10 orang menjalani hukuman cambuk di Aceh
- keren989
- 0
BANDA ACEH, Indonesia — Satu per satu warga mulai berdatangan ke Masjid Lamgugob, Kecamatan Siang Kuala, Banda Aceh pada Selasa, 23 Mei 2017. Mereka tiba pada pukul 09.30 WIB.
Di dekat masjid, tenda dan panggung juga sudah disiapkan sejak subuh. Terdapat pembatas berupa pagar yang menandakan tenda dan panggung tidak boleh dimasuki warga.
Tenda dan panggung tersebut sengaja didirikan untuk melaksanakan hukuman cambuk terhadap pasangan gay dan empat pasangan muda yang kedapatan sedang ngobrol. Totalnya ada 10 orang yang akan ditelanjangi
Sekitar pukul 10.45 WIB, dua mobil Lapas bersama mereka tiba di lokasi, satu narapidana perempuan dan satu lagi narapidana laki-laki. Mereka kemudian dibawa ke kantor Desa Lamgugob yang digunakan sementara untuk menampung mereka sebelum dicambuk. Petugas kesehatan juga terlihat memeriksanya di sana.
Ketika hukuman cambuk akan dimulai, seseorang berteriak melalui pengeras suara agar anak-anak tidak menonton. Selain itu, warga yang tidak mengenakan pakaian syariah atau menutup aurat dilarang memasuki kompleks masjid.
Kemudian hukuman cambuk dimulai. Prosesi diawali dengan pembacaan ayat suci Alquran, dilanjutkan dengan ceramah agama yang disampaikan oleh Abdul Gani Isa, dari Majelis Pertimbangan Ulama (MPU) Kota Banda Aceh.
“Inilah prinsip pembelajaran yang terkandung dalam Qanun Aceh. “Persuasif dan mendidik, tidak bertentangan dengan hak asasi manusia,” ujarnya.
Menurut dia, hukuman juga dilakukan secara terbuka dan melalui proses pengadilan. Seluruh proses didampingi jaksa dan tim medis, sesuai aturan yang baku dalam Qanun Nomor 7 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat.
Usai Abdul Gani membacakan doa, jaksa penuntut umum Maimunah membacakan putusan pengadilan terhadap para terpidana. Mereka adalah SI (25 tahun) dan rekannya Wah (27 tahun) yang masing-masing dihukum rotan sebanyak 23 kali.
Selanjutnya Mus (24 tahun) dan rekannya Ver (22 tahun) dihukum 28 pukulan. Kemudian HS (27 tahun) dan rekannya AR (21 tahun) dipukul sebanyak 28 kali. Pasangan muda terakhir adalah MK (27 tahun) dan pasangannya FR (29 tahun) yang menerima 29 foto.
Selanjutnya, jaksa membacakan putusan pasangan sesama jenis berinisial MT (23 tahun) dan MH (21 tahun) yang ditembak sebanyak 83 kali. Hukumannya dikurangi 2 kali (2 bulan penjara), dari hukuman hakim sebelumnya sebanyak 85 kali. “Mereka melanggar pasal 63 ayat 1 tentang liwath (homoseksualitas) Qanun Jinayat,” kata jaksa Maimunah.
Satu per satu mereka kemudian dipanggil ke atas panggung. Empat wanita mendapat giliran pertama. Eksekusi dilakukan oleh algojo yang mengenakan pakaian khusus, hanya memperlihatkan matanya. “Huuu…huuu,” teriak penonton setiap kali cambuk mengenai tubuh terdakwa.
Kemudian Ver, wanita yang mendapat giliran kedua ditusuk, mengerang kesakitan pada hitungan ke delapan. Algojo menghentikan pencambukan atas saran jaksa dan petugas medis, dan kemudian melanjutkan.
Setelah perempuan, giliran laki-laki yang dipertaruhkan. Pasangan gay mendapat giliran terakhir. “Cambuk kuat, memalukan,” teriak salah satu penonton. Terdengar suara gaduh dari sekitar seribu warga yang melihat prosesi tersebut.
Saat MT dipukul, algojo sesekali berhenti meniup tongkat. Tim medis pun memberinya air mineral. Pemukulan kemudian dilanjutkan lagi hingga skor akhir. Dua algojo bergantian menyerangnya. Hal serupa juga terlihat saat eksekusi yang diberikan kepada MH, rekannya juga mendapat hukuman cambuk dengan jumlah yang sama.
Aturan ini berlaku bagi setiap orang yang melanggar Qanun Jinayat, LGBT atau mesum dan lain-lain, kata Marzuki, Kepala Bidang Penyidikan Satpol PP dan Wilayatul Hisbah, Provinsi Aceh.
Menurutnya, undang-undang yang diterapkan pemerintah Aceh ini menjadi pembelajaran bagi semua orang. Jika ada yang bilang cambuk melanggar HAM, maka mereka salah.
Sebab pencambukan diatur dalam hukum positif Indonesia yang kemudian tertuang dalam Qanun Nomor 7 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat yang juga memuat prinsip perlindungan hak asasi manusia bagi warga negara.
“Kalau ditahan, akan memakan waktu yang cukup lama, mungkin beberapa tahun. Jika kamu mencambuk, kamu bisa langsung pulang setelahnya.”
***
Sepasang suami istri muda yang dihukum karena menjalin cinta telah ditangkap oleh masyarakat dalam satu atau dua bulan terakhir. “Kami hanya menggerebek satu pasangan di salah satu hotel,” kata Evendi Latif, kepala penegakan hukum dan Syariah Islam di Wilayatul Hisbah (WH-Polisi Syariah) Kota Banda Aceh.
Sementara pasangan gay, kata Evendi, ditangkap warga di sebuah rumah kos di Gampong (Desa) Rukoh, Darussalam Banda Aceh pada 28 Maret 2017. Setelah ditangkap, mereka kemudian diserahkan ke Polisi Syariah.
Setelah melalui dua kali persidangan, mereka divonis hakim pada 17 Mei 2017. Saat putusan dijatuhkan, mereka kebanyakan menundukkan kepala. Mereka diadili tanpa didampingi kuasa hukum.
Saat putusan dibacakan di Pengadilan Syariah Banda Aceh, hakim Khairil Jamal memimpin sidang. Keduanya diadili secara terpisah. MT berkata, “Meringankan hukuman saya,” saat hakim membacakan hukuman 85 pukulan.
Sementara rekannya MH hanya mengangguk pelan saat hakim menanyakan apakah ia menerima hukuman tersebut. Keputusan tersebut merupakan hukuman cambuk pertama terhadap pasangan gay di Aceh sejak penerapan Syariat Islam pada tahun 2001.
Jaksa Mursyid mengatakan hakim dan penyidik menawari mereka pengacara. “Tapi mereka bilang tidak perlu,” katanya.
Usai dicambuk, para terpidana dibawa kembali ke kantor Satpol PP dan WH. Mereka kemudian akan dibebaskan setelah dokumen administrasi ditandatangani.
Menjelang salat magrib, warga satu persatu pulang ke rumah. Dari menara Masjid Lamgugob terdengar sayup-sayup alunan ayat suci Alquran. —Rappler.com