Banyak negara Timur Tengah yang memutuskan hubungan dengan Iran
- keren989
- 0
Indonesia bisa menjadi mediator konflik Arab Saudi dan Iran karena dianggap sebagai sahabat kedua negara
JAKARTA, Indonesia – Beberapa negara di kawasan Timur Tengah memutus hubungan diplomatik dengan Iran. Langkah ini pertama kali diambil Arab Saudi pada Minggu, 3 Januari.
Menteri Luar Negeri Saudi Adel al-Jubeir menjelaskan pada konferensi pers di ibu kota Riyadh bahwa pemerintahnya telah mengeluarkan ultimatum kepada diplomat Iran untuk segera meninggalkan negara petrodolar itu dalam waktu 48 jam.
Jubeir menegaskan, Kerajaan Saudi tidak akan membiarkan Iran meremehkan tingkat keamanan di negaranya.
Kebijakan tersebut merupakan buntut dari aksi yang dilakukan sekelompok pengunjuk rasa Iran di depan gedung kedutaan Saudi di Teheran pada Minggu dini hari. Mereka melempari gedung kedutaan dengan bom molotov dan membakarnya.
Pihak Saudi sangat marah karena ketika gedung kedutaan mereka diserbu, Kementerian Luar Negeri Iran mengabaikan permintaan bantuan mereka. Jubeir juga mengatakan beberapa dokumen dan komputer di dalam gedung kedutaan juga dijarah oleh pengunjuk rasa.
Belum lagi kritik yang dilontarkan terhadap Saudi oleh Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, yang mengatakan bahwa Arab Saudi akan menerima balasan Tuhan karena sebelumnya mengeksekusi ulama Syiah Nimr al-Nimr.
Stasiun berita Al-Jazeera melaporkan bahwa, sebagai tindak lanjut dari ultimatum tersebut, personel diplomatik Saudi juga mulai melakukan evakuasi dari Teheran sejak Minggu.
Kebijakan ini diikuti oleh negara-negara lain di Timur Tengah. Pada Senin, 4 Januari, Bahrain juga mengeluarkan ultimatum serupa. Melalui kantor berita Bahrain, BNA, pemerintah memerintahkan seluruh diplomat Iran untuk pergi dalam waktu 48 jam.
Di hari yang sama, pemerintah Sudan juga memutus hubungan diplomatik dengan Iran.
“Pemerintah Sudan mengumumkan bahwa mereka segera memutuskan hubungan diplomatik dengan Republik Islam Iran,” kata Kementerian Luar Negeri Sudan dalam sebuah pernyataan.
Sementara itu, langkah berbeda dilakukan Uni Emirat Arab (UEA). Mereka memilih mengurangi hubungan diplomatik dibandingkan memutusnya. UEA hanya mengizinkan perwakilan diplomatik tertinggi Iran hingga tingkat wakil duta besar dan mengurangi jumlah diplomat Iran di sana. UEA beralasan Iran kerap ikut campur dalam urusan dalam negeri negara-negara Teluk.
Indonesia adalah sahabat Iran dan Saudi
Dosen Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia, Mohammad Riza Widyarsa, menilai negara-negara yang memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran adalah anggota koalisi Saudi yang memerangi Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Negara-negara tersebut, tambah Riza, juga ikut bergabung dengan Arab Saudi dalam memerangi milisi Houthi di Yaman.
Sudan bukan bagian koalisi, tapi hubungan bilateral dengan Arab Saudi relatif erat, kata Riza saat dihubungi Rappler, Senin.
Sementara UEA tidak serta merta memutuskan hubungan diplomatik karena masih memiliki hubungan dagang yang erat dengan Iran. Tiga negara lainnya memiliki hubungan dagang yang minim.
“Dengan adanya distribusi minyak, komoditasnya lewat di UEA sehingga memberikan keuntungan bagi mereka,” ujar pria yang juga bekerja di Purusha Research Cooperative ini.
Ditanya soal kemungkinan negara-negara Timur Tengah lain mengikuti langkah Saudi, Riza menilai sulit. Beberapa negara, seperti Yordania, Mesir, dan Oman, masih mengkaji situasi tersebut. Ketiga negara ini merupakan produsen minyak, namun masih membutuhkan minyak dari Iran.
Sementara itu, Kuwait, Irak, dan Qatar hanya akan bergabung jika mendapat jaminan dari Saudi bahwa mereka akan tetap terlindungi jika ketegangan meningkat di kawasan.
Riza menilai permasalahan ini harus segera diselesaikan. Di sinilah peran negara-negara seperti Amerika Serikat, Uni Eropa (UE), dan Rusia sangat dibutuhkan. AS dan UE dinilai bisa melakukan pendekatan ke Arab Saudi, sementara Rusia melakukan pembicaraan dengan Iran.
Indonesia juga bisa menjadi mediator dalam konflik Saudi-Iran. Sebab, baik Iran maupun Saudi menganggap Indonesia sebagai sahabat.
Namun, jika ingin menjadi inisiator, Indonesia tidak boleh bertindak sendiri. “Kita harus mengundang dua hingga tiga negara yang dianggap netral,” kata Riza. —Rappler.com
BACA JUGA: