Benarkah Jokowi Anti Islam?
- keren989
- 0
JAKARTA, Indonesia – Ketik kata “Jokowi anti Islam” di mesin pencari informasi, Google misalnya, dan kita akan mendapatkan sederet artikel tentang rencana pemerintah agar Presiden Joko ‘Jokowi’ Widodo membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia. Akibat rencana pembubaran HTI, Jokowi mendapat tudingan anti Islam.
Dua minggu setelah ramai kontroversi pembubaran HTI, Presiden Jokowi masuk dalam daftar 500 tokoh Islam paling berpengaruh di dunia tahun 2017. Daftar ini dibuat setiap tahun oleh Pusat Studi Strategis Islam Kerajaan (RISSC), dan dapat dilihat di website www.themuslim500.com. Tahun ini, ada empat tokoh asal Indonesia yang masuk 50 besar, termasuk Presiden Jokowi.
Tudingan Jokowi anti Islam terus berlanjut. Sebenarnya tidak ada yang istimewa dari masuknya Jokowi dalam daftar 500 tokoh Islam paling berpengaruh. Sebagai kepala negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, otomatis Jokowi masuk dalam daftar tersebut. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga masuk dalam daftar tersebut 500 pemimpin Islam dunia ketika dia masih menjabat.
Yang membedakan SBY dengan Jokowi adalah SBY yang sudah lama berkarir di militer tidak terserang isu terkait Partai Komunis Indonesia. Apalagi mertua SBY, Sarwo Edhi Wibowo, dikenal sebagai sosok yang menonjol memimpin penindasan terhadap PKI.
Sejak kampanye pemilu presiden tahun 2014, Jokowi diserang isu keterkaitannya dengan PKI. Penganiayaan semakin intensif ketika polisi menetapkan pimpinan Front Pembela Islam, Rizieq Shihab, sebagai tersangka kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang Anti Pornografi.
Sebelumnya, Rizieq dijerat kasus dugaan penodaan Pancasila. Proses hukum yang harus dijalani Rizieq Shihab yang kini berada di Arab Saudi menuai protes dari pihak yang menyebut dirinya alumni 212 merujuk pada Aksi Bela Islam pada 2 Desember 2016.
Alumni 212 itu meminta Komnas HAM membentuk tim pencari fakta untuk mengusut siapa dalang dugaan kriminalisasi ulama dan aktivis yang dituduh melakukan makar.
Amien Rais, mantan Ketua MPR yang juga tokoh Muhamadiyah dan Partai Amanat Nasional, juga memanfaatkan kesempatan itu untuk melapor ke Komnas HAM untuk memperingatkan bahaya ancaman komunis. Di Internet, ada petisi yang meminta Presiden Jokowi melakukan tes DNA (asam deoksiribonukleat)) untuk membuktikan asal usul orang tuanya.
Jokowi jelas kesal. Ia membalasnya dengan mengancam akan membubarkan organisasi yang bertentangan dengan Pancasila. Dia menggunakan istilah “uap” dan “tendangan”. Jokowi memberikan akses wawancara khusus ke sejumlah media televisi, radio, siber, dan cetak, termasuk menjawab pertanyaan seputar penggunaan istilah-istilah yang mengingatkan pada era Presiden Soeharto.
Berbicara pada Acara Kajian Ramadhan 1438 Hijriyah, Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur di Aula Dome Universitas Muhammadiyah Malang, Jawa Timur, Sabtu, 3 Juni 2017, Jokowi mengaku kebangkitan itu tersentuh paham komunisme. . Jokowi juga menolak tudingan dirinya melindungi unsur PKI dan berkomitmen pada PKI.
“Saat PKI dibubarkan, saya baru berumur 3 (tiga) tahun. Karena TIDAK Logikanya, orang tua saya yang memindahkan saya,” kata Jokowi. Senin 5 Juni 2017 ada sedikit koreksi terkait umur yang dimuat di Halaman Facebook Presiden Joko Widodo yang terverifikasi.
“Saya baru berumur empat tahun ketika PKI dibubarkan. Orang tua saya juga jelas, di desa mana mereka tinggal, di desa mana. Begitu pula kakek dan nenek saya. Semuanya bisa diperiksa. Sebenarnya saya terlalu malas untuk menanggapi isu PKI, tapi sekarang saya punya kesempatan, saya akan bicara, demikian tulisan di laman tersebut, yang dilanjutkan dengan pernyataan Jokowi saat menghadiri kajian Ramadhan Muhamadiyah di Malang. . Partai Komunis Indonesia dibubarkan pada 12 Maret 1966. Jokowi lahir di Surakarta, 21 Juni 1961.
