• October 2, 2024
Netizen marah karena pemerintah melarang operasional Go-Jek, GrabBike dan Uber

Netizen marah karena pemerintah melarang operasional Go-Jek, GrabBike dan Uber

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Mantan Wakil Presiden Boediono pun turun tangan

JAKARTA, Indonesia – Kementerian Perhubungan resmi melarang ojek dan taksi on line melalui Surat Pemberitahuan Nomor UM.3012/1/21/Phb/2015 yang ditandatangani Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, pada 9 November 2015.

Namun, pemerintah baru secara resmi memberlakukan larangan ini hingga Kamis 17 Desember.

Apapun namanya, operasi serupa, Go-Jek, Go-Box, GrabBike, GrabCar, Blu-Jek, Lady-Jek, dilarang, kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Djoko Sasono, Kamis. .

Larangan ini sontak menimbulkan kemarahan masyarakat, terutama di ibu kota yang bergantung pada transportasi seperti Go-Jek, GrabBike, dan Uber.

Seorang netizen bernama F. Frico membuat petisi yang menyasar Jonan untuk meninjau kembali larangan pemerintah terhadap layanan ojek dan taksi on line.

“Pelayanan transportasi berbasis online (on line) sangat dibutuhkan saat ini, selain praktis juga dapat membantu mengurangi kemacetan yang tidak terkendali,” tulis Frico dalam petisinya. Ubah.org.

Jika Anda setuju dan ingin mendukung petisi ini, Anda dapat klik di sini Di Sini.

Menurut Frico, alasan ojek dan taksi dilarang on line Pasalnya, karena tidak memenuhi syarat sebagai operator angkutan umum, maka ojek tradisional juga harus dilarang.

“Sejak dulu, mereka belum memenuhi persyaratan sebagai angkutan umum,” tambahnya.

Selain petisi, penolakan juga terjadi di media sosial. Bahkan mantan Wakil Presiden Indonesia Boediono juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap keputusan Menteri Perhubungan tersebut.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga mempertanyakan keputusan Jonan dan berjanji akan memanggil menteri.

Tagar #SaveGojek pun meraih popularitas Topik populer Twitter pada Jumat, 18 Desember yang juga disusul dengan #SaveGrabBike dan #SaveUber.

Salah satu pegawai swasta, Gloria Kezia, kerap menggunakan fasilitas taksi on linemengatakan bahwa keputusan ini tidak masuk akal.

“Itu benar, pemerintah. Mengapa mendesah Sungguh? Sangat membantu masyarakat yang tidak mempunyai uang untuk naik taksi, sedangkan yang lebih murah tidak memiliki fasilitas yang memadai. Kalau mau nyaman harus mahal, kenapa ada alternatif, kenapa dilarang?” kata Gloria kesal.

Sedangkan menurut salah satu pengguna setia ojek on line, Dara Alia, larangan itu hanya gertakan biasa.

Sayang, paling-paling hanya ‘gertakan’ saja. Jika tidak ada aturan, buatlah, bukan melarangnya. Bukankah itu tugas kementerian?” kata pegawai sebuah perusahaan swasta di Jakarta.—Rappler.com

BACA JUGA:

Result Sydney