Indonesia siap untuk meningkatkan konversi minyak sawit menjadi biofuel
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Menteri Pertanian Amran: Indonesia memenuhi 20 persen biofuel sebagai bahan bakar pada tahun 2017, dan dilanjutkan dengan 30 persen pada tahun berikutnya.
JAKARTA, Indonesia – Ancaman resolusi sawit yang dikeluarkan Uni Eropa tidak membuat Indonesia jera. Dalam resolusi yang diluncurkan pada 7 April 2017, Uni Eropa menggunakan deforestasi di Indonesia sebagai alasan melancarkan kampanye negatif terhadap produk ekspor utama Indonesia. Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan resolusi UE hanya didasarkan pada masalah bisnis dengan menggunakan isu lingkungan sebagai alasan.
“Prancis adalah negara yang paling keras dalam isu kelapa sawit. Padahal mereka hanya mengimpor 20 ribu ton,” kata Amran disela-sela kunjungannya ke PTPN. “Padahal, kamilah yang peduli terhadap lingkungan karena perkebunan sawit dilakukan di lahan kering. Membantu menyerap air dan membuat lingkungan menjadi hijau,” kata Amran.
BA: Indonesia memprotes Prancis atas pajak impor minyak sawit
Amran mengatakan, minyak sawit india memiliki pasar potensial lainnya di India, Tiongkok, Turki, dan Pakistan. Secara lokal, konversi minyak sawit menjadi bahan bakar terbarukan, biofuel, telah mencapai 3 juta ton. “Pada tahun 2017, kami akan meningkatkan B.20 atau campuran 20 persen minyak sawit dalam bahan bakar minyak sebesar 7 juta ton. Kalau tahun depan kita tingkatkan menjadi B.30, dengan target memanfaatkan 13 juta ton minyak sawit, saya rasa ada negara yang tidak akan melewatkannya. Jadi, kita tidak perlu takut kampanye hitam minyak sawit oleh Uni Eropa,” kata Amran.
Indonesia dan Malaysia merupakan produsen utama minyak sawit yang menguasai 80 persen pasar dunia. Pemerintah Indonesia memandang resolusi minyak sawit yang dilakukan UE bertujuan untuk melindungi produk UE, yaitu minyak lobak, minyak bunga matahari dan minyak kedelai kalah saing dibandingkan minyak sawit. Dari segi produksi, kelapa sawit paling produktif dalam penggunaan lahan dan hasil yaitu 4,27 ton/ha/tahun, sedangkan lobak hanya menghasilkan 0,60 ton/ha/tahun, bunga matahari 0,52 ton/ha/tahun, dan kedelai 0,45/ton/ha/tahun.
Menurut Amran, resolusi sawit UE harus ditinjau ulang sebagai sebuah kebijakan karena akan berdampak pada kerusakan hutan yang tidak terkendali. Hal ini akan menimbulkan efek domino, yaitu turunnya harga minyak sawit yang berdampak langsung pada penderitaan pekerja. Jika hal ini terjadi maka para pekerja sawit yang hidup dari sawit akan kembali ke hutan untuk mencari penghasilan baru dengan membuka lahan baru yang berarti hutan akan ditebang lagi. “Jika ini terjadi, UE secara tidak langsung akan menjadi pihak yang paling bertanggung jawab atas deforestasi,” kata Amran.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengkritisi resolusi sawit pada hari diperkenalkannya resolusi tersebut, 7 April 2017. Saat itu, Siti Nurbaya sedang berada di Finlandia. Ia geram mengetahui laporan resolusi sawit muncul karena Indonesia dinilai membiarkan praktik negatif terhadap keberlanjutan industri sawit.
Praktik-praktik yang tercantum dalam studi Komisi Uni Eropa mencakup pekerja anak, pelanggaran hak asasi manusia, penghapusan hak-hak masyarakat adat dan korupsi. Siti mengatakan, catatan negatif yang disampaikan dalam mosi Parlemen Eropa terhadap Indonesia tidak dapat diterima dan merupakan bentuk penghinaan.
“Tuduhan sawit korup, industri sawit mengeksploitasi pekerja anak, melanggar HAM dan menghilangkan hak-hak masyarakat adat, merupakan tuduhan yang kejam dan sudah tidak relevan lagi,” kata Menteri Siti dalam keterangan tertulisnya, Jumat 7 April. . .
BA: Indonesia menolak isi resolusi sawit yang dikeluarkan Parlemen Eropa
Siti menjelaskan, di bawah kepemimpinan Presiden Joko “Jokowi” Widodo, praktik-praktik tersebut sebenarnya sudah mulai berkurang. Sekarang prioritasnya adalah olahraga pengelolaan berkelanjutan dalam pengelolaan kelapa sawit.
Dalam laporan itu, Parlemen Eropa menyetujuinya untuk mulai mengurangi penggunaan metil ester dalam biofuel pada tahun 2020.
Resolusi tersebut juga menyepakati kriteria minimum untuk semua produk berbahan kelapa sawit, termasuk harus berkelanjutan dan tidak dihasilkan dari aktivitas deforestasi. Bahkan, ke depannya resolusi ini juga akan menghilangkan gagasan sertifikasi produk sawit Indonesia.
Sebanyak 640 anggota Parlemen Eropa menyetujui resolusi tersebut. Hanya 18 anggota parlemen yang memberikan suara menentangnya. –Rappler.com