Terkena kasus Ahok
Banyak pihak yang menuding Jokowi tak lepas dari dinamika Pilkada DKI Jakarta 2017. Dalam wawancaranya dengan televisi, Jokowi mengatakan, baginya Pilkada Jakarta sama saja dengan daerah lain. Pemilihan gubernur dilaksanakan di 34 provinsi dan di 516 kabupaten kota. “Ada yang berbeda di Pilgub Jakarta, itu yang dipikirkan masyarakat. “Kalau saya sama saja,” kata Jokowi kepada Metro TV, 24 Mei 2017.
Jokowi pun paham masyarakat mencurigai dirinya memihak Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Pilkada DKI Jakarta. Ahok menjabat wakil gubernur saat Jokowi menjadi gubernur ibu kota. Ahok yang merupakan keturunan Tionghoa dan beragama Kristen dinilai tidak layak dipilih menjadi pemimpin oleh sebagian umat Islam karena komentarnya yang dikutip dari Surat Al Maidah ayat 51, di Kepulauan Seribu.
(BACA JUGA: Timeline Gugatan Penodaan Agama yang Menerpa Ahok)
Yang kemudian berkembang adalah dukungan terhadap Ahok dalam pilkada dinilai sebagian pihak mendukung penodaan agama. Jokowi terkejut dengan sinyal ini. Ditambah lagi dengan isu komunis. Di sisi lain, stigma juga semakin meningkat di kalangan sebagian masyarakat. Tidak mendukung Ahok di pilkada adalah tindakan intoleransi. Anti-keberagaman. Kedua kubu saling berhadapan dan bertarung sinis di media sosial.
Jokowi berupaya meredakan ketegangan politik. Beberapa bulan terakhir, khususnya sejak aksi Bela Islam pada 4 November 2016, kita melihat upaya Jokowi menjalin komunikasi dengan para pemuka agama Islam untuk meredam tensi politik di Pilkada DKI Jakarta, khususnya pasca merebaknya kasus penodaan agama. melawan Ahok.
(BACA JUGA: Perlukah Aksi Bela Islam 212?)
Soal perhatian terhadap umat Islam, Jokowi juga menaruh perhatian serius pada ekonomi berbasis syariah. Dalam pidato pembukaannya di Islamic World Economic Forum, Agustus 2016, Jokowi mengatakan bahwa masyarakat Muslim memiliki peluang lebih besar untuk memajukan perekonomiannya di saat kondisi perekonomian global belum pulih pasca krisis tahun 2008.
“Komunitas Muslim memiliki populasi generasi muda tertinggi. Rata-rata usia pemuda muslim adalah 23 tahun, sedangkan rata-rata usia remaja non-muslim adalah 30 tahun, kata Jokowi tentang potensi demografi umat Islam. Ia melihat perkembangan perbankan syariah yang transaksinya mencapai triliunan rupiah.
Tak berhenti sampai disitu, Jokowi menindaklanjutinya dengan membentuk panitia khusus yang bertugas mengembangkan sektor keuangan syariah. Pada 3 November 2006, Jokowi menandatangani Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2016 tentang Komite Keuangan Syariah Nasional (KNKS). Pengurus akan dibentuk selambat-lambatnya enam bulan setelah keputusan presiden dikeluarkan.
“Sesuai Perpres ini, KNKS merupakan lembaga non-struktural yang bertugas mempercepat, memperluas, dan mendorong pengembangan keuangan syariah dalam rangka mendukung pembangunan perekonomian nasional,” demikian tertulis dalam laman Sekretariat Kabinet, Senin, 21 November 2016. . Komite ini dipimpin langsung oleh Presiden dan Wakil Presiden.
diinginkan Jokowi Jakarta adalah pusat keuangan syariah internasional. Menurutnya, tidak hanya permasalahan terkait keuangan syariah, perbankan syariah, asuransi syariah, masih banyak hal lain yang bisa dikembangkan seperti pariwisata syariah, restoran halal, industri syariah yang masih sangat besar karena potensi pasar kita. memang yang terbesar di dunia, dengan populasi Muslim.
“Kenapa itu tidak menjadi fokus dan perhatian kita, justru memberikan pemicu “untuk pertumbuhan ekonomi di negara kita, dan juga untuk menghilangkan permasalahan-permasalahan yang sering berkembang saat ini,” kata Presiden. Isu pembangunan ekonomi syariah dapat dijadikan solusi untuk mengurangi permasalahan kesenjangan ekonomi dan sosial yang kembali mengemuka belakangan ini.
