Kontroversi penggunaan ganja sebagai obat penyakit
- keren989
- 0
PONTIANAK, Indonesia – Masalah Fidelis Aris Sudarwoto ibarat makan buah simalakama. Ia harus menghadapi kenyataan bahwa satu-satunya obat yang bisa mengurangi rasa sakit istrinya adalah ganja sativa. Akibatnya, ia harus dijebloskan ke penjara karena kepemilikan ganja yang merupakan narkotika golongan I.
Fidelis terancam hukuman maksimal penjara seumur hidup. Pada 19 April, berkas perkara Fidelis memasuki tahap II.
“Tersangka dan barang bukti sudah kami serahkan ke Jaksa Penuntut Umum,” kata Kepala Bidang Pemberantasan BNN Sanggau Sudiarto saat ditanyai, Jumat, 5 Mei.
Fidelis dijerat Pasal 111 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman hukuman maksimal penjara seumur hidup. Sesuai instruksi Kepala BNN Budi Waseso, tidak ada perlakuan khusus terhadap kasus yang dihadapi Fidelis. Kini Fidelis menunggu untuk dibawa ke hadapan ‘meja hijau’.
Terkait hal tersebut, Anggota Komisi III DPR RI Erma Suryani Ranik dari Daerah Pemilihan Kalimantan Barat bereaksi keras.
“Harus ada pengecualian dalam hal ini. BNN harus membuka mata terhadap fakta bahwa tersangka sebelumnya telah mencoba berkonsultasi dengan pihak berwenang, kata Erma.
Ia mengandalkan foto yang diunggah Fidelis di akun Facebook miliknya. Di jejaring sosial tersebut, Fidelis kerap mengungkapkan keprihatinannya atas perlakuan istri tercintanya.
Pada 14 Februari, Fidelis mengunggah foto dirinya sedang berkonsultasi dengan seorang pria. Dalam keterangan fotonya, Fidelis menyebut lokasinya berada di BNN Sanggau.
Namun pada 19 Februari, BNN Sanggau mendatangkan media massa untuk menyerang kediaman Fidelis. Kasus ini pun terungkap setelah diunggah ke media massa, tak lama setelah istri Fidelis, Yeni Riawati, akhirnya meninggal dunia pada 25 Maret lalu.
Pada rapat kerja Komisi III dengan BNN tanggal 11 Maret 2017, Erma menyuarakan kritik tersebut. Ia memberikan bukti berupa tangkapan layar status FB Fidelis.
“Untuk perhatian semua orang, kami tidak mendukung legalisasi ganja. Namun, penangkapan Fidelis yang menanam ganja untuk mengobati istrinya adalah cara yang tidak adil. Padahal metode konsultasinya diikuti, kata Erma.
Selain itu, hasil tes urine Fidelis negatif. Artinya dia tidak mengonsumsi ganja tersebut. Fidelis bukanlah seorang pecandu.
Erma menyampaikan apresiasi atas kinerja BNN dalam menangkap berbagai sindikat narkoba di Kalbar. Beberapa dari mereka ditembak mati. Meski demikian, upaya Fidelis untuk berkonsultasi patut diapresiasi. Ingat, itu adalah solusi atas penyakit langka yang diderita mendiang istrinya.
Saya ingin Kepala BNN Sanggau dievaluasi, kata Erna.
Dalam pertemuan tersebut, kata Erma, Kepala BNN Budi Waseso menyetujui dan akan mengirimkan tim internal untuk mengusut soal penangkapan Fidelis.
“Saya ingin Fidelis segera mendapatkan keadilan dan bertemu dengan anaknya setelah istrinya meninggal,” ujarnya.
Saat ini, anak tunggal Fidelis harus diasuh oleh keluarganya, setelah ibunya meninggal dan ayahnya mendekam di penjara.
Apakah Ganja Disalahgunakan?
Pendapat Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kalimantan Barat, Berli Hamdani mengenai hal tersebut merujuk pada UU 35/2009 tentang Narkotika. Narkotika menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (“UU 35/2009”) adalah zat atau obat yang berasal dari tumbuhan atau bukan tumbuhan, baik sintetik maupun semi sintetik, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, dapat mengurangi atau mengurangi rasa sakit. menghilangkan dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan menjadi kelompok-kelompok sebagaimana terlampir dalam Undang-undang ini.
“Dalam dunia kedokteran terdapat beberapa pusat pelayanan kesehatan atau pusat pendidikan kedokteran serta penelitian kedokteran yang prosedurnya menggunakan ganja,” ujarnya.
Sah, kata Berli, sah karena tidak disalahgunakan. Namun, masalahnya adalah penyalahgunaan.
Kasus Fidelis di Sanggau dianggap pelanggaran, hingga hukum membuktikan sebaliknya karena beberapa alasan. Ganja tidak dapat digunakan oleh individu yang bukan dokter atau bahkan tidak semua dokter praktik.
Itupun hanya dokter yang mempunyai izin yang boleh menggunakan narkotika.
“Metode regulasi dan farmakokinetik ganja juga belum diketahui oleh Fidelis, dan banyak hal terkait legalitas etimediknya,” ujarnya.
Dalam dunia kedokteran atau praktik kedokteran, hubungan antara dokter dan pasien merupakan hubungan yang sakral.
Bahkan hubungan keluarga, apalagi suami/istri/anak antara dokter dan pasien, sangat dihindari karena akan bias, jelasnya.
Tidak lagi digunakan
Namun, bagaimana ganja bisa ada dalam pengobatan alternatif? Arsip yang menyatakan bahwa tanaman ganja digunakan dalam pengobatan herbal ditemukan dalam dokumen Mesir Kuno dari tahun 1550 SM. Pada tablet tanah liat yang dibuat oleh bangsa Sumeria pada 3.000 tahun SM, juga ditemukan catatan lengkap tentang manfaat tanaman ganja.
Di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, pengobatan alternatif dengan menggunakan ramuan Cina sudah umum dilakukan. Toko pengobatan alternatif banyak memajang jamu kering dalam toples transparan.
Setiap pot mengandung manfaatnya masing-masing. Santosa (73 tahun), salah satu pemilik toko jamu di Jalan Gajahmada Pontianak, mengaku obat kering didatangkan langsung dari China.
“Mungkin tadi ada. Namun kini sudah tidak digunakan lagi. Ada beberapa kegunaan. “Tetapi karena sudah dilarang maka tidak digunakan lagi,” kata Santoso.
Ia mengaku memiliki pengetahuan tentang ramuan herbal untuk pengobatan secara turun temurun. Ayah dan neneknya mewariskan ilmu mixing. Sepertinya dia seorang apoteker.
Tidak diperlukan resep untuk meramu obat penyakit umum. Sedangkan untuk racikan khusus biasanya pihak dukun atau dukunlah yang memberikan catatan atau resep kepada pasiennya. Catatan yang ditulis dalam bahasa Mandarin itu diberikan ke apotek.
“Saya tidak tahu kalau mereka yang menggunakan ganja. Hanya saja pengucapannya berbeda dalam bahasa Cina. “Sudah lama tidak digunakan,” katanya. – Rappler.com