• November 29, 2024

Pemerintah Keluarkan Sertifikat Tanah untuk PKL, Efektifkah?

Bank diminta mengubah cara pandang terhadap PKL

JAKARTA, Indonesia—Pemerintah Indonesia baru saja meluncurkan paket kebijakan ekonomi ketujuh pada Jumat, 4 Desember. Paket ini dibagi menjadi dua pendekatan.

Pertama dan kedua, terkait dengan industri padat karya. Ketiga, terkait persoalan agraria mengenai percepatan kemudahan penerbitan sertifikat tanah khususnya bagi Pedagang Kaki Lima (PKL).

Sertifikat tanah PKL untuk jaminan

Poin mengenai Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) ini sebelumnya sempat dilontarkan Menteri Perdagangan Tom Lembong dalam acara tersebut Ngobrol di Pasar dengan Rappler pada hari Jumat, 16 Oktober.

Tom mengungkapkan, dalam rapat kabinet sebelum paket kebijakan jilid 4 diumumkan, Menteri Keuangan Darmin Nasution mengatakan UKM saat ini kesulitan mendapatkan kredit karena tingginya risiko kredit. UKM juga tidak memiliki jaminan keamanan resmi.

Kemudian jajaran menteri menggagas ide pemberian jaminan berupa sertifikat Hak Guna Bangunan kepada pelaku UMKM agar mudah mendapatkan kredit dari perbankan.

Apa alasan pemerintah menerbitkan HGB kepada PKL? “Kredit UKM itu kecil, debitur pertama, tapi lama kelamaan bisa pinjam lagi. “Bukan kuantitasnya, tapi keterampilannya,” kata Tom.

(Baca selengkapnya: 3 poin penting perbincangan di Pasar Santa dengan Mendag)

Pemerintah yakin dengan kemampuan dan keuletan UMKM sehingga patut dipercaya untuk memperoleh kredit dari perbankan melalui sertifikat HGB.

Menteri Darmin kembali menjelaskan dalam jumpa pers di Istana Negara kemarin bahwa penerbitan sertifikat tanah bagi pedagang kaki lima lebih bersifat teknis.

“Nantinya dimulai dari yang paling sederhana, pedagang kaki lima, lalu petani dan sebagainya. “Kementerian Pertanian akan melahirkan surveyor dan asisten surveyor,” ujarnya.

Menteri Pertanian dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan menjawab: “Semua PKL yang ada di kawasan penataan Pemda, setelah izin penempatannya keluar, kami datang,” ujarnya.

“Setelah izin kiosnya keluar dan kita terbitkan sertifikat hak guna bangunan yang bisa dijadikan jaminan Kredit Usaha Rakyat untuk masuk ke sana,” ujarnya lagi.

Ferry menyebutnya pemanfaatan tanah negara untuk PKL.

Tapi apakah ini benar-benar efektif?

Direktur Eksekutif Institut Pengembangan Ekonomi dan Keuangan (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, penerbitan sertifikasi tanah bagi PKL memang bisa membantu akses pembiayaan dari perbankan.

Namun apakah perbankan siap menerima PKL dan mengubah cara pandang pembiayaan bank bagi usaha mikro?

Selama ini, kata Enny, perbankan terikat pada prinsip kebijaksanaan atau kehati-hatian dalam memberikan kredit usaha mikro kepada pedagang kaki lima.

Untuk memediasinya, Enny menyarankan agar perbankan memiliki alat yang dapat mengukur faktor risiko pemberian kredit kepada PKL selain agunan berupa sertifikat tanah. Misalnya saja kemampuannya dalam berbisnis.

“Karena kalau hanya punya agunan (sertifikat tanah) tapi tidak punya usaha produktif lalu membiayai, percuma saja,” ujarnya kepada Rappler, Sabtu 5 Desember.

Bank, kata dia, harus memikirkan pendekatan lain yang lebih memungkinkan mereka melihat secara nyata kemampuan bisnis PKL.

Bagaimana caranya? Libatkan kepala daerah. Misalnya melalui PT Penjaminan Kredit di daerah, baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri, atau ada instansi di pemerintah daerah yang ikut serta dalam pengembangan PKL. “Harus didukung oleh pemerintah daerah, departemen,” ujarnya.

Bank dapat bekerja sama dengan lembaga-lembaga di tingkat daerah untuk memantau dan memberikan penilaian yang lebih komprehensif, tidak hanya sekedar jaminan sertifikasi tanah, terhadap pedagang kaki lima.

“Misalnya kepala desa bisa menjamin mereka punya usaha, itu salah satu bentuk jaminan,” ujarnya.

Selama ini, kata dia, baru Bank Rakyat Indonesia yang benar-benar fokus pada kredit unit usaha kecil dan mikro (UMKM).

Pengamat ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latif Adam pun mengapresiasi langkah pemerintah tersebut. Namun masalahnya, sama seperti Enny, sudut pandang bank terhadap agunan perlu diubah.

Sertifikasi tanah memang bisa dijadikan jaminan, namun produktivitas PKL juga menjadi pertimbangan penting.

“Tetapi mereka juga terkena dampaknya mikro-prudensial (prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit mikro) dari Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia,” kata Latif. Oleh karena itu, “Ini harusnya diikuti dengan keringanan atau apa pun sebutannya dari OJK dan BI,” ujarnya.

Efektivitas penerbitan sertifikat ini, kata Enny dan Latif, bergantung pada pemerintah daerah atau otoritas keuangan pusat.—Rappler.com

BACA JUGA