Pada 24 Maret 2017, Jokowi juga meresmikan Monumen Titik Nol Pusat Peradaban Islam Nusantara di Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Dalam acara tersebut, Jokowi mengingatkan bahwa bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku, agama, dan ras. Keberagaman ini merupakan aset negara yang harus dilestarikan.
Di Barus, Jokowi mengingatkan pentingnya kepedulian keharmonisan antar umat beragama. Memang demam Pilkada DKI Jakarta sudah menyebar ke beberapa daerah.
Tahun lalu, Jokowi mengeluarkan Peraturan Presiden No. 57 Tahun 2016, tentang Pendirian Universitas Internasional Indonesia tentang Pendirian Universitas Islam Internasional di Indonesia. Dengan peraturan presiden tersebut, pemerintah mendirikan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII). Menurut Menteri Agama Lukman H. Saifuddin, berdirinya UIII bermula dari gagasan Jokowi dan Wakil Presiden JK yang menginginkan Indonesia menjadi pusat rujukan kajian Islam dunia.
Bagi sebagian pihak, upaya Jokowi untuk menjangkau umat Islam juga dipandang sebagai sikap politik pragmatis jelang pemilu 2019.
“Hampir semua negara memuji Indonesia sebagai Islam moderat. Selain keyakinan agama, hal itu tercermin dalam peradaban dan moral. Peradaban apa lagi yang bisa diajarkan di negara-negara Timur Tengah saat ini jika mereka saling menyerang, membunuh, mengebom, dan memenggal kepala satu sama lain?” ujar Wapres JK saat memaparkan gagasan UIII dalam sebuah acara di Singapura.
Presiden Jokowi memang menggelar rapat terbatas mengenai gagasan pendirian Universitas Islam Internasional. “Perguruan Tinggi Islam yang moderat adalah benar-benar perguruan tinggi yang hebat, yang nantinya akan menjadi kiblat pendidikan tinggi Islam dunia,” kata Jokowi dalam pengantar rapat terbatas di Istana Bogor, Jawa Barat, pada 5 Mei 2015.
Di era Jokowi, polisi wanita dan tentara wanita juga diperbolehkan mengenakan hijab atau penutup kepala. Kuota jemaah haji Indonesia juga sudah kembali normal, setelah dipangkas 20 persen akibat renovasi Masjidil Haram.
Di kancah dunia, pada KTT Arab-Amerika Serikat, 21 Mei 2017, Jokowi mengajak para pemimpin yang hadir untuk berhenti memandang Islam sebagai musuh, khususnya terkait pemberantasan aksi teroris.
“Indonesia merupakan salah satu korban aksi teroris seperti penyerangan di Bali yang terjadi pada tahun 2002 dan 2005. Lalu ada juga penyerangan di Jakarta yang terjadi pada Januari 2016,” kata Jokowi. Pernyataan tersebut seolah menyindir Presiden Amerika Serikat, Donald J. Trump, yang turut hadir dan mendengarkan penjelasannya. Selama kampanye dan saat dilantik, Trump kerap mengaitkan aksi terorisme dengan Islam.
Lalu mengapa daftar kekhawatiran Jokowi di atas, menurut sebagian pihak, tidak cukup untuk menghapus stigma bahwa Jokowi adalah pemimpin yang anti-Islam?
Bagi sebagian pihak, upaya Jokowi untuk menjangkau umat Islam juga dipandang sebagai sikap politik pragmatis jelang pemilu 2019. Padahal, kalaupun benar, itu hanya sah saja. Pemimpin sebelumnya juga melakukan pendekatan ke kalangan Islam untuk mendapatkan dukungan mayoritas pemilih. Soeharto mendukung berdirinya Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) di bawah kepemimpinan BJ Habibie. Pendukung SBY mendirikan Dewan Dzikir SBY Nurussalam.
Polarisasi politik yang dimulai pada pemilu presiden tahun 2014 semakin menguat setelah pemilu daerah Jakarta. Hal ini akan terus berlanjut hingga pemilihan presiden tahun 2019. Ini adalah tantangan tersulit bagi Jokowi, dan sebenarnya juga bagi kita. Membangun rasa saling percaya antar masyarakat. Hal ini tidak bisa diatasi hanya dengan menggelar kampanye digital selama satu minggu untuk menunjukkan kecintaan terhadap Pancasila, dasar negara yang dianggap sebagai perekat warga negara. Tidaklah cukup hanya memasang gambar yang indah di musala. –Rappler.com