya diperintahkan presiden untuk menandatangani Perjanjian Paris, kata Siti kepada Rappler, Kamis pekan lalu.
Perjanjian Paris disetujui oleh 195 negara pada pertemuan penutupan COP 21 di Paris.
Dalam pidato kenegaraannya, Siti mengatakan bahwa meskipun Indonesia mematuhi perjanjian global untuk mengurangi emisi karbon, Indonesia juga harus melanjutkan pembangunan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan lingkungan yang baik bagi 255 juta penduduk Indonesia.
“Salah satu tujuan pembangunan kami adalah menyediakan listrik untuk 12.650 desa pada tahun 2020 dengan membangun proyek listrik sebesar 35.000 megawatt,” kata Siti.
Sumber energi lain, seperti energi terbarukan dari biomassa, biofuel, pembangkit listrik tenaga air (mikro hidro), listrik panas bumi dan biodiesel akan saling melengkapi untuk menyediakan energi listrik bagi warga.
Dalam pidatonya di hadapan para pemimpin COP 21 di Paris, Presiden Joko “Jokowi” Widodo menyatakan bahwa Indonesia berkomitmen untuk mencapai 23 persen listrik terbarukan pada tahun 2025.
Siti juga menyoroti program Evaluasi Kinerja Perusahaan (PROPER) yang menetapkan efisiensi perusahaan mampu menurunkan emisi setara 39,8 juta ton CO2. Dibandingkan posisi tahun 2011, angka penurunan emisi gas rumah kaca mencapai 65 persen.
Indonesia juga akan mendorong program Eco-Driving dengan membangun lebih banyak transportasi umum. Kontribusi program ini terhadap penurunan emisi karbon mencapai 10 persen.
Indonesia menyadari pentingnya peraturan penggunaan hutan dan lahan untuk memitigasi perubahan iklim, yang dapat membawa manfaat adaptasi. Luas lahan hutan di Indonesia tercatat 65 persen dari luas negara yang mencapai 87 juta kilometer persegi.
Hutan Indonesia adalah rumahnya keanekaragaman hayati yang besar dunia. Luas lahan gambut mencapai 15 juta hektar dari keseluruhan ekosistem dan cenderung menyumbang emisi gas rumah kaca seperti yang terjadi pada kebakaran hutan pada tahun 2015.
Pada sidang pleno UNFCCC, Siti juga menyampaikan realisasi pembentukan Badan Rekonstruksi Ekosistem Gambut pada Februari 2016.
Jokowi juga memerintahkan moratorium izin perluasan konsesi pertambangan dan kelapa sawit.
Pemerintah daerah meresponsnya dengan moratorium izin perkebunan kelapa sawit di ekosistem Leuser oleh Pemerintah Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dan moratorium izin pengusahaan pertambangan batu bara oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.
Usulan Indonesia untuk mengurangi emisi karbon dituangkan dalam Inended Nationally Defeded Contribution (INDC) yang disampaikan kepada UNFCCC beberapa waktu sebelum COP 21 di Paris.
Menurut Siti, sebaiknya pemerintah Indonesia tetap menandatangani Perjanjian Paris dengan proses ratifikasi di dalam negeri melalui proses pembahasan di parlemen.
“Ini sesuai undang-undang tentang perjanjian nasional yang harus melalui DPR,” kata Siti.
“DPR sangat mendukung ratifikasi Perjanjian Paris. “Kami sedang membersihkan kondisi ini,” kata Nur Masripatin, direktur jenderal perubahan iklim
Indonesia menghadapi tantangan besar, terutama dari perubahan iklim, untuk mencegah terulangnya kebakaran hutan pada tahun 2016. —Rappler.com