• November 24, 2024
Inter Milan berpeluang mengakhiri kekeringan gelarnya

Inter Milan berpeluang mengakhiri kekeringan gelarnya

JAKARTA, Indonesia — Inggris dan Italia menjadi dua kutub liga sepak bola dunia. Masing-masing memiliki keunikannya masing-masing. Secara komersial, Inggris masih berkuasa. Namun dari segi kompleksitas taktik dan strategi, tanah Pisa masih dianggap paling kompleks.

Di Inggris, penggunaan taktik rumit hanya didominasi oleh klub-klub besar seperti Arsenal, Chelsea, Liverpool, duo Manchester, dan Tottenham Hotspur.

Beberapa klub kecil melakukannya. Namun hal itu karena pengaruh manajer asing di klub. Seperti manajer Spanyol Quique Sanchez Flores di Watford, Ronald Koeman (Belanda) di Southampton atau Roberto Martinez (Spanyol) di Everton dan Slaven Bilic (Kroasia) di West Ham United.

Di Italia, hampir semua klub punya kemampuan strategis yang mendalam. Bahkan klub yang baru promosi ke Serie A tiga musim lalu, Sassuolo, punya kemampuan taktis yang tak bisa dianggap remeh.

Liga Italia tidak bisa melakukan hal tersebut karena pelatih impor. Tapi justru karena pelatih (pelatih) domestik. Para pelatih Italia adalah pemikir sepak bola. Mereka adalah produk dari budaya sepakbola yang mendalam dan kompleks.

Di Inggris, hanya empat manajer yang berasal dari dalam negeri. Di Italia hanya ada dua pelatih asing. Mereka adalah pelatih Fiorentina Paulo Sousa (Portugal) dan pelatih AS Roma Rudi Garcia (Prancis).

Rumitnya strategi di Italia diungkapkan asisten pelatih Jose Mourinho, Rui Faria, dalam wawancara di stasiun televisi Sky Sports.

Asisten pelatih Mourinho di klub Portugal Uniao Leiria mengatakan, perubahan strategi di Italia terjadi hampir di setiap menit pertandingan.

“Saat ini mereka mengubahnya seperti itu. Kami kemudian juga meresponsnya dengan beberapa perubahan. Lalu lawan mengubahnya juga, karena kami juga mengubahnya. “Itulah yang terjadi sepanjang 90 menit pertandingan,” kata Faria.

Faria menghabiskan dua musim di Italia pada 2008/2009 dan 2009/2010. Dia menemani Mourinho ke Inter Milan dan berkontribusi pada presentasi pemenang tiga kali lipat (tiga gelar dalam satu musim) untuk Yang terkasih—Julukan Inter—di musim keduanya.

“Dari semua negara yang saya kunjungi, sepakbola Italia adalah yang paling sulit,” tambah pria berusia 40 tahun itu.

Perang taktis yang sengit inilah yang pula yang mengubah konstelasi klasemen. Ke hari (minggu) ke-17, puncak papan peringkat alias pemimpin Berubah 9 kali! Dan sampai minggu ini, belum ada yang bisa menjadi satu pemimpin lebih dari tiga hari.

Alhasil, Inter Milan yang kini merajai singgasana Serie A belum tentu bisa mempertahankan kekuasaannya. Pasalnya pasukan Roberto Mancini kini tertahan oleh Fiorentina dan Napoli yang hanya tertinggal satu poin. Di posisi keempat ada juara bertahan Juventus dengan selisih 3 poin.

Lantas siapakah yang akan keluar sebagai juara di akhir musim?

Inter Milan memiliki peluang terbaik untuk menang

Meski demikian, Inter Milan menjadi klub yang paling berpotensi menjuarai Serie A musim ini. Mereka mulai stabil di musim kedua kembalinya Roberto Mancini ke kursi kepelatihan klub.

Setelah musim lalu hanya finis di peringkat kedelapan, Inter mulai konsisten berada di posisi lima besar musim ini. Sejak pekan pertama, klub tersebut sudah diberi julukan tersebut Nerazzurri tidak pernah keluar dari lima besar. Padahal, sejak pekan ke-15, mereka sudah memimpin klasemen.

Salah satu kunci kesuksesan mereka adalah perbaikan fundamental yang dilakukan Mancini. Mantan manajer Manchester City itu memperkuat pertahanannya dengan mendatangkan bek Atletico Madrid yang sedang bermasalah, Miranda. Selain itu, bek kanan Martin Montoya berstatus pinjaman dari Barcelona.

Begitu pula gelandang bertahan Felipe Melo. Pemain asal Brasil itu didatangkan dari Galatasaray ke Giussepe Meazza, markas Inter, untuk memperkuat pertahanan.

Selain mendatangkan pemain baru, Mancini juga mulai mengubah gaya bermain Inter. Rival sekota AC Milan cenderung bermain konservatif dan lebih banyak bertahan. Tidak terlalu banyak bek sayap tumpang tindih.

Alhasil, Inter menjadi tim yang paling sedikit kebobolan. Total kebobolan mereka hanya 11 gol. Bandingkan dengan Napoli (13 gol) dan Fiorentina (15 gol).

Satu-satunya klub Italia yang belum pernah terdegradasi dalam sejarah Serie A kini hanya bermain konsisten. Mancini juga harus lebih bisa beradaptasi dengan perubahan taktik. Karena lawan akan terus berusaha menggagalkan skema mereka.

Inter sudah lima kali berganti formasi musim ini. Di awal musim, mereka sepertinya sudah menemukan stabilitas dalam formasi 4-3-1-2. Bermain dengan tiga gelandang bertahan membuat lawan sangat kesulitan untuk menembus pertahanannya.

Namun skema tersebut membuat produktivitas gol Inter minim. Mereka kemudian berganti menjadi 4-3-3, 3-5-2, 4-4-2 dan 4-2-3-1. Skema terakhir inilah yang konsisten mereka jalankan dalam tiga laga terakhir.

Permasalahan Inter saat ini hanya mempertajam lini serangnya. Pasalnya, jumlah gol mereka merupakan yang terendah dari lima klub papan atas. Mauro Icardi dan kawan-kawan hanya mencetak 23 gol.

Untuk itu, mereka berupaya mendatangkan Ezequiel Lavezzi pada bursa transfer Januari ini. Tapi, bernegosiasi dengan sayap Paris Saint-Germain (PSG) masih terkendala gaji. Kabarnya, Inter akan angkat tangan jika pemain asal Argentina itu meminta bayaran lebih dari EUR 3 juta (sekitar Rp 45 miliar) per tahun.

Jika ingin meraih gelar juara liga, sekarang adalah momen yang tepat bagi Inter. Sebab, baru kali ini persaingan gelar Serie A begitu terbuka. Sepanjang empat musim sebelumnya, Juventus terlalu dominan.

Dan karena dominasi Juventus mulai memudar pasca kepergiannya pelatih Antonio Conte dan beberapa pemain kunci (Andrea Pirlo, Carlos Tevez dan Arturo Vidal), Inter harus memanfaatkan peluang ini musim ini.

Bagaimana dengan klub lain?

Fiorentina kurang variasi, Napoli terlalu mengandalkan Higuain

Peluang menjuarai Serie A sebenarnya masih terbuka bagi tiga klub lain yakni Fiorentina, Napoli, dan juara bertahan Juventus. Namun, mereka memiliki masalah yang perlu diselesaikan jika ingin memenangkannya.

Fiorentina misalnya. Pelatih Paulo Sousa kurang beradaptasi dalam mengatur formasi. Sepanjang musim, tim memiliki julukan Biola hanya mempunyai dua skema alternatif yaitu 4-2-3-1 dan 3-4-2-1.

Faktanya, untuk mengarungi Serie A yang erat dengan perang strategis, skema monoton berpotensi kandas. Apalagi Sousa terlalu terobsesi menggunakan tiga bek.

Sementara itu, Napoli juga punya masalah. Klub nama panggilan Partinopei terlalu mengandalkan striker Gonzalo Higuain. Pembom Argentina menjadi pencetak gol terbanyak (pencetak gol terbanyak) Serie A dengan 16 gol. Itu berarti hampir 50 persen gol Biola berasal dari Higuain.

Bagaimana dengan Juventus?

Klub milik konglomerat keluarga Agnelli itu mengawali Serie A dengan segudang masalah, hanya meraih lima poin dari enam laga awal. Alhasil, mereka hanya mampu menembus lima besar Serie A pada pekan ke-14.

Namun pasukan Massimiliano Allegri mulai menemukan konsistensi. Dalam tujuh pertandingan terakhir, mereka terus tampil garis alias menang beruntun. Inter patut mewaspadai mereka, pasalnya sejak 28 Oktober belum ada yang mampu mengalahkan Juventus, bahkan menahan imbang mereka.

Klub nama panggilan Wanita tua (Si Nyonya Tua) bisa kembali meraih gelar jika Inter, Fiorentina, dan Napoli terus kehilangan poin. Sebab, tidak ada yang bisa menghentikan Juventus jika mental juara mereka sudah pulih.

Oleh karena itu, kekalahan 1-2 Inter melawan Lazio pada 20 Desember tidak boleh terulang kembali. Itu jika mereka ingin memenangkan gelar Serie A untuk pertama kalinya dalam enam tahun. — Rappler.com

BACA JUGA:

Togel Sydney